Part 18

1.3K 87 10
                                    

Keesokan harinya.

Jumat yang sibuk, meski hari pendek namun terisi padat dengan jadwal kuliah, praktikum dan mentoring. Yoyo dan Marco baru saja memasuki kampus usai turun dari angkot, mobil Marco baru saja mendarat ke bengkel akibat ban pecah. Sebuah kebetulan yang tak menyenangkan, motor Yoyo pun demikian. Tak ada waktu untuk menunggu servis karena kelas akan dimulai sebentar lagi.

Tercengang sekaligus bersyukur, Yoyo mendesis lega. Motor Ilham berhenti tepat di depan mereka, dan wajah juniornya itu menyeruak begitu helmnya di turunkan.

"Selamat pagi, akang-akang tampan berdua."

"Hahaha, pagi juga Ham. Itu kakimu udah sembuh?"

"Puji Tuhan udah mendingan kang. Kemarin..." Ilham seperti tersirap dan menghentikan kalimatnya sebentar.

"Kemarin kenapa?" Tanya Marco, sambil sibuk mengeluarkan ponsel yang terjerumus jauh di dalam tumpukan benda yang ada di ranselnya. Dering ponsel sejak tadi terdengar.

"Mmm... Kemarin udah di obatin jadi udah mendingan ini."

"Baguslah... Udah bisa lulumpatan lagi dong nih?"

"Hahaha, bisa aja kang Marco. Seminggu deui mereun kang."

"Ah! Akhirnya ketemu juga kau rongsokan sialan."

"Hihi, meni riweuh kang."

"Yoi. Eh bentar." Omongannya di hentikan oleh bunyi dering ponsel, sebuah pesan singkat.

"Siapa?"

"Si Netha. Paling minta di jemput, haha... Kasian amat, not today sis."

"Bukannya hari ini dia gak akan masuk. Kan kakaknya mau nikah."

"Ah, bener juga."

Sebuah pesan chat app dari Netha masuk ke grup pertemanan mereka sebelum Marco usai mengetik pesan langsung ke Netha.

Guys. Gue kok liat Fanny ke Rumah Sakit, barusan aja. Gue lagi otw ke bandara jemput si nini. Dia sakit? Kemarin juga di bioskop gitu, kalian cek ih. Nanti balik gue nyusul.

Air muka Marco langsung berubah begitu membaca pesan Netha itu. Perasaannya langsung sakit. Sesuatu yang buruk segera melintas di benaknya.

"Kenapa, Co?"

Marco menatap Yoyo sebentar lalu menunjukkan pesan itu padanya. Perubahan yang serupa segera terjadi di wajah Yoyo kemudian. Panik.

"Di sana angkot gak lewat."

"Fuck! Oh God please."

Ilham tak merasa perlu bertanya segera menyodorkan kunci motornya pada Marco.

"Pake motorku aja kang." Ujarnya tenang.

Menatap sebentar, Marco segera mengambil kunci itu dari tangan Ilham.

"Gak akan lama, Ham. Langsung Kang Marco balikin setelah urusannya selesai."

"Lama juga gak apa-apa kang."

Marco menepuk pundak Ilham sebelum berlalu. Tak ada waktu untuk memproses kecanggungan di antara dirinya dan Ilham, Yoyo naik ke boncengan Marco. Bergegas ke Rumah Sakit.

*

Seperti kesetanan Marco berlarian menuju ruangan yang baru saja di tunjukkan bagian resepsionis padanya. Ruang dokter bersalin. Tak peduli umpatan dan makian dari siapa saja yang tersambar gerak cepat tubuhnya sepanjang koridor. Pemuda itu berlari secepat yang ia bisa. Netha dan Yoyo juga ikut mengejar tak jauh di belakang. Tanpa di duga mereka bertemu Netha tak lama setelah tiba. Tentu saja ia juga berhasil memproses hal itu di benak.

I Think I Love You, Buddy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang