"Kenapa kok malah tertawa?" tanya Mikhail.
"You are so different," jawabku singkat.
"From?"
"Ya, dari pria yang pernah kukenal,"
"Emangnya ada berapa banyak pria yang kamu kenal?" selidik Mikhail.
Aku tertawa melihat ekspresi raut muka Mikhail yang penasaran.
"Yang jelas tidak sebanyak yang ada dipikiran kamu!" kataku menggantung. Sengaja tidak memberikan jawaban yang pasti.
"Ayo, katanya kita mau pergi ke restoran!" ajakku.
"Enggak lah! Sebelum kamu beri jawaban yang pasti!" desak Mikhail sambil menatapku.
"Yang mana? Jumlah prianya?" godaku.
"Ya,"
"Aku gak punya mantan banyak, satu orang saja sudah cukup membuatku freak-out!" sahutku pelan.
Mikhail diam, sepertinya ia menunggu aku melanjutkan perkataanku.
"Kamu beda dari mantanku dan juga beberapa pria yang coba mendekatiku," lanjutku.
"Oke, aku gak mau bahas lagi!" putus Mikhail.
"Aku takut kalau aku malah ke-GR-an!"
Mikhail bangkit dari duduk dan beranjak ke arah pintu.
"Ayo, kita pergi selesaikan masalah di restoran, sebelum Natasya semakin rewel," ajak Mikhail.
Aku berdiri dan berjalan menuju meja kerjaku, mematikan dan merapikan laptopku, kemudian beranjak mendekati Mikhail. Kami berjalan beriringan sampai ke lobby. Betapa kagetnya aku ketika melihat Aldo dan Lucia yang masih ada di bawah. Keduanya menatap kami bergantian. Ada yang sangat aneh dalam sorot mata Aldo. Ada kemarahan yang berlebihan dan tidak bisa dimengerti.
Aku menoleh ke arah Mikhail. Aku melihat tatapan heran Mikhail.
Aku yang mulai merasa aneh dan tidak nyaman dengan tatapan Aldo sedari kami baru keluar lift dan berjalan melewatinya, refleks mencrengkram lengan Mikhail. Mikhail, yang sepertinya menangkap gelagat tidak normal, justru kemudian merangkulku. Seakan menenangkanku. Instingku mengatakan kalau aku sebaiknya berusaha menghindari tatapan Aldo. Kami berjalan dalam keheningan sampai ke mobil Mikhail. Begitu aku duduk di dalam mobil, aku tak tahan untuk menahan komentar lagi.
"Aldo sama Lucia ngapain ya masih disitu?"
Mikhail yang sedang menstater mobil langsung menoleh ke arahku.
"Kamu pernah dekat sama Aldo?" tanyanya.
"Enggak pernah, aku baru tahu dari Lucia kalau Aldo suka sama aku pas SMA dulu," jawabku sambil berpikir.
"Seingatku, Aldo enggak pernah deketin aku. Kalau dia pernah deketin aku, ya pasti aku ingetlah sama dia!" terangku.
"Aku bahkan enggak ingat sama sekali tentang dia! Makanya agak aneh kalau Lucia bilang Aldo suka sama aku dari dulu!"
Mikhail terdiam.
"Tatapan Aldo ke aku seperti tatapan pacar yang cemburuan," tutur Mikhail.
Tiba-tiba gawaiku berbunyi. Aku mengeluarkannya dari tas. Aku terperanjat membaca nama yang tertera memanggil.
"Nih, dia nelpon aku sekarang!" kataku dengan nada kaget.
Aku menoleh ke arah Mikhail. Mataku menyiratkan permintaan saran akan tindakan apa yang perlu kuambil. Mikhail yang sedikit terkejut dengan ucapanku, kemudian memerintahkan," Gak usah diangkat, Sa!"
Aku mengangguk dan membiarkannya.
"Dia sering telepon kamu?" tanya Mikhail.
"Ada beberapa kali setelah makan siang tapi enggak aku ladeni, apalagi dia beberapa kali teleponnya juga sudah malam," sahutku.
"Aku juga heran kenapa dia telepon segala. Eh, malah tadi nongol di kantor," kataku lagi.
"Lucia juga aneh, tadi bilang aku gak usah nanganin proyeknya dia lagi asal aku mau nanganin proyek rumahnya Aldo,"
"Lalu kamu bilang apa?" tanya Mikhail.
"Ya jelas saja aku tolak! Yang bikin aku tambah kaget lagi kalau Aldo bilang itu rumah masa depan aku! Kayaknya dia suka berhalusinasi banget!" cerocosku.
Mikhail menoleh ke arahku dan mukanya terlihat serius.
"Aneh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rancangan Rasa
ChickLitBuat seorang Rasabrina Andrista, kepuasan klien atas hasil kerjanya adalah yang terpenting. Sasa selalu rela jungkir balik koprol agar proyeknya selesai seminggu sebelum deadline, sesuai budget awal dan sesuai ekspektasi klien. Maklum, Sasa punya si...