Reno masih didiami sepanjang sisa hari. Nico agaknya bukan marah. Malu, mendapati Reno mengetahui detil semuanya. Jarum pendek arloji Reno sudah nyaris menyentuh angka empat, Nico meminta diantar ke taman kota.Dengan semangat memutar balik arah mobil menuju taman kota. Ia ingat, sedang ada festival street music and food disana.
Setibanya disana, Reno bertindak cepat dengan membelikan sebungkus kembang gula untuk Nico. Sesuatu yang tak mungkin bisa ditolaknya. Benar saja, yang di maksud langsung sumringah mendapati benda manis itu dihadapannya."So... Wifey... Udah nggak marah lagi kan lo?"
"Wifey dengkulmu... Siapa juga yang marah." Ia mengunyah kembang gula sekali.
"Gua cuma malu, sangat malu." Lanjutnya.
"Hadeh, kasian amat si unyu ini."
"Shut up, Ferguso. Ada yang keren tuh."Me
Can you focus on me?
Baby, can you focus on me? BabeHands in the soap
Have the faucet's running and I keep looking at you
Stuck on your phone and you're stuck in your zone
You don't have a clue
But I don't wanna give up
Baby, I just want you to get up
Lately I've been a little fed up
Wish you would just focus on
Me
Can you focus on me?
Baby, can you focus on me?
Me, me
Can you focus on me?
Baby, can you focus on me?Reno dan Nico, bersama ratusan orang yang berada di taman kota seluruhnya terpaku perhatiannya pada panggung utama. Seorang penyanyi lelaki berhasil memukau dengan satu tembang dari H.E.R yang sedang sangat terkenal saat ini, Focus. Indah sekali.
"Itu seriusan cuma penyanyi indie?"
"Yup. Jangan salah, banyak penyanyi-penyanyi indie yang kualitasnya jauh diatas penyanyi-penyanyi tenar nowadays." Ujar Nico sambil masih dengan penuh minat menikmati pertunjukan musik.Reno mendapati dirinya terpaku menatapi raut rupawan Nico yang tersenyum menatap lurus ke arah panggung.
Terjadi begitu saja, ia bergerak mendekat ingin mengecup pipi Nico, tangannya menarik tubuh Nico mendekatinya. Nico yang terkejut refleks menoleh ke arah wajah Reno. Bibir mereka lantas bertemu. Reno membelalak sama terkejutnya. Keterkejutan berlanjut lebih lama pada Reno dibanding Nico. Nico menarik diri dengan tenang lalu meneguk sedikit sodanya."Jangan gila." Ucap Nico datar, fokusnya kembali ke live music.
"S.. Sorry.."*
Insiden kecil itu menguasai alam pikiran Reno sepanjang sisa hari. Nico ingin langsung pulang seusai dari taman kota, badannya sudah terasa letih."Ke rumahmu aja, lebih dekat. Aku nginep." Nico berujar sambil melenguh kecil dan memijat pelan pundaknya.
"Kenapa? Lukanya sakit lagi?"
"Gak, capek aja. Aku lemes di mobil lama-lama."
"Oh, ok."Sepanjang jalan Reno terjebak dengan pikirannya sendiri. Jantungnya berdebar kencang di depan Nico, saat pakaian lengkap masih melekat di tubuh mereka. Ini yang pertama.
Debar itu belum juga mereda hingga mereka tiba di rumah Reno belasan menit kemudian. Rumah sedang kosong, Vanya sepertinya belum pulang.
Kedua orangtua Reno bercerai lebih sepuluh bulan sebelumnya, segera setelahnya rumah yang sebelumnya ramai itu berubah sepi. Hanya di tinggali Reno dan kakak perempuannya Vanya. Adik bungsu kembar mereka ikut sang bunda ke Australia. Sementara sang ayah menyepi ke Kalimantan, menumpuki dirinya dengan kerja di perusahaannya di sana. Reno dan Vanya tak mau ambil pusing. Setidaknya rumah tinggal mereka menjadi sepuluh kali lebih tenang sehari-harinya sekarang.Nico sudah fasih dengan rumah itu tak kalah dengan Reno. Ia terlebih dulu menemukan kunci yang diletakan di bawah potong anggrek yang di gantung di dekat pintu masuk. Ia tak bisa menunggu lagi, kandung kemihnya sudah berontak minta di kosongkan. Reno masih harus memarkir mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Think I Love You, Buddy (END)
RomanceFriend to Lover §§§ A bittersweet and (sometimes) naughty story about friends and (or to) lovers. §§§