[18] FIALKA IRINDRA FALTHABRANINKA

855 87 6
                                    


Letakkanlah dunia digenggaman tanganmu, jangan dalam hatimu. Agar kau dapat mudah melepasnya. Dan letakkanlah akhirat dihatimu, bukan digenggaman tanganmu. Agar kamu tidak mudah melepasnya begitu saja
***

Baca pelan-pelan, nikmatin, karna part ini panjaaaang.
Fyi: 2.496 kata.

AKU SANGAT MENYARANKAN KALIAN MEMBACANYA TENANG DAN JGN MELEWATKAN SATU KATA.

Aku masukan akhlak Rasulullah dlm peperangan. Jdi baca baik baik jika kalian cinta Rasulullah. Kisahnya sangat bagus.

***

“Bagaimana dengan wali perempuannya?” tanya salah satu saksi.

“Ayah saya bukan muslim,” aku Malka dengan kepala tertunduk. Sultan Sulaiman membuang muka—terlalu muak dengan pengakuan Malka.

Sebelum Pangeran Kahfa melafalkan ijab qabul, beberapa kali ia kesusahan menghafal nama Malka yang panjang dan rumit menurutnya. Bahkan ijab itu sampai diulang dua kali dan ketiga kalinya ditulis dalam sebuah kertas dan Pangeran tinggal membacanya saja. Fialka Irindra Falthabraninka.

Pangeran Kahfi lebih dulu turun dari kereta kencana yang menurunkannya bersama Malka. Ini sesuai keinginan Pangeran untuk menurunkannya di persimpangan jalan—antara ke pedesaan barat atau timur. Malka turun setelahnya sambil menenteng berbekalan mereka. Setelah itu, kereta kencana itu meninggalkan mereka berdua. Keduanya terdiam cukup lama, hari sudah merangkak senja, perjalanan dari istana sampai ke sini memakan waktu hampir seharian. Dari setelah pernikahan—malam—sampai senja keesokannya.

“Pilih jalanmu, kanan atau kiri!” suruh Pangeran dingin—tanpa menatap Malka.

“Maksudmu?” Malka masih tak mengerti.

“Kita berpisah di sini. Saya tak punya tanggung jawab apapun buat kamu, saya tidak melakukan apapun terhadapmu. Saya tidak menceraikan kamu, tapi kita memang berpisah jarak di sini,” jelasnya.

Malka tak lagi bertanya, ia segera membongkar kain yang berisikan perbekalan mereka. Malka melepas jubah panjangnya, dijadikannya alas perbekalan Pangeran Kahfi, ia mulai memasukkan selimut dan makanan kemudian mengikatnya di empat sisi jubah itu. Diserahkannya pada Pangeran Kahfi. Perbekalanan itu lebih banyak milik Pangeran Kahfi.

“Saya sisanya, silahkan Tuan pilih jalan duluan,” katanya setelah menyerahkan perbekalannya.

Pangeran mengangguk kemudian menunjuk jalan ke arah kanan alias timur.

“Baiklah, jaga dirimu. Semoga Allah berkenan mempertemukan kita kembali,” ucap Malka memulai perpisahan mereka—air matanya sudah menumpuk di kelopak matanya—tapi ia sembunyikan dengan menunduk.

Malka mulai melangkah ke arah kiri, setelah ia melangkah masuk ke jalan setapak itu agak jauh, barulah tangisnya pecah tanpa suara. Dia juga tidak menginginkan takdir yang seperti ini. Malka menghapus air matanya kasar dengan punggung tangan. Langkahnya ia mantapkan untuk masuk lebih jauh lagi, meninggalkan Pangeran Kahfi yang masih belum melangkahkan kakinya sejengkalpun dari tempatnya tadi.

Bukan Pangeran Kahfi tidak melihat air mata itu, tatapan keberatan itu, tatapan tidak rela yang dipancarkan Malka, tapi ia tidak bisa memaksakan hatinya. Pangeran sudah dapatkan putra dari Malka—dalam perjalanan mereka sepakat menyerahkan putra Malka padanya—dan kini ia membiarkan mereka melangkah tak bersama.

Kerajaan RabbaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang