Chapter 27

7.9K 669 1
                                        

Aku terdiam mengenang kejadian yang lalu.

"Perjalanan panjang dan bertahap untuk sadar. Dan kemudian butuh waktu kurang lebih enam bulan untuk mantap mengambil keputusan itu," tuturku pelan.

"Ketika keputusanku sudah bulat, aku justru menemukan alasan terbesar untuk segera mengakhirnya," lanjutku.

Mikhail menoleh," Which is? Dia kepergok selingkuh? seperti yang pernah kamu bilang?"

Aku menggeleng," Nope, kalau itu sudah merupakan habit yang berulang. I'll tell you one day,"

"Oke, so you wanna keep it as a mystery?"  tanya Mikhail.

Aku tergelak dan kemudian menjawab," Enggak sih, bad timing aja, aku takut kamu ngerem mendadak,"

Mikhail terkekeh,"Oke, kita bisa ciptakan waktu yang tepat nanti,"

"Tapi, apa yang membuatmu jadi berani, Sa?" tanya Mikhail lagi.

"Sebuah contoh nyata bagaimana seorang laki-laki harus memperlakukan wanita yang dicintainya," kataku lirih.

"Oke, siapa?" selidik Mikhail.

"Gak tau, aku lupa!" sahutku asal.

"Come on, Sa! Masa kamu lupa sih!" desak Mikhail gak sabaran.

"Kamu, dodol!" kataku sambil membuang muka ke arah jendela mobil.

Mikhail terdiam sebentar dan kemudian tertawa terbahak. Sedangkan, aku sebel karena malu harus mengakui hal ini langsung di depan Mikhail.

Tiba-tiba Mikhail terdiam, " wait, trus kenapa kamu masih menghilang? Kenapa kamu gak cari aku atau coba hubungi aku lagi?" tanyanya.

"Ya enggaklah, mana kupikir kamu masih mau memaafkan aku. So, i decided to start loving my ownself, berdasarkan cara kamu mencintaiku!"

"Kamu gak bisa memaafkan dirimu sendiri karena salah mengambil keputusan, ya kan, Sa?"

"Yup, it takes time," sahutku.

"Coba saat itu kamu langsung cari aku, kita udah nikah sekarang!" kata Mikhail dengan nada serius.

Aku terdiam dan kaget karena teringat sesuatu.
"Ya ampun," kataku sambil refleks menepuk lengan Mikhail.

"Apaan, Sa? Kamu mau kita nikah sekarang?" ledek Mikhail.

Aku memukul lengannya sekali lagi.

"Masih sadis juga kamu, Sa!" ujar Mikhail.

"Besok Sabtu, Nikahanya April! Aku kok bisa lupa begini, sih!" gerutuku sambil mengeluarkan gawaiku.

"Trus? Kan masih dua hari lagi!" sahut Mikhail santai.
"Kebayaku masih di penjahit!" seruku panik.

"Ya udah sekalian kita ambil sekarang!" putus Mikhail.

Aku segera melakukan panggilan telepon dengan pesimis.  Benar saja, Panggilan tidak dijawab.
Memang seharusnya sudah tutup, sih!

"Besok aja, udah tutup penjahitnya," kataku lesu sambil memasukkan kembali gawaiku ke dalam tas.

"Oke," sahut Mikhail cepat.

"Sa, kamu mau gak kalau kapan-kapan kita double date sama Nat dan suaminya?" tanya Mikhail dengan nada serius.

"Boleh, tapi ada syaratnya!" kataku.

Mikhail menoleh dan menatapku sebentar.

"Kenapa harus ada syarat?" tanyanya.

"Ya, Kalau kamu gak mau gak pa pa kita gak usah pergi aja!" ancamku.

"Oke, oke, aku setuju!" Mikhail mengalah.

"Ada dua syarat," kataku.

Mikhail langsung protes, "Kenapa harus dua?"
"Please, denger dulu ya," pintaku.

Mikhail diam tanda setuju.

"Pertama, kamu janji bakal temenin aku ke nikahannya April,"

Mikhail tersenyum dan berkata, "Oke,"

"Yang kedua, kamu janji mau kesel seperti apa pun sama suaminya Natasya nantinya, kamu gak akan berantem sama dia?" Aku mengajukan syarat yang kedua.

Mikhail diam,"Oke, deal!"

Aku penasaran, "Emangnya kenapa kamu mau ajak aku double date sama Nat dan suaminya?"

"Supaya kamu gak ngilang malem mingguan sama cowok lain,"

Mikhail kembali meringis karena aku kembali menepuk lengannya dengan kencang.
"Hobby dari dulu gak berubah-berubah ya!" protes Mikhail.
"Kamu juga suka gitu sih!" elakku.

"Yang serius dong!" pintaku.

" Iya itu serius! dan juga supaya kamu bisa kasih saran gimana caranya untuk bantu Natasya,"

"Kamu mau kan bantu aku?" sahut Mikhail.

Aku menyahut, "Iya, mau banget!"

Rancangan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang