39 ㅡ Lucky (END)

377 10 5
                                    

Rumah Baru Andika dan Netha

"Saya, Andika Alexander Rahadi... Mengaku dihadapan Tuhan dan Jemaatnya, mengambil engkau Annetha Serafim Rahayu sebagai istriku yang sah dan satu-satunya. Bersedia menjalani hidup bersama dalam senang maupun susah, sehat maupun sakit, dalam kelimpahan maupun kekurangan, serta senantiasa akan mengasihimu, dan melindungimu sampai maut memisahkan kita."
"Saya, Annetha Serafim Rahayu... Mengaku dihadapan Tuhan dan Jemaatnya, mengambil engkau Andika Alexander Rahadi sebagai suamiku yang sah dan satu-satunya. Bersedia menjalani hidup bersama dalam senang maupun susah, sehat maupun sakit, dalam kelimpahan maupun kekurangan, serta senantiasa akan mengasihimu dan menghormatimu sampai maut memisahkan kita."
*
"Haaaaa! Itu apaan di kepala gue?" Pekik Netha dramatis mendapati para sahabatnya sedang menonton video pernikahannya dengan Andika sebulan yang lalu.
Virgy dan Kyle segera menyergapnya dari dapur dengan kroket udang buatan mereka berdua.
"Ehm... Enak banget Virg!"
"Yaudah duduk dulu, kamu pasti belum makan apa-apa."
"Kamu emang the best, Kyle... Beruntung banget kamu punya calon istri kayak dia."
"Indeed."
"ITU APAAN DI RAMBUT GUE! YA TUHAN!"
Yang dibahas Netha adalah tudung gaun pengantin pemberian neneknya yang harus ia gunakan dihari bersejarah itu. Ia tak punya celah menolak, meski sangat kontras dengan gaun pengantinnya yang begitu elegan. Tawa para sahabatnya segera menggema mendengar histeris Netha menyaksikan benda itu dalam video pernikahannya.
"Kenapa? Cantik kok." Ujar Andika yang muncul tiba-tiba dan segera memeluk sang istri dari belakang lalu mengecup puncak kepalanya.
"Suit suittt!"
Vanya yang tengah hamil besar lalu masuk di tuntun Leo. Virgy segera mengambil alih sementara Kyle keluar lagi bersama Leo mengambil barang-barang.
"Duduk Teh, ini minum dulu teh jahenya."Ujar Virgy.
"Uh, makasih sayang. Kamu emang paling tau... Emh, Neth... Sejuk yah rumah kalian."
"Iya teh, hebatlah teteh bisa dapat tempat ini buat kita."
"Siapa dulu mediatornya. Hans sama Yoyo, padahal sebelumnya sama teteh pada kekeuh gak mau ngasih. Tapi di kedipin dua cowok ganteng langsung meleleh tuh emak-emak." Jelas Vanya seraya menyeruput teh jahenya. "Oh iya, Nico sama Reno mana?"
"Itu lagi asik di kolam berenang sama William. Emang masa kecil kurang bahagia tuh." Ujar Netha menunjuk ke jendela kaca yang mengarah ke kolam berenang disamping ruang T.
Wajah Vanya berubah murung memandangi sang adik dan kekasihnya itu.
"Kenapa teh?" Tanya Netha.
Vanya mendesah pelan seraya menunjukkan sebuah email dari ponselnya. Netha segera paham, "Wah, beneran masuk ya Teh?"
"Iya. Teteh gak kaget sih, Nico punya semua kriteria yang mereka cari."
"Harus di kasih tau bareng, Van. Tau kan?" Ujar Andika.
Vanya mengangguk paham.
*
"Duduk." Ujar Vanya.
Raut Reno segera berubah, dibawah gazebo Vanya memanggil keduanya. Orang-orang dari dalam mengisyaratkan William yang masih seru bermain dengan Nico untuk segera masuk meninggalkan mereka bertiga di area kolam renang.
"Peka dikit! Lo mau terlibat masalah keluarga?" Ujar Virgy begitu William masuk dan menutup pintu.
Mata William segera membulat menyadari sesuatu.
*
Keduanya langsung tau maksud dari sang kakak bahkan sebelum Vanya mengujarkan apa-apa. Vanya memilih tak banyak basa-basi.
"Tiket, bahkan apartemenmu disana udah disiapin. Dua minggu depan udah harus mulai kerja." Ujarnya.
Jantung Reno seperti jatuh ke perutnya mendengar itu. Dalam beberapa hari keduanya akan terpisah untuk waktu yang tak singkat. Jemarinya refleks menggenggam jemari Nico dengan erat.
"Tiga tahun, teteh tau itu bukan singkat. Pesan yang bisa teteh bilang, ingat apa yang udah kalian lalui selama ini. Saatnya belajar jadi betul-betul dewasa. Tantangan ini nggak seberapa dengan yang kalian lewati sebelumnya."
Kaku membisu, baik Reno maupun Nico sama kagetnya mendengar semua ini. Nyatanya keduanya sudah memiliki ekspektasi, namun beberapa waktu terakhir keduanya tak ada yang berani mengangkat topik itu di pembicaraan mereka. Kini saat itu datang dan teramat cepat. Keduanya masih terdiam beberapa saat sampai Vanya berujar lagi.
"Saran Teteh kalian ambil liburan dalam rentang dua minggu ini. Persiapan kamu Nico, biar teteh yang atur. Terima beres aja. Bahkan setelah saat itu kalian pulang ke Bandung langsung sibuk kerja, ambil waktu ini untuk quality time kalian berdua."
Keduanya masih saja terdiam sampai Vanya akhirnya memilih beranjak pergi, memberi waktu untuk kedua adiknya itu berpikir dan saling bertutur kata.
Raja Ampat, beberapa hari kemudian...
"Kamu seriusan sewa satu resort ini cuma buat kita berdua?" Tanya Nico dengan tatapan tajam.
Reno mengangguk sembari tersenyum bangga. "Gimana,  suka nggak?"
BUG
Jawabannya itu dengan segera dihadiahi Nico dengan sebuah jitakan. "Aow!"
"Boros ih! Emang uang kamu banyak banget gitu?" Sergah Nico. Ia lalu duduk diatas pasir putih pantai yang membentang indah di hadapan mereka.
"Sorry... Aku cuma pengen momen kita sebelum pisah lama cukup berkesan. Lagian, ini juga dapat diskon. Yang punya klien lama di kantor, hehe."
"Kamu tuh... Tapi ini tempat memang luar biasa indah, yang."
Reno mendekap Nico dari belakang, hanya ada mereka berdua di sisi pantai. Langit senja membiaskan berkas cahaya yang kian keemasan seiring riak air laut yang kian menghitam oleh redupnya sang mentari perlahan.
Nico lalu berbalik lalu memisahkan dirinya dari Reno. Reno awalnya menampakkan sedikit kecewa, namun raut wajahnya segera berubah begitu menyaksikan apa yang dilakukan kekasihnya itu selanjutnya.
Satu demi satu, Yoyo melucuti semua yang melekat di tubuhnya. Hingga ia polos tak mengenakan apa-apa, memamerkan keindahan yang hanyalah milik pria di hadapannya itu. Dengan senyum manisnya, Nico menggerakkan jemari mengisyaratkan kekasihnya itu untuk mengikutinya seraya ia berlari menuju riak air pantai.
Reno tersenyum lalu melakukan hal yang sama, menelanjangi diri sebelum berlari penuh semangat kedalam air mencapai sang pujaan hati.
Nyatanya telanjang adalah simbol kejujuran pada tingkat tertinggi dalam kehidupan manusia. Seperti saat kita terlahir dalam kemurnian, tanpa apa-apa. Dalam dekapan temaramnya senja, dua lelaki gagah yang telah tunduk patuh pada kuasa cinta tengah menikmati kebahagiaan yang layak mereka miliki sejak lama.
Pada satu titik, Reno menangkap Nico dalam satu dekap erat. Membawa sang kekasih dalam kungkungan keperkasaannya.
"Kamu udah bikin aku jadi lelaki paling bahagia di dunia."

I Think I Love You, Buddy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang