"Ampuuuun! Udah-udah dong Virg, sakiiit!"
Dojo keluarga Hans sedari sore tadi begitu ramai. Jeritan Nico itu bersambut tawa besar para sabahatnya, Nico sedang dalam kancingan tanpa ampun Virgy yang tadi menantangnya adu judo. Virgy benar-benar menunaikan janjinya pada Yemima untuk melumpuhkan Nico dengan judonya. Andika dan Hans tiba bersama Reno tak lama setelahnya, mereka baru saja kembali dari survei proyek baru lagi.
"Yang! Tolongiiin!" Teriaknya memelas pada sang pacar yang baru saja duduk sembari mengipasi badan.
"Hah... Tolong apaan? Oh... Lanjutin aja Virg."
Tawa para penonton kian keras meningkahi jawaban Reno. Virgy terus mempertahankan kancingannya pada Nico untuk jeda waktu yang tak singkat. Ia bahkan tersenyum kala Netha dan Fanny mengabadikan momen tersebut dengan kamera ponsel masing-masing.
"Ini akibat dari mempermainkan cewek, paham kalian semua cowok-cowok payah!" Cetus Netha.
"Virginiaaaa!"
Fokus semua orang di ruangan itu segera tertuju pada satu titik. Seorang lelaki membuka pintu masuk dengan dramatisnya, rambut panjangnya yang dibiarkan terurai bahkan terhempas angin dengan indahnya. Tangannya masih menjinjing sebuah koper dengan label penerbangan yang masih terpasang.
"Kyle." Desis Virgy terperangah hingga tanpa sadar merenggangkan kancingannya dari Nico.
Nico menggunakan kesempatan itu untuk secepat yang ia bisa melepaskan diri dari Virgy dan menjauh. Virgy lalu berdiri dan melangkah mendekati lelaki bernama Kyle itu.
"Siapa tuh? Ganteng banget!" Desis Netha seraya mengarahkan kameranya melanjutkan rekaman ke arah yang saat ini menjadi pusat perhatian semua orang.
Fanny tersenyum dan berujar, "Tebakanku, suami masa depan sahabat kita ini."
*
Kyle Xaverius Aror, dua puluh sembilan tahun. Pria keturunan Manado Canberra ini adalah senior Virgy saat berkuliah di Sydney. Tampilannya benar-benar perpaduan dari dua darah yang mengalir dalam tubuhnya. Netha menaksir tingginya berada paling tidak seratus delapan puluh lima sentimeter dengan postur yang dengan mudah dapat di terima di agensi model besar dunia. Rambut hitam lurusnya yang sebahu membingkai indah mahakarya sang pencipta bermata coklat muda yang berkilau memukau.
"Kamu kejam sekali, pergi tanpa kabar bak ditelan bumi." Ujar Kyle yang sedari tadi tak lagi membiarkan jaraknya jauh dari Virgy.
Nico, Fanny dan Netha sedari tadi mengamati dengan seksama. Duduk di satu sisi sofa menghadap tepat ke deretan sofa di depan mereka yang hanya ditempati oleh Kyle dan Virgy, menjebak Kyle dalam suasana mengerikan.
"Hmm, jadi Kang Kyle ini beneran terbang dari Canberra ke Bandung demi mengejar cintanya?" Tembak Fanny yang nyaris membuat Kyle menyemburkan jus jeruk buatan Peter yang baru saja ditenggaknya.
"I-iya, mbak."
Nico terbahak mendengar Fanny disebut 'mbak' dengan aksen bahasa inggris aussie yang masih kental. Tawa itu langsung berganti rintihan kecil kala tulang keringnya di terjang tumit Fanny.
"Kang Kyle katanya turunan Manado juga? Tapi lahir besar di Canberra?"
"Saya sampai kelas 1 SD di Manado, setelahnya orangtua merantau ke Australia dan jadi residen tetap sampai sekarang."
Fanny dan Netha bertatapan, "Apa?" Tanya Netha.
"Kamu gak punya sesuatu untuk ditanyakan?"
Netha merenung sejenak, "Hmm... Kamu jauh-jauh kesini cuma buat nyariin Virgy?"
Kyle mengangguk canggung, rautnya jelas berubah merona. "Saya punyanya alamat Virgy di Manado, saat tiba di sana barulah tau kalau Virgy sekarang bekerja di Bandung. Saya dapat alamatnya dari orangtuanya."
"Dari calon mertua." Ujar Fanny datar, Kyle tak bisa menyembunyikan senyumannya.
Sementara Virgy terperangah mendengar cerita detil dari lelaki disampingnya itu. Tak satupun dari keluarganya yang mengabari hingga Kyle benar-benar muncul dihadapannya.
"Cieh... So sweet banget." Gemas Netha.
"Tapi Kang Kyle mesti berjuang keras sih, Virgy yang ngantri ngelamar banya...aow!" Kalimat Nico baru saja dihentikan Virgy dengan tendangan kecil ke tulang keringnya.
Fanny dan Netha terbahak melihatnya, obrolan mereka berlanjut hingga matahari terbenam. Dari obrolan itu Nico baru tau kalau selama di Sydney, Virgy mengambil kursus judo bersama teman-temannya mengikuti rekomendasi Kyle. Ia amat berbakat sampai sempat di tunjuk menjadi salah satu instruktur di tempat itu. Di sanalah keakraban Kyle dan Virgy semakin intens hingga Virgy lulus, sayangnya saat itu Virgy sama sekali belum berani mengambil keputusan untuk menjalin hubungan serius. Mimpi dan cita-cita yang ingin ia gapai masih menjadi yang terutama untuknya. Kyle berakhir patah hati oleh Virgy yang tanpa aba-aba menghilang dari jangkauannya begitu saja.
"Oalah, pantes aja gua di piting sampe hampir pingsan. Woi! Ini penganiayaan namanya!" Sergah Nico kesal sembari berdiri tiba-tiba di tengah sesi makannya.
"Duduk." Ujar Reno seraya mengambil beberapa lembar tissue. Menyeka kuah sop yang terciprat di wajah Nico.
Seketika itu Reno tersadar keberadaan Kyle, namun Kyle hanya tersenyum.
"Kalian berdua seromantis yang diceritakan Virgy selama di Sydney." Ujar Kyle tanpa diduga.
Giliran Nico yang tersadar, "Kamu nyaman aja, kan? Kita..."
Kyle menggeleng cepat. "Aku tinggal serumah dengan ayahku, suaminya, juga adik perempuanku yang seorang lesbian. I'm proud to have them as my family." Ujaran Kyle memberi senyum di wajah semua orang.
Tepat pukul enam Hans tiba bersama Vanya membawakan se termos besar sup iga buatan Binar untuk disantap mereka semua disana. Keadaan kian heboh ketika Vanya bertemu dengan Kyle yang juga sudah dikenalnya saat melaksanakan satu proyek kerja bersama di Sydney.
"Ckck, Vir... Lama-lama kamu jadi perawan tua loh kalau keseringan nolak cowok. Yang gini-gini nih spesies langka, langsung nikah aja udah. Pacarannya belakangan." Cetus Vanya, membuat Kyle tersedak kuah sup yang sedang dinikmatinya.
"Teh Vanya ih..."
"Kenapa Kyle... Emang kamu gak mau?"
"Bu-bukan gi-gitu, teh... Bukan gak mau..."
"Hih... Yang teges atuh jadi cowok lah! Mau, mau. Enggak, enggak. Pantes aja si Virgy ninggalin kamu dua tahun lalu. Slow sih kamunya."
"Mau! Mau teh, saya mau."
Nico, Netha bahkan Fanny ternganga menyaksikan kepolosan sosok tampan dihadapan mereka itu.
"Nah, gitu dong. Kan beres perkara. Sip, sekarang tinggal gimana kamu bakal menetap buat pejajakan lebih jauh. Udah punya masterplan dong kamu harusnya, apa modal nekat aja dari Aussie ke Indo nih?"
Kyle tersenyum malu, "Dari beberapa bulan sejak saya berencana datang, udah nyari-nyari lowongan pekerjaan Di Manado. Gak tau kalau Virgy ternyat kerjanya di Bandung ini."
"Haha. As expected. Iya, pujaan hatimu ini kerja di tempatku. Hmm, gini deh. Kedepannya pasti bakal ada jalannya, as starter... Kita lagi butuh model buat promosi proyek kita yang baru, percaya atau enggak... Kamu itu salah satu nama di list yang aku buat untuk itu. Emang kalo takdir gitu kali yah, mau nggak?"
"Mau teh, mau!" Begitu cepatnya Kyle menyahut membuat tawa orang-orang yang menyaksikan kembali pecah. Vanya tersenyum bangga, kemampuannya menjodohkan orang memang sangat ampuh.
"Sip. Nanti teteh chat perintilannya secepatnya. Sok tambah lagi sop nya, bunda bikin banyak."
*
Rumah Binar
Satya tanpa sengaja memergoki sang kakak yang tengah menimang-nimang sebuah kotak kecil di jemarinya. Satya menunggu beberapa saat, lalu Andika membuka kotak itu. Terpampanglah sebuah cincin emas putih dengan buah berlian yang berkilau indah nan elegan. Binar kemudian lewat di belakangnya membawa belanjaan, wanita itu lalu membuka kulkas siap menata semuanya.
"Bunda, sini..." Ujar Satya berbisik, butuh beberapa saat bahkan untuk Binar menyadari keberadaan sang putra bungsu tak jauh darinya.
"Ckck. Ngapain kamu disitu bisik-bisik, jangan jahil sama kakakmu. Jarang-jarang dia punya jam tidur. Sini bantu bunda masak."
"Bunda nggak akan mau ngelewatin ini, percaya sama Satya. Ayo cepetan."
Dialog bisikan itu berakhir dengan Binar yang akhirnya menghampiri Satya yang masih mengintip di balik pintu kamar sang kakak. Binar terperangah menyaksikan putranya sedang menimang-nimang cincin dan berusaha keras melafalkan kalimat terbaiknya untuk melamar sang kekasih. Binar segera terjebak haru, dan mulai berairmata. Satya merangkul bundanya dengan sayang.
"Aku gak bisa janji semua akan mudah untuk kita lewati kedepannya. Yang bisa aku janjikan, bahwa apapun itu. Seberat apapun itu, aku akan selalu ada disisi kamu. Berjuang untuk kita. Euh... Segitu kali yah, bodo amat lah."
Satya yang tak kuat lagi menahan tawa akhirnya terbahak juga, menyentak kaget sang kakak di dalam kamarnya. Wajahnya seketika merona merah menyadari ibu dan adiknya yang telah sedari tadi mengintip sesi latihannya untuk melamar Netha.
"Kamu ini yah!" Dengan gerakan cepat ditariknya Satya masuk kekamar lalu menjebaknya dalam sesi gulat kecil di ranjang. Binar mengamatinya dengan senyum bahagia.
"Hahaha, ahk... Ampun kang, hahaha."
"Huh, dasar jahil." Ujar Andika sembari melepas kancingannya, lalu merapihkan rambut sang adik.
Kembali hening kala tatapannya bertemu dengan sang bunda. "Andika ketahuan yah, padahal rencananya mau bikin surprise juga buat bunda."
"Ini juga udah surprise. Mana Bunda lihat cincinnya." Andika lalu menyerahkan cincin itu pada Binar. "Bagus nggak, bun? Dika desain sendiri." Tanya sang putra takut-takut.
"Indah sekali, nak. Indah sekali." Binar kembali berairmata.
Andika membawa sang bunda ke pelukannya. "Yah, kok malah nangis."
Butuh jeda waktu untuk tangis Binar berhenti, lalu bisa melanjutkan kata-katanya. "Bunda bahagia, nak. Bahagia sekali. Bunda doakan yang terbaik untukmu, nak."
*
Terkepung bahagia, Binar lalu memutuskan kembali ke pasar. Mengganti menu makan malam mereka juga berencana mengirimkannya pada orang-orang tersayang. Sup iga kacang hijau andalannya menjadi pilihan. Kedua putranya dengan semangat membantu sang bunda menyiapkan semuanya.
"Anak-anak pada sibuk semua, yah. Tumben hari ini gak ada yang muncul." Ujar Binar sembari mengoseng bumbu di dalam panci besar.
"Oh itu, mereka semuanya lagi di dojo. Pada heboh pacarnya Virgy datang jauh-jauh dari Australia cuma buat nyari dia." Cerita Andika.
"Belum pacar, kang. Masih calon pacar. Kata Kang Nico udah sempat ke Manado dulu, dia gak tau Teh Virgy udah kerja di Bandung."
"Wah, so sweet banget. Namanya siapa?"
"Kyle. Blasteran Manado juga katanya."
Binar mengangguk lalu melanjutkan sesi memasaknya. Wanita itu tersenyum. "Menyenangkan, yah. Anak-anak mulai menemukan pelabuhan cinta mereka." Ujarnya sembari menyenggol lengan putranya, Andika tersenyum sumringah. "Cepetan di ajak nikah, Dik. Biar bundamu ini bisa cepat gendong cucu."
Andika terbahak pelan, "Dika juga berharap seperti itu."
"Belum juga tau lamarannya diterima Teh Netha." Sindir sang adik.
Ganti Binar yang terbahak, kedua putranya itu kembali terlibat kejar-kejaran kecil di dapurnya. Binar begitu bahagia menyaksikan. Nyatanya bahagia itu masih ada bersama mereka. Binar berdoa, diatas sana sang suami bersama dua putranya yang lain ikut berbahagia menyaksikan sukacita yang terus menaungi keluarganya.
![](https://img.wattpad.com/cover/167127486-288-k765695.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Think I Love You, Buddy (END)
RomanceFriend to Lover §§§ A bittersweet and (sometimes) naughty story about friends and (or to) lovers. §§§