Chapter 7

12.4K 1K 9
                                    



Dari jauh kulihat Natasya berdiri di sudut ruangan, Ia nampak serius berbicara dengan seorang wanita. Mungkin karyawannya, karena kepala wanita itu terus tertunduk seperti sedang dimarahi.

Tidak ingin mengganggunya, aku pun berdiri menunggu di dekat pilar besar. Begitu seriusnya Natasya berbicara, sehingga ia butuh waktu sekitar tiga menit untuk menyadari bahwa aku sudah ada di sini.

"Sebentar ya, Mbak!" seru Natasya dari tempatnya berdiri.
Aku hanya menggangguk pelan.
Natasya kemudian menghampiriku dan mengajakku ke sisi sudut ruangan.

"Silahkan duduk, Mbak!" Natasya mempersilahkan aku duduk di sebuah sofa di sudut ruangan.
"Saya sudah membawa berkas rancangan dan print-out layout desain per ruangan," Aku membuka percakapan sambil menyerahkannya pada Natasya.

Alih-alih menerimanya, Natasya justru berkata," Ada yang ingin saya sampaikan, Mbak. Saya tidak jadi memakai desain french-style. Tapi saya sudah memutuskan untuk memakai desain industrial style,"

Uhuk...rasanya aku seperti menelan es batu.

Beneran ya, Mbak! Anda menyebalkan.
Jauh banget bedanya french style dengan industrial.

Otakku menelaah apa-apa saja yang perlu aku lakukan. Mataku melihat sekeliling ruangan yang masih direnovasi.
Natasya mendesak," bisa kan, Mbak?"

"Iya, Mbak. Bisa, tapi renovasi yang berjalan harus dihentikan sementara. Nanti akan ada bagian-bagian dari restoran yang harus diekspos, jadi saya harus mengerjakan rancangannya dulu untuk menentukan sisi bangunan sebelah mana yang akan dibiarkan mentah." jawabku sambil berpikir cepat.

Natasya kemudian berkata lagi, "Lusa bisa saya lihat desainnya, Mbak?"

Serius, aku melongo. Berasa dikejar ombak atau hujan atau angin atau apalah.
Otakku belum selesai memikirkan apa saja yang harus aku siapkan.

"Sepertinya akan saya usahakan, Mbak," sahutku.

Damn, Sasa. Kenapa malah mengiyakan sih?!
My perfectionist side surely will kill me!

"Satu lagi, Mbak! Luxury style-nya harus tetap terlihat," perintah Natasya tegas. Matanya menatapku tajam seakan memaksaku tunduk.

Maaak, aku nih berasa kek babu kamu deh!

"Oke, kalau begitu saya mau meninjau lagi ruangan-ruangannya agar bisa segera saya kerjakan," sahutku pasti.

Tanpa mengindahkan Natasya, aku berjalan mengelilingi ruangan.
Oke, tantangan diterima! Mari jungkir balik, Sasa!

Aku merogoh tasku dan mengeluarkan gawaiku.
Aku perlu menghubungi mandor renovasi dan memerintahkannya agar menghentikan proyek renovasi dua hari ini sampai aku sudah mengetahui pasti apa-apa yang harus dilakukan.

Menggabungkan kesan mewah dengan industrial bukan sesuatu yang mudah, apalagi jika keadaan restoran sudah hampir jadi seperti ini.
Kemewahan itu bisa ditampilkan dengan permainan kaca di bagian atap. Tapi atapnya saja sudah terpasang sempurna. Masa harus dibongkar!

Oke, let's move fast, Sa!

Aku pun mulai menandai bagian-bagian yang sekiranya akan aku eksploitasi untuk memberi kesan industrial yang mewah.

Selesai melakukan itu semua, aku menghampiri Natasya yang masih duduk di sofa tadi.

"Apa masih ada yang perlu Mbak Natasya sampaikan kepada saya?" tanyaku to the point.

"Sementara, itu dulu, Mbak!" jawabnya tegas.
"Nanti kalau ada lagi, saya segera hubungi Mbak!" lanjutnya.

Otakku mencerna kata" sementara" dan memberikan reaksi merinding ke tubuhku.

Kata sementara Natasya terkesan sangat horror kali ini. Mungkin untuk selanjutnya, kata sementara dari Natasya bisa aku kategorikan sebagai red flag.
Iya, red flag yang dipakai sebagai simbol tanda adanya bahaya. Supaya, aku bisa persiapan menghadapi tantangan atau cobaan selanjutnya dari Natasya. Entahlah.

"Baik, Mbak. Kalau begitu saya pamit kembali ke kantor, ya!" ujarku sambil mengulurkan tangan.

Natasya menyambut uluran tanganku dan tersenyum kepadaku.

Aku butuh cappuccino-ku.

Rancangan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang