Pangeran Kahfa, Rendra, dan beberapa saksi mata dan yang membawa jenazah wanita itu berkumpul membentuk sebuah lingkaran. Sejak setelah membuka kantung mayit itu, Pangeran Kahfa dibuat panas dingin, entah perasaan bersalah atau apa yang pasti sudah tentu ada kaitannya dengan dirinya.
Haula.
Mayat dengan tubuh mengenaskan itu adalah Haula.
Jenazahnya belum dimakamkan untuk kepentingan penyelidikan dan diletakkan disebuah gua dan diberi wewangian. Pakaian atas wanita itu lepas dan hanya menyisakan pakaian dalam. Tidak mungkin sebuah kasus bunuh diri.
“Bukan bunuh diri. Tabib wanita mengatakan ada luka di kemaluan dan memar di leher, seperti bekas cekikan. Dugaan sementara adalah kasus pembunuhan dan pemerkosaan,” kata Rendra menyimpulkan spekulasi dan cerita bapak-bapak dan data dari tabib wanita.
“Siapa orang terakhir yang mendatangi rumah korban?” tanya Pangeran Kahfa.
“Dari keterangan orang di sekitarnya, yang terakhir adalah seorang pria berkuda putih yang wajahnya tertutup cadar. Sampai saat ini belum tau, Tuan,” jawabnya.
“Kita tidak bisa pulang ke Rabbani, kita tunda sampai pembunuh Haula tertangkap,” putus Pangeran Kahfa mantap.
***
Setelah pangeran Kahfi menyatakan perasaannya pada sang Putri, sang Putri sedikit terusik hatinya. Yang pasti dia sendiri bingung, mengapa bisa Pangeran Kahfi menyukainya padahal untuk sekedar bersama dengan akrab saja tidak pernah. Bahkan tabiat Pangeran Kahfi cenderung menjauh dan tertutup sekaligus pembangkang.
Malam ini adalah makan malam bersama Kesultanan Syam, Putri Fatonah mengenakan pakaian kebangsaannya yang sederhana, tidak ingin tampil istimewa sama sekali. Langkahnya pelan dan tidak seirama detak jantungnya, cepat namun langkahnya lamban. Padahal Pangeran Yusuf tidak akan berhadir tetapi tetap saja, bertemu dengan calon mertua selalu menegangkan.
Dari kejauhan Pangeran Kahfi memperhatikan setiap langkah keraguan Putri Fatonah, tiba-tiba hatinya mencelos, sadar bahwa itu akibat ulahnya, menggoyahkan pendirian sang Putri dan pasti Putri sedang merasa tidak enak dengannya.
“Jangan ragu, aku tidak papa,” kata Pangeran Kahfi setelah menyejajari langkah sang Putri.
Putri Fatonah membeku di tempatnya sembari menunduk.
“Aku bisa apa jika memang kamu yang kucinta, meskipun kamu adik kandungku. Cintaku salah, Fatonah. Jangan beri aku tanggapan, jalani dan abaikan keberadaanku. Aku memang tidak bisa memendam cinta—“ Pangeran Kahfi menoleh ada seseorang yang memotong pembicaraannya.
“Kembali ke kamarmu, kita batalkan semuanya.” Pangeran Kahfi dan Putri Fatonah saling menoleh sembari menampilkan wajah bingung saat mendengar perintah Sultan Sulaiman. Belum sempat Kahfi membuka mulut, Putri sudah menahannya untuk diam dengan cara menampilkan ekspresi yang di mata Pangeran Kahfi sangat lucu.
***
Shafaq melihat pantulan mata birunya pada pedang yang baru saja dia asah dengan batu kali. Suara aliran air sungai, gesekan pedang dengan batu yang tengah diasah merupakan perpaduan sempurna untuk mengisi kekosongan harinya. Dirinya muak berada di rumah yang hanya melihat sang ibu mengemasi barang dengan gamang—berpura-pura tegar—akan hidup seatap dengan madunya sendiri.
Syaid yang mengamati kegiatan sang kakak hanya menggeleng pelan—dirinya tengah mengawasi Shafaq sembari menulis hafalannya di sebuah buku buatan Shafaq. Shafaq pernah berkata padanya bahwa; ilmu bukan hanya dicari kemudian dihafal tapi juga harus ditulis. Karena ingatan kita sebagai manusia tidak akan bertahan lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerajaan Rabbani
Spiritual"Aku bukan pangeran Rabbani, bahkan ayahku adalah penghianat kerajaan. Ibuku ibu suri yang kejam. Aku berada dalam hidup yang penuh kekacauan. Jadi, terimakasih telah memilihku, Shafaq."