Part 13.2

1.5K 88 3
                                    

20.07pm
Nico bersama sebagian besar panitia sedang menikmati makan malam di dalam sekretariat. Semua terlihat lesu dengan raut lelah yang amat kentara.

"Ehm... Guys! Makasih banget buat kalian lah, gua bisa gila lah kalau gak ada kalian. Haturnuhun pisan! Kita semangat terus ya! Besok penutupan!"

Para panitia menjawab dengan senyuman dan acungan jempol. Mereka merasa tak salah memilih Nico memimpin panitia kali ini.

Netha memasuki ruangan tak lama setelah usai pidato singkat Nico itu.

"Eh, si Reno mana! Ah ni dia, ada yang nyari kamu tuh! Eh bagi dong kripiknya?" Ujar Netha dengan senyum penuh arti, sambil merogoh keripik dari plastik milik Fanny.
"Siapa?"
"Your special one!"
"Siapa sih?" sergah Fanny, Netha berbisik kecil ke telinganya. Wajah Fanny langsung berubah takjub.

Sementara Nico hanya diam menatap ke arah Reno.
Reno melangkah keluar ruangan, matanya langsung membelalak mendapati siapa yang berada di sana menunggunya.

"Gemma?"

"Hehe, emh... Aku datang disaat yang salah ya? Maaf kalau benar begitu, Ren. Aku baru sampai sejam yang lalu, langsung pengen langsung ketemu kamu." Ujar Gemma jujur, yang diujarinya masih seakan tak percaya wanita itu sudah berada dihadapannya saat ini.

Reno menarik pelan lengan Gemma, sedikit menjauhi pintu.

"Kamu harusnya tau kan, Gem. Setelah hari itu, rasanya gak akan pernah ada lagi saat yang tepat untuk kita bertemu. Kamu masih terlalu naif, Gem. Sampai berpikir menemui aku disini."

Lidah Gemma kelu, kata-kata yang disusunnya tadi mendadak hilang lenyap. Ia mulai berairmata.

"Sama-sama saling menjauh adalah pilihan terbaik buat kita saat ini, Gem. Kamu lebih tau itu."

Ujar Reno seraya berbalik melangkah kembali memasuki ruangan.
Semua langsung menangkap raut suramnya begitu kembali duduk, Nico meremas pelan pundak kekasihnya itu. Tak ada yang bersuara, semua paham situasinya.

21.11pm

Nico dan Reno pulang bersama, Reno membonceng motor Nico. Ia sedang tak bisa membawa motor akibat cidera pergelangan tangan beberapa minggu lalu.

"Masih sakit banget tanganmu yang?" Ujar Nico setengah berteriak, motor dilajukannya dengan kecepatan pelan.
"Udah jauh mendingan lah dari yang lalu, tapi ya itu masih mustahil dipake nyetir.
Makanya tadi kasihan di Heru nyupirin aku kesana kemari. Mana dia harus ngurus gugusnya juga."
"Ya Tuhan kasian banget, iya ih... Si Yoyo menghilang kemana sih tadi?"
"Kayaknya sama si Ilham. Soalnya kata Netha tadi mereka ke sekre, gak lama tapi. Cuma ngobatin lukanya si Ilham make minyak urut sama koyo."
"Ilham siapa?"
"Itu yang kuurus kemarin... Eh, aku belum cerita ya?"
"Belum lah, siapa sih?"
"Haduh, tapi jangan marah ni yah. Nanti lah aku cerita nyampe kosan."
"Apa sih gak jelas banget ngomong dari tadi, eh yang kita makan jagung bakar yuk, di tempat biasa? Sumpah lagi pengen banget makan itu!"
"Ok, tapi segini aja nyetirnya. Jangan cepat-cepat, dingin."
"Yaelah, nanti kehabisan jagungnya. Udah kamu peluk aja yang erat."
"Huh, dingin banget jeprut!"
"Nanti aku angetin nyampe kosan deh, sampe mendidih juga aku bisa. Hahaha."

*

Tak sampai lima menit mereka tiba ditempat makan jagung bakar yang jaraknya beberapa kilometer dari kampus mereka. Beberapa gerobak terlihat masih parkir dengan asap mengepul di pemanggangannya, tandanya mereka belum kehabisan. Omelan Reno akan Nico yang mengebut amat kencang terhenti begitu menghirup aroma harum dari jagung bakar pesanan orang yang melewati mereka. Keduanya segera bergegas memesan.

Pesanan datang cukup cepat, tak sampai sepuluh menit. Dikarenakan pembeli yang sudah tak banyak karena memang sudah cukup larut malam. Sambil makan Reno menceritakan semua yang ia tau tentang Ilham hingga detil siapa saja yang terlibat dalam penyerangan terhadapnya kemarin. Nico sendiri paham situasinya, dan memang tak ada dari mereka yang tak tau tentang track record Andra yang teramat sangat buruk.

I Think I Love You, Buddy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang