Chapter 9

11.8K 936 4
                                    

"Sasa, bangun dong! Ayo temenin aku ke supermarket!" Seru Naya dari ujung tempat tidurku.

Aku membuka mata perlahan.
"Males ah, Nay! Ngantuk banget, Nih!"sahutku sambil menggeliat.
Naya mendekat dan menarik selimutku.

"Eeh, itu gawai daritadi getar mulu!" kata Naya sambil menunjuk gawaiku yang terletak di atas nakas.
Aku bangun duduk dan melihat ke arah gawaiku.

Lucia memanggil.

"Kenapa enggak diangkat?" tanya Naya penasaran.
"Iya, bawel. Ini mau aku angkat!" balasku.
Naya terkikik.

"Halo, Lucia,"
"Sasa, aku butuh kamu buat desain klinik kecantikanku. Please, kamu bisa kan?" todong Lucia tanpa basa-basi.

Aku terdiam sejenak.

"Sori banget, tapi proyek yang aku tangani masih belum beres. Aku enggak mau akhirnya punya kamu malah gak kehandle sama sekali," tolakku.
"Aku bisa rekomendasikan temenku, Delia untuk nanganin proyek kamu nantinya," sambungku lagi.

"Ah, aku enggak mau yang lain. Aku maunya kamu yang handle!" putus Lucia.
"Bisa ya?" desaknya lagi.

Aku memijit kepalaku yang tidak sakit. Apes banget sih aku, baru aja bangun tidur udah berhadapan dengan orang yang super maksa.

"Tunggu kabar dari aku minggu depan ya! Kalau misalnya aku sanggup nerima, aku akan kabari kamu. Oke, Lucia!" putusku cepat.
"Oke, aku tunggu!" panggilan diputus.

Great way to start my day. Kembali kupijat kepalaku yang tidak sakit. Supaya aku bisa sedikit relaks.

Naya duduk di sampingku.

"Kenapa?" tanyanya pelan.

"Sebel aku tuh. Dari kemaren Lucia maksa supaya aku ngerjain proyeknya. Udah kubilang baik-baik kalau aku gak bisa, tapi kok ya tetep aja maksa!" cerocosku dengan emosi.

"Lucia, si ketua geng yang suka ngelabrak kamu dulu?" tanya Naya memastikan.
"Iye, siapa lagi! Kemaren pas reuni, ketemu sama dia. Eh, sekarang kok kek gini ya! Malah ngejar-ngejar buat aku ngerjain proyeknya!" jawabku sewot.

"Apa gak bikin aku curigation, coba! Dari dulu kan ngerjain aku mulu!" tuturku lagi.
Naya diam dan bergumam,"Iya, ya kenapa juga?"

"Pusing kan jadinya aku tuh! Mana Natasya bikin keder mulu! Belum lagi proyeknya Berliana yang belum ke-handle sama sekali!" keluhku lagi.

"Kalo dicek Pak Danu, bisa abis aku tuh. Lagian sih aku tuh bingung kenapa bisa barengan gini sih ketemu klien rese!" omelku lagi.

"Tapi kan kamu belum nerima proyeknya Lucia. Udah tolak aja atau kasih sama Delia!" saran Naya.

"Duh, Naya cantik. Kamu denger sendiri kan tadi aku udah ngomong gitu, tapi si Lucia mah gak bergeming," terangku lagi seraya berdiri.

"Udah ah, pusing! Bentar aku mandi dulu baru kita pergi," kataku sambil berjalan keluar kamar.

"Dih, kamar mandinya di sini, Mbak!" teriak Naya.

"Lapeerr ! Mau makan dulu aja!" jawabku.

Naya terbahak-bahak sambil menyusulku ke meja makan.
"Eh Sasa, aku tuh suka kalau kamu stress, gak sinkron dan perfeksionisnya menghilang!" Naya masih terus tertawa.

"Udah tau dari dulu, itu mulu yang dibahas! Pantes kamu maunya aku stress mulu!" protesku sambil mengambil roti dan mengoles selai kacang kesukaanku.

"Eh tapi aku tuh bingung, kenapa kerjaan aku kok berasa kayak reuni ya? Ya sama Berliana juga," lanjutku lagi.

Naya melotot, "Haah, apa kamu bilang? Berliana yang itu?" tanya Naya kaget.

"Eh aku belum cerita ya? Iya, Berliana itu, sapa lagi!" jawabku.

"Iya, belum cerita. Trus gimana dia?" Naya penasaran.

"Ya gak gimana-gimana. Malah dia yang kayaknya salah tingkah gitu," jawabku asal sambil mengangkat bahu.

Naya melongo dan kemudian bergumam,"Kok unpredictable gitu ya?"
Aku mengangkat bahu sambil berkata,"We'll see then, apa ada udang dibalik bakwan?"

Rancangan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang