Chapter 18

9.3K 810 4
                                    

Begitu mendapatkan parkir, kami langsung menuju salah satu restoran kesukaanku. Tidak terlalu banyak orang di sini. Kami mengantri sebentar untuk memilih makanan,membayarnya dan kemudian duduk berhadapan.

Aku masih memilih diam dan kemudian menyadari bahwa Mikhail sedang terpana dengan muka keheranan. Tatapannya tak berkedip ke arah luar restoran.

"Kenapa? Ada apa?" tanyaku sambil menengok ke arah belakangku. mataku hanya menangkap beberapa orang yang sedang berjalan.

Mikhail terhentak.

"Hhmm...gak pa pa...mungkin salah orang!" ujar Mikhail sambil mengambil gawainya dan melakukan panggilan. Tak lama kemudian, Mikhail meletakkan kembali gawainya di atas meja.

Aku melanjutkan makan dengan hening. Begitu juga Mikhail.

Hanya saja, ia terlihat gelisah. Kulihat ia kembali mengambil gawainya dan terlihat seperti mengetik pesan.

Kalau seperti ini, lebih baik memilih untuk tidak bertanya lagi. Mikhail kemudian melanjutkan makan.

Jadilah, kami hanya terdiam dan saling menikmati makanan dengan pikiran masing-masing.

Selesai makan, aku baru teringat untuk menelepon. Aku mengeluarkan gawai dari tasku.

"Halo, Pak! Udah di apartemennya bu Berliana?" tanyaku.

"Udah, Mbak. Saya sudah di lobbynya." sahut pak Jery di seberang sana.

"Oke, tunggu saya ya pak, sebentar lagi saya ke sana!" putusku.

Aku mematikan panggilan dan menatap Mikhail.

"Bisa tolong anter aku ke sana, ya?" pintaku pada Mikhail.

"Oke, ayo!" ia menyeka mulutnya dengan tissue.

Mikhail kemudian beranjak berdiri, aku mengikutinya dari belakang.

Di depan restoran, ia berhenti dan berbalik menungguku untuk  kembali melangkah sejajar.

Sampai disana, pak Jery memang sedang menungguku. Nampak ia menyibukkan diri dengan gawainya.

Aku menyapanya dan berkata," Ayo, Pak...kita ke atas!"

Sebelum beranjak, aku menengok ke arah Mikhail, " Kamu tunggu di sini?"

"Iya,Sa...I'll wait. Take your time!" kata Mikhail.

Berliana menyambutku dan pak Jery dengan keramahan yang berlebihan. Mengingat Berliana bukan type yang ramah, setidaknya dari sejak awal aku mengenalnya. Ya, mungkin saja waktu mengubahnya. Mungkin juga tidak.

Aku segera memberi perintah kepada pak Jery untuk memastikan detail ukuran kitchen set yang akan dipesan , walk in closet serta beberapa furnitur built-in lainnya.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling apartemen Berliana yang memang masih nampak berantakan. Di tengah ruangan terdapat sebuah pigura besar yang belum dipasang dan hanya  disandarkan di dinding.

Perlahan aku melangkah mendekat dan menyadari bahwa itu foto Berliana dan lelaki itu.

Hhmm...bahkan aku masih sangat enggan menyebutkan namanya lagi. Berliana mendekatiku.

Tiba-tiba suara lelaki yang pernah familiar itu terdengar.

"Sasa, senang bisa bertemu kamu lagi," serunya sambil mendekatiku. Aku menatapnya tajam.

"Kamu makin cantik saja, Sa!" ujarnya lagi. Ia sengaja membalas dengan tatapan liarnya

Aku membuang muka dan menatap Berliana,"Kenapa belum berhasil kamu didik lelaki brengsek ini?"

Berliana menunduk. Sebelum aku melanjutkan kata-kataku, lelaki itu berujar,"Sampai kapanku aku tidak akan pernah bisa berhenti, Sasa,"

"Geli banget melihat betapa bangganya kamu akan hal itu! Ya Tuhan, hanya lelaki paling lemah yang tidak pernah berhasil menguasai dan mengekang nafsunya!" ejekku.

Ia mendekat, aku melihat gurat kemarahan di wajahnya.

"Seharusnya sudah dari dulu aku taklukkan kamu!" ancamnya.

Aku menantang balik, " Heh, kamu lupa dengan yang pernah terjadi? Apa yang aku lakukan kepadamu saat kamu coba menyentuhku? Tidak mudah untuk menaklukkan pemegang sabuk hitam Taekwondo!" ejekku lagi, kali ini dengan tatapan tajam.

Muak sekali rasanya melihat ia berlagak hebat seperti ini.

Ia bergerak maju mendekatiku, matanya menyiratkan kemarahan. Aku mendorong dadanya dengan kasar,"Stay away from me! Jika kamu tidak mau aku perkarakan dan bongkar semua kartumu!"

"Masih tersimpan rapi semuanya," tegasku.

Kemudian aku melihat ke arah Berliana,"Kamu masih bisa bertahan dengan dia?"
"Oh ya, btw, sudah berapa tahun kalian menikah?" tanyaku lagi pada Berliana.

Rancangan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang