Jika dulu menyimpan rasa cintanya untuk Nico di dalam diri adalah siksaan terberat dalam hidup Reno, maka yang ia rasakan saat ini adalah ribuan kali lebih pedih lagi. Reno kesulitan menentukan bagaimana dirinya harus bersikap, ia bahkan tak bisa melakukan apapun saat ini. Keadaan menjebaknya menjadi pecundang yang tak berdaya.
Hari-hari kembali berlalu. Gemma yang cukup peka segera mengambil alih. Dengan segala upaya, ia membawa Reno kembali aktif dalam mengolah perusahaan kecilnya. Harry dan Silvia amat bersyukur Gemma mau berlaku demikian. Ia bahkan harus ikut mensupport Vanya yang sama terpukulnya akan situasi yang dihadapi sang adik.
"Kenapa cuma ini? Bukannya yang masuk tadi banyak yah?"
"I put it on halt for the next two weeks. Kamu bakal masuk rumah sakit lagi kalau harus ngerjain semuanya minggu ini." Ujar Gemma seraya kembali ke mejanya.
Ia baru menyerahkan dua map berisi berkas orderan untuk CV mereka minggu ini. Kali ini ia benar-benar mengganti posisi yang sedianya dikerjakan oleh Nico.
"Aku bisa, Gem. Kamu gak perlu se khawatir itu. Mana yang lainnya?"
"It's a no, Mr. Moreno Marcus Padmana. Aku nggak akan biarin kamu skip makan siang lagi kali ini."
Reno menggerutu kesal, "Aku nggak lapar, Gem. Kamu aja..."
"Mama sih ragu kalau kamu berani nolak makan siang kali ini."
Keterkejutan Reno mendapati Silvia datang membawa rantang susun meningkat sekian kali lipat saat mendapati siapa sosok yang mengekor ibunya itu seraya masuk dengan senyuman khasnya.
"Nenek!"
Reno serta-merta melepas lembaran-lembaran kertas ditangannya sebelum berlari menggapai sang nenek lalu memeluknya dengan erat. Airmata kembali membasahi wajahnya.
"Nenek..."
"Hmm, jagoan nenek ini."
Gemma mengambil alih benda-benda bawaan Silvia saat Yemima menuntun cucu bungsunya itu duduk di sofa. Reno terus menangis, betapa ia merindukan sosok neneknya itu. Sejurus kemudian Silvia dan Gemma selesai mengatur makan siang mereka di atas meja.
"Kamu kurus sekali nak, kita makan dulu. Nenek buatkan sop iga kesukaanmu."
Reno mendongak kecil, sang nenek tersenyum seraya membelai rambutnya. Silvia segera menyodorkan semangkuk sop iga padanya. Baru sadar seberapa laparnya dirinya begitu suapan pertama menyentuh lidahnya.
Usai makan sang nenek mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sesuatu yang pada masa kecil Reno selalu dinantikannya tiap kali berkunjung ke rumah kakek dan neneknya. Dodol durian.
"Wah, nek." Reno tercengang mendapati penganan favoritnya itu di bawakan neneknya. "Makasih yah, nek."
"Gem, ini cobain... Dodol durian buatan nenek langsung." Tawar Silvia.
Dengan ragu Gemma mendekat lalu diberi sebungkus oleh Reno. "Makasih nek, tante."
"Eh, kamu bisa makan durian kan?"
"Bukan bisa lagi, ma. Dua buah bisa dia abisin sendiri." Ujar Reno datar sambil tetap fokus menikmati dodolnya.
"Reno, ih. Nggak kok tante."
Yemima tersenyum. "Jadi, kapan kalian berdua menikah? Nenek berharap bisa nggedong cucu selagi masih hidup ini. Udah mapan gini, gak baik menunda-nunda."
Silvia sama terkejutnya dengan Reno dan Gemma. Membisu kesulitan menemukan kata-kata untuk menjawab ujaran Yemima. Wanita tua itu kemudian terbahak pelan seraya mencubit pelan pipi Reno.
"Nenek cuma bercanda. Ayah kamu sudah cerita semua sama nenek. Karenanya nenek terbang kesini untuk menghibur hati cucu nenek ini."
Ketiga orang dihadapannya itu menghembus nafas lega nyaris bersamaan.
"ah, setahuku nenek datang untuk nikahan Teteh kan?"
"Haha, gak kok..."
Obrolan seru itu berlanjut hingga makan siang usai. Meski masih ingin berlama-lama dengan sang nenek, Reno harus kembali pada pekerjaannya. Bersama Silvia ia mengantar sang ibu dan sang nenek hingga ke depan lift.*
"Makasih yah, Gem."
"Makasih untuk apa ih, aku nggak ngelakuin apa-apa juga."
Gemma menjawab tanpa menatap Reno, sibuk dengan dodol durian dan ponselnya.
"Gem..."
"Hmm?"
"Apa kamu dulu rasanya sesakit ini?"Kali ini Gemma mendongak, diam sejenak memilah kata. "Sure it was. Tapi setelah bertahun-tahun berlalu, pelan-pelan sakitnya reda."
"Hmm... Situasi kita dulu juga..." Kalimat Reno tertahan."Tapi kurasa, kita berdua juga gak berusaha sekuat seharusnya." Reno terdiam, Gemma melanjutkan. "Aku bisa aja memilih keluar dari sana, kembali sama kamu. Kamu juga gitu... Kurasa. Tapi kita gak punya cukup nyali waktu itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
I Think I Love You, Buddy (END)
RomanceFriend to Lover §§§ A bittersweet and (sometimes) naughty story about friends and (or to) lovers. §§§