Chapter 22

7.8K 709 10
                                        

"Mau ya, Sa?" desak Lucia lagi.

"Cuman makan siang aja, ya! Sebagai teman aja loh, ya?" tegasku.
Lucia mengangguk, "Oke, biar kalian saling mengenal aja!"

Aku tersenyum samar sambil menelaah tindakanku yang mengiyakan ini semua. Tiba-tiba aku merasa gundah. Aku bingung kira-kira bagaimana perasaan Mikhail kalau mengetahui aku makan siang sama kakaknya Lucia yang katanya naksir aku dulu.
Kenapa juga aku mau ya, padahal gak ingat juga sama dia?

"Nanti aku kasih nomer gawai kamu ya sama Aldo," kata Lucia, seakan-akan tidak butuh persetujuanku.
"Oke, gak pa pa, kasih aja!" jawabku enteng.

Gawaiku berdering, aku mengambilnya dari tasku.

Nama Mikhail memanggil tertera di layar gawaiku.

"Bentar ya, aku angkat telepon dulu," kataku pada Lucia sambil berjalan ke pojok ruangan.

"Halo," sapaku singkat.

"Kamu dimana, Sa? Aku di kantormu nih tapi kamu gak ada," ujar Mikhail.

"Lagi ketemu klien, ntar lagi selesai kayaknya," kataku setengah berbisik.

"Cewek apa cowok ? Kok bisik-bisik gitu?" tanya Mikhail dengan nada menyelidik.

"Cewek, temen SMA-ku," sahutku.

"Ya udah, nanti kabarin aku kalau udah selesai! Aku nunggu di ruangan kamu, ya!" kata Mikhail dengan nada tegas.
"Oke, bye!" balasku dan kemudian memutuskan panggilan telepon.

Ternyata Mikhail benar-benar memastikan soal makan siangku. Hiks, bisa-bisa aku gendutan kalo gini terus.

Aku kembali menghampiri Lucia dan duduk kembali di kursi semula.
"Kalau kamu udah deal, kayaknya aku harus balik ke kantor aja, ya," kataku hati-hati.

"Iya, oke....Nanti kayaknya Aldo akan telepon janjian deh sama kamu ya, Sa," ucap Lucia pasti. Tatap matanya menyelidik. Entah apa yang ia ingin ketahui.
"Oke, aku balik dulu ya!" pamitku pada Lucia.

Perasaanku bilang kayaknya aku salah deh kenapa mau aja makan siang sama Aldo. Kalo misalnya dia itu sama anehnya kayak Lucia gimana?

Stupid, Sasa! Kamu aja gak pernah cocok ama Lucia, Kenapa juga buang waktumu buat makan siang sama abangnya!

Aku melangkah gontai keluar ruko. Kenapa pikiranku malah jadi ke Mikhail ya?
Kukeluarkan gawaiku dan melakukan panggilan.

Mikhail langsung mengangkat panggilanku.

"Iya, Sa, kamu udah selesai?" tanyanya langsung.

"Udah, ini bentar lagi otw ke kantor," kataku.

"Kita mau makan siang dimana?" tanya Mikhail dari seberang sana.
"Deket kantor aja, ya," pintaku
"Oke," sahut Mikhail.

———

Aku baru saja mau menyuapkan makanan ke dalam mulutku, ketika gawaiku berdering.
Aku melirik ke arah gawai yang terletak di atas meja.

Nomor gak dikenal. Malas aku ngangkat.

Ketika gawaiku berdering untuk yang ketiga kalinya, Mikhail melihat ke arah gawaiku dan bertanya, "kok gak diangkat?"
"Nomor gak dikenal ini, malas aku," sahutku dengan enggan.

"Aku yang angkat ya?" tanya Mikhail.
Aku menggangguk sambil menjawab,"Angkat aja, paling sales girl yang nawarin apa gitu."
"Halo," sapa Mikhail.
"Oh, Iya, ini siapa ya?" tanya Mikhail dengan mengernyit.
"Aldo?" sebut Mikhail.
"Ada perlu apa sama Sasa?" Mikhail berkata dengan nada meninggi.

Oh, sial! Abangnya Lucia rupanya.

Aku memberikan tanda dan berusaha mengambil gawaiku.
Mikhail bersikap sedikit defensif tapi akhirnya menyerah.
"Oh iya kenapa, Bang?" tanyaku di telepon.
"Iya, bisa, besok jam berapa?" tanyaku lagi.
Aku terdiam ketika mendengarkan Aldo menyebutkan nama cafe.
"Bang, kalau bisa yang deket kantor aja, ya... saya gak bisa lama-lama pergi makan siangnya," sahutku beralasan.

"Iya, oke!" aku segera memutuskan telepon dan meletakkan gawaiku di meja.

Mikhail berdehem," Siapa Aldo?" tanyanya dingin.
Aku diam.
"Itu kakak kelasku dulu, abangnya Lucia yang tadi ketemuan sama aku," jelasku dengan nada gugup.

"Kamu mau gunakan Aldo buat lari dari aku lagi? Mau bikin situasi seperti dulu, Sa?" serang Mikhail dengan emosi.

Aku makin gugup melihat galaknya Mikhail.

———

Nah loh!
Sampai ketemu besok, yaaa!

Rancangan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang