Dialah (Allah) yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkan agama itu atas segala agama walaupun orang-orang musyrik membencinya.
(Q.S Ash-Shaff: 9)***
"Aku sangat kenal kalangan mereka, kita tidak bisa mengajukan perang untuk merebut tanah Rabbani, Raja. Saya ingin mengatakan bahwa kalangan mereka itu jika diperintahkan berperang sangat bersemangat, karna mereka yang mati dalam peperangan akan meninggal dalam keadaan terhormat dan katanya tanpa dihisab kecuali berhutang. Sekarang kebanyakan kaum mereka hanya menginginkan mati dalam keadaan membaca syahadat tanpa tau bahwa mereka harus hidup memperjuangkannya," ucapnya dengan nada yakin dan terdengar angkuh.
"Lalu bagaimana caranya kita mengambil tanah itu? Rabbani termasuk wilayah Thabrani dan itu sudah tertera diperjanjian Tharab, kuharap kamu tidak melupakan itu," sahut sang Raja sembari melirik air muka si penasihat yang berubah tampak berpikir keras.
"Jajah dengan pelan dan perlahan, sampai pada titik mereka lemah, kita mulai bantai mereka. Selama mereka teguh dengan iman kita akan susah. Mereka menyiapkan pasukan Akbar sudah sebulan yang lalu, dibawah pimpinan Pangeran Kahfi. Pangeran Kahfa sedang pergi ke ujung. Kabar baiknya adalah, Kahfi bisa kita pengaruhi, Raja." Setelah si penasehat mengatakan demikian, wajah Raja Indra tampak tersenyum penuh kemenangan.
***
"Kenapa dengan Haula?" tanya Kahfa heran saat melihat Rendra menghela nafas beberapa kali setelah sholat isya berjamaah tadi.
"Aku hanya mengatakan padanya bahwa jangan terlalu berharap dengan Pangeran Kahfa karena Pangeran telah menyukai gadis lain, itu saja." Pangeran Kahfa mencoba mencari gelagat aneh dari sahabatnya itu.
"Tidak mungkin seperti itu. Kamu pasti menyembunyikan sesuatu 'kan?" selidik Pangeran Kahfa. Rendra kembali mendesah pelan kemudian ia mulai mengeluarkan secarik kertas bertinta hitam dan mengulurkannya pada Pangeran Kahfa. Dengan masih ragu, Pangeran Kahfa meraihnya.
"Fatonah, mengiriminya surat yang menyakitinya, dan dia baru saja membacanya saat aku datang untuk menyudahi sesi ceritanya. Tak lama ia duduk di sudut tenda dan mulai membaca. Tiba-tiba ia menangis, dia menyukai pria yang sama dengan Fatonah."
"Maksudnya? Aku tidak paham," sela Pangeran Kahfa.
"Kesultanan Syam, putra Falar. Ternyata Fatonah telah menerima khitbahnya dan Haula patah hati," perjelas Rendra dengan wajah yang datar.
"Agaknya bukan hanya Haula yang patah hati, kamu juga 'kan?" seloroh Pangeran Kahfa menatap penuh selidik ke arah Rendra yang tengah membolakan matanya.
"Kamu terlalu lambat untuk melamar."
"Huh, sudahlah, tidak etis rasanya saat para pemuda di zaman Rasulullah berjuang di jalan Allah, aku justru memperjuangkan cinta seorang wanita. Aku pamit ke kapal, ada sesuatu yang ingin kuambil." Setelah Rendra meninggalkan Pangeran Kahfa seorang diri. Pangeran Kahfa menatap tulisan sang adik dengan gamang. Pertanyaannya adalah..
Mengapa harus melampiaskannya padaku?
"Hari ini untuk pertama kalinya saya harus kecewa dengan harapan!" kata Haula sambil melirik sekilas ke Pangeran Kahfa. Pangeran mengerutkan kening, bingung.
"Maksudmu?"
"Lupakan!"
***
Untuk dianggap sebagai ibu kedua saja wanita dihadapannya ini lebih pantas disebut sebagai kakak bahkan teman sepenataran. Shafaq hanya tersenyum tipis melihat Putri Shania yang duduk bersanding dengan sang Abi-dan kini si istri kedua abinya itu tengah mengandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Spiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."