Waktu menunjukkan pukul 20.12, ketika aku dan Mikhail tiba di restoran Natasya.
Natasya, yang sedang menatap layar laptop, kemudian berdiri dan menyambut kami."Kalian lagi ngapain sih sampai Mikhail menonaktifkan ponselnya?" goda Natasya.
Mikhail langsung menghempaskan tubuh atletisnya di sofa besar berwarna abu-abu.
"Abis berdebat!" sahut Mikhail asal.
"Ya elah gue kira abis ngapain?" kata Natasya kecewa.
"Dih, lo tuh, ya! Malu tau ama Sasa! Emangnya gue kayak laki lo yang otaknya perlu dicuci!" sahut Mikhail ketus.
Natasya merengut,"Gak Lucu!"Aku hanya bisa diam melihat sisi lain Natasya yang bisa bercanda dengan Mikhail.
"Lo mau protes apa sih?" todong Mikhail sambil melihat ke arah Natasya.
"Gini loh, Mbak Sasa, kayaknya sofa-sofa ini bagusnya berwarna hitam ya! Saya mau ganti warna hitam!" kata Natasya sambil melihat ke arahku.
"Oh!" sahutku singkat. Hanya kata oh yang sempat terpikirkan olehku. Aku berpikir bagaimana caranya mengembalikan furniture ini!
Tak lama kemudian, aku mendengar suara Mikhail yang cukup tegas.
"Natasya, kamu kenapa sih! Warna abu-abu ini jauh lebih cocok dengan keseluruhan interior restoran ini," kata Mikhail.
"Gue paling gak suka dengan cara lo nyari pelampiasan. Yang perlu diganti itu suami lo, bukan sofa ini!" lanjut Mikhail sambil menatap mata Natasya.
"Lo yang kenapa segitu bencinya sama laki gue! Udah gitu ngebahas ini di depan cewek baru lo lagi!" tantang Natasya.
Mikhail menghela napas. Aku bisa melihat usahanya dalam menenangkan diri.
"Ini bukan masalah benci, Nat! Kamu sadar kan apa yang sebenarnya dia inginkan dari kamu? Apa dia pernah anggap perasaan kamu? Apa dia pernah mementingkan keinginan kamu? Itu bukan cinta, Nat!" kata Mikhail pelan.
"Lo tau darimana kalo laki gue gak cinta ama gue! Lo kan gak ngerasain cintanya dia ke gue. Dan inget ya hanya karena lo curiga sama dia, bukan berarti dia benar-benar brengsek!" bantah Natasya berapi-api.
Mikhail menahan emosinya.
"Nat, you know i tell you the truth! Kamu harus berani meninggalkan dia!" kata Mikhail.
Natasya terisak,"kenapa lo harus permaluin gue sih di depan interior designer gue?"
"Nat, jangan ngalihin pembicaraan, please!" pinta Mikhail.
Mikhail terdiam sebentar.
"Lagian Sasa disini bukan sebagai interior designer, tapi sebagai cewe gue. Gue mau ke sini juga karena gue bisa tahu dari suara lo kalau lo lagi stress. Siapa lagi yang bikin lo stress malem-malem gini dan mikirin kerjaan kalau bukan laki lo!" tutur Mikhail berusaha menekan emosi.
Duh, sepertinya aku jadi pengen lari keluar aja! Berada di situasi dua orang yang lagi berantem itu sama sekali gak enak. Apalagi sekarang Natasya justru menangis.
Aku merasa sebenarnya gak berhak mendengar, tapi kan ini terjadi di depan mataku. Gak mungkin kalau aku tutup kuping atau aku tiba-tiba pakai earphone bisa lebih gak sopan lagi kan.
Akhirnya aku putuskan untuk melangkah menjauh menuju pojok ruangan. Setidaknya biar Natasya lebih bisa merasa nyaman.
Berkaca dari situasi ini dan melihat Natasya menangis, aku termenung menyadari bahwa ada banyak orang yang selalu berusaha terlihat kuat.
Bahkan ada pula yang mendefinisikan kuat dengan bersikap kasar dan otoriter terhadap orang lain, padahal ia hanya lari dari kelemahan dirinya sendiri.
Natasya mungkin terlihat kuat dan mandiri.Tapi, jauh di lubuk hatinya, ia menyimpan deritanya sendiri.
Aku jadi mikir, mungkin selama ini aku juga seperti Natasya yang lari dari sesuatu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rancangan Rasa
Chick-LitBuat seorang Rasabrina Andrista, kepuasan klien atas hasil kerjanya adalah yang terpenting. Sasa selalu rela jungkir balik koprol agar proyeknya selesai seminggu sebelum deadline, sesuai budget awal dan sesuai ekspektasi klien. Maklum, Sasa punya si...