Chapter 5

13.8K 1.2K 7
                                    

Berliana Kertadjaja

Benar, dia adalah Berliana yang aku kenal.

Dari jauh kulihat, ia duduk dengan memberi kesan keanggunan yang menurutku terlalu dipaksakan.
Karena, wanita yang anggun tidak akan pernah menyakiti wanita lain dengan sengaja. Apalagi sengaja menghancurkan dan merebut masa depannya.
Jadi menurutku, seorang Berliana jauh dari kesan anggun, sekeras apapun ia mencoba.

Bahkan namanya pun tak mampu menolongnya untuk menjadi berkilau seperti berlian.

Antipati ?
Mungkin...tapi yang jelas banyak kemarahan yang belum sempat kulontarkan padanya.

We'll see apakah aku akan meledak seperti bom atau justru sedingin gunung es.

Aku berjalan pasti mendekati mejanya. Ada sinar kaget terpancar dari matanya.
Wajar jika ia kaget. Aku sengaja tidak menyebutkan nama pribadi saat membuat janji dengannya.

"Sasa..." tutur Berliana dengan sedikit tergagap.
Aku bisa menangkap kepanikan yang terlihat di raut wajahnya.

Kenapa jadi dia yang panik?

"Ya, sudah lama menunggu?" tanyaku tanpa basa-basi. Aku pun menarik kursi dan duduk di hadapannya.

"Belum lama kok, Sa," jawab Berliana.
"Jadi kamu yang nanganin desain apartemenku?" tanya Berliana pelan.

"Iya, aku yang menangani. Apa kamu keberatan?" Serangku tajam.

"Ah, enggak kok, Sa," jawab Berliana cepat.

Aku menyelidiki raut mukanya. Berliana gugup.

"Oke, jadi kamu mau konsep desain seperti apa untuk apartemenmu?"  tanyaku langsung.

Malas sekali jika harus bertele-tele dengan Berliana.

"Aku ikut kamu aja, Sa," jawab Berliana dengan
gugup.

"Masa aku yang nentuin? Kan, apartemen kamu," sahutku. Aku menghela nafas.
"Kok jadi tambah aneh gini sih kamu, Berliana?"  batinku.

"Kamu aja yang nentuin, Sa. Aku percaya kok dengan selera kamu," kata Berliana seakan-akan mencoba meyakinkanku.

Lah, kan emang aku yang enggak percaya sama dia! Kayaknya kamu keder ya, Berliana.
Aku jadi ingin ketawa sendiri. Berhari-hari sakit kepala karena mikirin reaksi dia yang jumawa, eh malah dia kayak orang keder gini.
Kamu sih, Sa! Overthinking gak jelas!

"Oke, kalau gitu kapan kita bisa survey ke apartemen kamu?" tanyaku cepat.

"Kita makan aja dulu ya, Sa!" ajak Berliana.
Seorang pelayan kemudian datang, dan mencatat menu yang kami pilih.

"So, kapan?" desakku lagi.

Berliana menatapku, dan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan, "Kalau besok bisa?"

"Bisa, jam berapa?" tanyaku lagi.

"Jam 11 siang aja, ya?" jawab Berliana pelan.

"Oke, Fine. Besok setelah dari apartemen, saya akan membuatkan beberapa jenis konsep rancangan, nanti kamu bisa pilih dari beberapa pilihan itu," putusku cepat.
"Hanya saja mungkin butuh waktu beberapa hari, karena ada proyek restoran yang harus aku tangani dulu," tambahku.

"Ah, iya, gak pa pa kok, Sa. Take your time!" sahut Berliana.

Walau dongkol, tetap saja harus berusaha profesional ya, Sa!

Seorang pelayan kemudian datang mengantarkan pesanan makanan dan minuman kami.

" Nanti malam aku kirimkan lokasinya ya, Sa," kata Berliana pelan.
"Btw, apa kabarmu, Sa?" tanyanya lagi.

"Great...i am doing great, Berliana," jawabku sesantai mungkin. Eh bukan deh. Sedingin mungkin.
"Thank you for asking!" tambahku lagi.

"Aku tahu apa yang aku lakukan itu kelewat batas," tutur Berliana.

Aku terdiam. Pikiranku menelaah setiap rasa yang ada di hatiku.
Aku tak ingin salah menganalisa perasaanku sendiri.

Cukup lama kami dalam keheningan sebelum akhirnya aku memantapkan hati untuk menjawab.

"Kejadian lima tahun lalu, cukup membuatku belajar banyak," jawabku.
"Konon katanya, kalau kita kehilangan seseorang dan menemukan diri kita sendiri, itu artinya kita justru mendapatkan kemenangan hakiki," terangku lagi.

Berliana hanya menunduk. Entah apa yang ada dipikirannya.

Rancangan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang