Bukan Jakarta namanya kalau tidak macet.
Sudah dua jam lebih, aku terjebak di jalan tol.
Jangan salah, jalan tol di Jakarta bukan berarti bebas hambatan, justru sering terhambat. Untungnya cuaca hari ini mendung, jadi masih agak lumayanlah. Perjalananku kembali ke kantor menjadi lebih lama, padahal kalau tidak macet mungkin hanya butuh waktu sekitar lima belas menit dari apartemen Berliana.
Iya, akhirnya hari ini aku sudah mengecek dan melihat apartemen Berliana.
Pikiranku menerawang apa yang disembunyikan Berliana. Karena, tadi pun ketika bertemu, Berliana masih bersikap salah tingkah.Entahlah, biar saja waktu yang menjawab.
Gawaiku bergetar. Sebuah panggilan masuk dari Natasya.
Oke, aku lumayan panik, ada kejutan apalagi dari Natasya?"Halo, Mbak Sasa," sapa Natasya di seberang sana.
"Iya, Halo, Mbak. Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanyaku to the point."Gini, Mbak. Saya sekarang masih di Kuala Lumpur. Tapi saya sudah memutuskan kalau untuk pengerjaan renovasi restorannya, saya tidak jadi memakai jasa Mbak Sasa. Jadi Mbak Sasa hanya mengerjakan desain interiornya aja ya, Mbak," titah Natasya.
What! Ingin rasanya aku memaki, tapi apa daya makianku hanya bisa kutelan kembali.
Aku berusaha tetap tenang," Oke kalau begitu, Mbak," sahutku.
"Nah, nanti Mbak Sasa ketemu dengan sepupu saya ya yang menangani proyek ini." sambungnya lagi.
"Oke, kapan rencananya akan ketemu, Mbak? Apa nanti nunggu Mbak pulang dari Kuala Lumpur?" tanyaku cepat sambil berusaha tetap konsentrasi mengemudi. Karena, kemacetan mulai terurai.
"Enggak perlu nunggu saya , Mbak. Sekarang Mbak bisa ke restoran? Kebetulan sepupu saya tadi bilang kalau dia sudah sampai ke restoran," kata Natasya.
Ada pertanyaan disitu, tapi nadanya lebih kepada sebuah perintah. Aku hanya bisa menggeleng kepala seperti orang bodoh. Hiks.
"Bisa ya, Mbak? Biar sekarang saya hubungi sepupu saya itu," sambungnya lagi.
Aku menghela napas dan menjawab,"Oke, Mbak. Saya ke sana sekarang."
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku belum membawa print-out desain restoran Natasya. Karena, memang ini di luar rencanaku. Aku hanya membawa filenya saja yang kusimpan di laptopku.
"Nanti mbak Sasa akan bekerja sama dengan sepupu saya itu ya. Dia sudah paham apa yang saya mau untuk sementara ini," ujar Natasya lagi.
Dan kalimat sementara ini, sukses merebut konsentrasiku dan membuatku fokus pada hal itu. Rupa-rupanya, Natasya sering sekali berubah pikiran. Semoga saja dia tidak amnesia.
Ya ampun, betapa antiknya manusia seperti Natasya ini. Sekali lagi aku menggeleng-geleng kepala."Oke, siap, Mbak. Saya laksanakan," jawabku cepat.
Aku ingin cepat-cepat menutup panggilan ini dan segera ke restoran."Oke, Mbak Sasa. Terima kasih atas pengertiannya ya, Mbak," ucap Natasya. Ada ketulusan di kata-katanya.
"Iya, Sama-sama, Mbak. Sudah menjadi tugas saya untuk mengakomodir keinginan klien," sahutku.
"Oke, Mbak. Bye!" tutup Natasya mengakhiri panggilan.
Oke. Berarti aku tidak jadi kembali ke kantor dan menuju ke restoran Natasya.
Di parkiran restoran Natasya, kulihat ada sebuah sedan hitam keluaran terbaru. Pasti itu mobilnya sepupu Natasya yang tadi dibicarakan.
Aku memarkir mobilku persis di sebelah sedan hitam tersebut. Menguncinya, kemudian bergegas masuk ke dalam restoran.
Begitu di depan pintu masuk, langkahku terhenti.
Aku menatap lama dan memastikan aku tidak salah lihat.Sebelum aku sempat berkata apa-apa, lelaki tersebut mendekatiku dengan senyum lebarnya. Senyum yang dulu kerap membuatku merasa bersalah karena begitu menikmati akibatnya untuk hatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rancangan Rasa
ChickLitBuat seorang Rasabrina Andrista, kepuasan klien atas hasil kerjanya adalah yang terpenting. Sasa selalu rela jungkir balik koprol agar proyeknya selesai seminggu sebelum deadline, sesuai budget awal dan sesuai ekspektasi klien. Maklum, Sasa punya si...