37.5 ㅡ Mengukir Kenangan Di Atas Kenangan (21+)

323 11 0
                                    

Keduanya bergerak begitu lincah. Saling menyerang dan pasrah, saling memberi dan menerima. Tak ada yang mau kalah, adalah kemutlakkan untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya. Akan berbeda jika tak didasari oleh cinta, hanya akan menjadi satu lagi senggama yang sia-sia. Tapi dua sosok gagah ini, telah saling tertaut hatinya hingga tak mungkin terlepas lagi. Hasrat keduanya adalah bunga dari cinta kasih yang telah terpuruk sekian lama.
Tau-tau keduanya telah sama-sama tak berbalut sehelai benangpun. Hans diatas Yoyo, mengunci pergerakannya dengan kemegahan. Otot-otot perkasa saling beradu, tapi Yoyo sudah paham lalu dengan sukarela memilih takluk. Ia tersenyum bahagia, lalu tanpa sadar meneteskan airmata.
Tatapan itu, sudah lebih dari cukup untuk menjadi siraman kesegaran kedalam hati Hans. Hans menutup mutlak jarak antara bibir mereka, memagut dengan lembut seolah Yoyo adalah objek rapuh yang bisa remuk kapan saja. Seseorang yang begitu berharga. Percumbuan hangat itu, berlangsung dalam derai airmata.
Yoyo mendesah agak keras kala Hans berhasil memasukinya. Miliknya yang perkasa kembali mendaulat kepemilikannya. Hans dengan sigap memposisikan Yoyo pada sudut ternyaman, dalam dekapnya, ia menunggu sembari terus memberikan sentuhan sayang. Menunggu hingga tubuh dibawahnya itu tak begitu tegang sebelum mulai bergerak.
Dimulainya dengan gerakan-gerakan kecil namun tegas, Yoyo terus mendesah dengan gigilan-gigilan kecil dari tubuhnya. Dunianya yang baru, kenikmatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Gerakan-gerakan kecil Hans itu perlahan menjadi cepat, gesit dan tegas. Tiap desah nikmat Yoyo membuat Hans menambah lajunya tanpa sadar, ia belum berhenti sampai sesuatu yang mengejutkan terjadi setelahnya.
"Kang... Ah... Aku... Aku... Argh!"
Tanpa bisa diterka Hans, tubuh ramping Yoyo kemudian melengkung beberapa derajat keatas seraya air seninya yang memancar berulang-ulang keudara dan membasahi keduanya. Yoyo baru saja mencapai orgasme terhebat dalam hidupnya. Beberapa detik, lalu tubuh itu terkulai sembari masih sesekali bergetar oleh sengatan kenikmatan.
Hans tersenyum kecil lalu menggoda sang kekasih. "Seenak itu, kah?" Ujarnya seraya menyentil hidung Yoyo.
"Ih!" Ketus Yoyo di sela-sela kesukarannya mengumpulkan kesadaran.
"Mau lagi?" Tanya Hans dengan nakal diiringi kedipan kecil.
Tahap selanjutnya dimulai Hans dengan menyangga punggung Yoyo dengan bantal hingga tubuhnya setengah terangkat ke udara, setelahnya kedua tangannya menggenggam pinggang polos Yoyo dengan mantap.
"Arrrhhh..."
Setiap hentakan Hans berbalas desahan pasrah Yoyo dibawah kuasa sang kekasih. Ia seperti terbang dalam arti yang sebenarnya. Batang besar dan keras milik Hans menerjangnya tanpa ampun pada titik ternikmat. Milik Yoyo bak air mancur dibuatnya terus mengeluarkan isinya, lagi dan lagi. Hingga keduanya basah sebasah-basahnya. Pada jeda-jeda singkat yang dibuat Hans, tubuh kekasihnya akan bergetar-getar pelan masih dalam pengaruh orgasme yang tak henti.
Pada satu titik, Hans pun siap mencapai puncaknya. Tubuhnya benar-benar mengunci Yoyo dibawahnya, terus menerjang Yoyo disana dalam laju yang tak lagi menurun. Yang bisa dilakukan sang kekasih adalah balas memeluk sekeras yang ia bisa, pasrah dan menerima. Lalu Hans pun mencapainya, orgasme yang luar biasa nikmatnya. Ruangannya terdengar begitu gagah seiring tubuhnya yang bergetar seraya hentakan-hentakannya pada Yoyo mencapai akhirnya. Ia masih dalam posisi itu untuk beberapa saat sembari mencumbu Yoyo dengan mesra. Yoyo yang tubuhnya masih bergetar-getar kecil di dalam dekapnya.
Hans mengecup puncak kepala sosok indah yang meringkuk lemah dibawahnya itu dengan senyuman bahagia. "Kamu hal terindah yang pernah terjadi dalam hidupku, Yo." Hans berujar seraya mengerahkan dekapannya pada tubuh Yoyo lalu bersama membiarkan diri terbuai lelap.
**
Beberapa tahun sebelumnya.
"Kang! Bangun... Kang Yoyo!" Ilham mengibas-ngibaskan selimut Yoyo dengan kesal.
Yoyo menggeliat besar, membentangkan kaki dan tangannya ke segala penjuru dengan malas. Tapi belum juga bangun dari tempatnya. Ilham mendengus resah, tapi kemudian tersenyum kecil, ia tidak kehabisan akal. Mengingat semalam mereka berdua sudah terlanjur membuat seprei ranjang basah dengan aneka macam cairan, Ilham pun dengan santai mengisi baskom mie instannya dengan segelas air es lalu menyiramkannya sekaligus ke bagian tengah tubuh sang kekasih.
"Aaaaa!" Teriak Yoyo seraya menegakkan tubuh lalu melucuti satu-satunya kain yang menutupi tubuhnya itu sebelum tersiksa lebih jauh oleh dinginnya siraman Ilham. "Tega!" Ilham dengan sigap memasukkan boxer itu ke dalam keranjang pakaian kotor beserta selimut dan sarung bantal yang sudah ia buka sebelumnya.
"Cepetan, bantuin itu temen-temen Kang Yoyo nyiapin sesajen buat sidang. Enak banget terima jadi aja. Nih, cepetan minggir." Ujar Ilham tanpa dosa seraya menyelempangkan Handuk ke tubuh telanjang kekasihnya itu setelah mendorongnya turun dari ranjang.
Yoyo melangkah malas ke kamar mandi namun segera bersandar malas ke dinding begitu masuk.
"Ilham siram air es lagi kalau mau?" Serunya dari luar.
"Iya... Iya... Huh, gak sadar apa dia yang bikin lemes gini." Ketus Yoyo, semalam Ilham begitu liar membuatnya sampai kewalahan meningkahi.
Ilham hanya tersenyum sembari memasukkan seprei ke dalam keranjang.
Yoyo keluar setelah Ilham selesai memasak sarapan untuk keduanya. Dua porsi roti bakar dengan tumis jamur favorit Yoyo sudah tersaji di atas meja. Yoyo mempercepat sesi ganti pakaiannya demi bergegas segera menuju meja makan. Aroma khas roti bakar berpadu dengan wanginya jamur membawa selera makan Yoyo menjadi menggila. Ia makan dengan amat lahap, sementara Ilham menyaksikannya dengan senyum bahagia.
Belasan menit setelahnya, Ilham baru saja turun dari motor Yoyo di depan laboratorium. Ia masih sempat merapihkan rambut Yoyo dengan sisir sebelum beranjak.
"Hmm, udah. Perfect. Selesai praktikum Ilham langsung kesana, jangan lupa berdoa Kang."
"Siap. Ham, apa jadinya aku tanpa kamu." Desis Yoyo seraya mencuri satu ciuman ke bibir Ilham setelah melihat sekitar.
"Dasar. Hmm, Kang Yoyo akan baik-baik aja kok. Bahagia." Ujar Ilham seraya tersenyum lalu memberi kecupan kecil ke pipi Yoyo sebelum berlari masuk ke dalam laboratorium.

*

Yoyo terbangun merasakan sesak yang menyiksa di dadanya, ia masih berada di dalam dekapan Hans. Ia baru saja memimpikan satu kenangan indah bersama mendiang Ilham. Segera setelah kesadarannya menyeruak ke permukaan, rasa sakit itu menyapanya kembali. Dadanya naik turun oleh paru-parunya yang berusaha mencari oksigen sebanyak mungkin. Pergerakannya itu membangunkan sosok yang tengah memeluknya itu.
"Kenapa yang?" Ujar Hans seraya membelai rambut Yoyo.
Lelaki dalam rengkuhannya hanya bisa menjawab dengan tangisan, bahunya berguncang oleh isak sesenggukan. Hans langsung paham, ia tak perlu bertanya lagi. Hanya mendekap lebih nyaman, membelai dan mengecup puncak kepala Yoyo berharap mampu memberikan sedikit nyaman ke dalam hatinya.

I Think I Love You, Buddy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang