Dengan langkah cepat aku berjalan menelusuri parkiran dan menuju lobby kantorku.
Seperti biasa, aku langsung menuju ke arah lift.
Tapi sebuah panggilan menghentikan langkahku, aku menoleh ke belakang dan melihat Pak Kamto berjalan menghampiriku dengan memegang sebuket mawar merah."Selamat pagi, Mbak Sasa," sapa Pak Kamto.
"Selamat pagi, Pak," sahutku.
Aku melirik ke arah mawar merah yang dibawa pak Kamto.
"Wah, saya gak nyangka Pak Kamto suka beliin bunga buat istri yaa?" kataku salut.Muka Pak Kamto memerah, eh rupanya bisa tersipu malu juga pak Kamto yang berbadan besar seperti "bodyguard" ini.
"Mbak Sasa bisa aja, istri saya mah daripada dibeliin bunga lebih milih dibawain makanan, Mbak," kata pak Kamto yang kemudian tertawa.
"Ini buat Mbak Sasa," kata Pak Kamto sambil menyodorkan bunga tersebut padaku.
Aku terperanjat kaget. Siapa juga yang ngirim aku bunga?
Mikhail bukan type yang suka ngasih bunga deh, Dan dia tahu banget kalau aku kan cewek aneh yang enggak suka mawar merah.Mataku menangkap kartu yang tertera di buket tersebut dan aku membukanya.
Ok, fix. Aku merinding. Rasanya semacam baru lihat hantu. Dan hantu ini mengerikan. Ya iyalah namanya hantu pasti bikin merinding dan ngeri sendiri.
"Pak Kamto, udah pernah ngasih mawar merah buat istrinya?" tanyaku pada pak Kamto.
Pak Kamto yang dengan tatapan herannya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Nah, ini buat istri pak Kamto aja, ya!" kataku dengan memaksa dan menyerahkan buket mawar merah itu kembali ke pak Kamto.
Aku kemudian mencabut kartu dan hendak membuangnya."Okey, Pak....saya ke lantai atas, ya," pamitku pada Pak Kamto yang masih menatapku keheranan.
Aku baru akan beranjak pergi ketika teringat sesuatu dan menoleh lagi kearah Pak Kamto.
"Nanti kalau ada yang cari saya, tolong bilang saya enggak masuk kantor aja ya, Pak!" pintaku pada Pak Kamto.
Aku kemudian menuju lift dan ingin segera sampai ke ruanganku.
Kartu tadi masih ada digenggamanku. Niat untuk membuangnya aku urungkan. Siapa tahu ini bisa berguna suatu saat.Begitu aku sampai di ruanganku, aku segera melakukan panggilan telepon.
"Halo, Pagi, Pak Jery," sapaku.
Pak Jery menyahut dari seberang sana."Pak, untuk built-in furniturenya Bu Lucia udah jadi semua kan?" tanyaku memastikan.
Perasaan lega datang ketika mendengarkan jawaban pak Jery.
"Oke, hari ini juga langsung mulai dikerjakan pemasangannya ya, Pak! Diprioritaskan selesai lebih awal ya, Pak," perintahku pada pak Jery."Baik, Mbak," sahut pak Jery dari seberang sana.
"Oke, Pak. Terima kasih ya, Pak," kataku sambil memutuskan panggilan.Aku menyandarkan punggungku ke sofa. Pikiranku menerawang. Setelah semalaman berpikir sampai sulit tidur, akhirnya aku mengambil kesimpulan dan keputusan kalau klinik Lucia akan kuselesaikan sesegera mungkin.
Toh Proyek Berliana hanya tinggal menunggu pemasangan wallpaper dan finishing walk in closet-nya. Sedangkan proyek Natasya juga sudah tinggal finishing akhir secara keseluruhan.
Dan yang terpenting, justru Berliana yang jauh lebih kooperatif dibandingkan dengan Lucia. Itu bisa membuatku sedikit bernapas lebih lega.Nanti ketika proyek Lucia sudah selesai, baru aku akan berbicara dengannya mengenai Aldo.
Mengingat pengalamanku di SMA dalam menghadapi Lucia yang cenderung licik ini, aku perlu berhati-hati. Lebih baik setelah semua proyek selesai, baru aku selesaikan dengan Lucia.
Sehingga begitu pembicaraan kami selesai, selesai pula semua urusan kami.Enggak perlu lagi berhadapan untuk urusan kerjaan dan juga meminimalisir kemungkinan drama tambahan yang dulu kerap menjadi spesialisasinya Lucia. Huh, menyebalkan.
Rasanya hidupku udah cukup ribet deh ngurusin kerjaan yang gak habis-habis, Enggak perlu ditambah berurusan dengan drama Lucia dan orang yang terobsesi seperti Aldo.
Enough, hiks.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rancangan Rasa
ChickLitBuat seorang Rasabrina Andrista, kepuasan klien atas hasil kerjanya adalah yang terpenting. Sasa selalu rela jungkir balik koprol agar proyeknya selesai seminggu sebelum deadline, sesuai budget awal dan sesuai ekspektasi klien. Maklum, Sasa punya si...