Chapter 10

11.8K 883 6
                                    

Selasa pagi kali ini disambut hujan rintik, menambah keengganan untuk mulai bekerja
Tapi apa boleh buat, pekerjaanku sudah menanti.
Bahkan hari ini pun aku berencana untuk ke apartemen Berliana.

Aku melangkah cepat demi mengejar waktu.
Pagi ini aku dipanggil Pak Danu. Gawat!

Benar saja, begitu aku sampai di kantor, tak lama kemudian Mutia, sekretaris Pak Danu masuk ke ruanganku.

"Mbak Sasa, sudah ditunggu Pak Danu, ya!" kata Mutia dari depan pintu ruanganku.

"Oke, saya ke sana," sahutku sambil membawa beberapa lembar print-out desain.

Aku bisa kena semprot Pak Danu karena emang kerjaanku belum ada tanda-tanda yang jelas.
Aku melangkah beriringan dengan Mutia.

"Gimana Bapak pagi ini udah marah-marah, belum?" tanyaku setengah berbisik pada Mutia.

Mutia tersenyum polos.
"Udah, tadi aku baru abis dimarahin, Mbak. Terlambat dateng tadi. Kesiangan!" jelas Mutia sambil terkikik.

Mutia memang tahan banting dan super cuek. mungkin itu yang membuatnya betah dan sabar setiap dimarahi Pak Danu setiap hari.

Duh, aku jadi deg-degan.

Begitu sampai di depan ruangan Pak Danu, Mutia mendahuluiku dan masuk memberitahukan kedatanganku pada Pak Danu.
Setelah mendapat aba-aba dari Mutia, aku pun masuk ke ruangan Pak Danu.

"Permisi, Pak! Selamat Pagi," sapaku.

"Eh, Sa... duduk!" perintah Pak Danu.
"Gimana perkembangan kedua proyek kamu?" tanyanya lagi tanpa basa-basi.

"Emm, untuk proyek bu Natasya, baru saya desain ulang karena beliau mengubah konsep desainnya dan untuk bu Berliana, Beliau meminta saya yang merancang dan memilih konsep desain apartemennya. Rencana siang ini, saya akan bertemu dan datang ke apartemennya," jawabku panjang lebar.

"Kok aneh, Kenapa Berliana meminta kamu yang memilihkan?" selidik Pak Danu sambil membetulkan kacamatanya.

"Saya kurang tahu pasti apa penyebabnya, Pak. Mungkin bu Berliana ingin mudahnya saja," jawabku sekenanya.

Terus terang aku juga heran dengan sikap Berliana saat pertemuan kami waktu itu.

"Lalu yang desain Natasya sudah kamu selesaikan?"
tanya Pak Danu lagi.

"Besok rencananya saya akan selesaikan,Pak," jawabku.

"Loh, kapan emangnya akan kamu serahkan pada Natasya?" tanya Pak Danu.

"Masih minggu depan, Pak. Bu Natasya masih ke Kuala Lumpur. Baru lembali ke Jakarta minggu depan kata beliau," terangku mantap.

Pak Danu terdiam dan seperti sedang berpikir.
Tangannya kemudian mengambil lembaran berkas di atas mejanya dan membukanya. Meneliti lembaran-lembaran tersebut.

Pak Danu kemudian menatapku dan berkata,"Saya pikir kamu masih sanggup untuk meng-handle satu proyek lagi!"

Aku terperanjat. Kaget.

Pak Danu serius nih? Aku membathin.

"Ada tambahan kerjaan proyek dari Lucia. Dia meminta kamu yang menangani proyeknya. Bahkan memaksa harus kamu yang menanganinya. Dia bersedia membayar fee dua kali lipat," jelas Pak Danu setengah memerintah.

Aku hanya bisa menelan ludah dan menganggukkan kepala.

Kenapa Lucia maksa banget harus aku yang nanganin proyeknya ya? tanyaku dalam hati.
Ada apakah? Mengingat sejarah masa lalu kami yang gak bagus, aku jadi lebih gampang curiga.
Kenapa ya kok apes banget? Klienku dari masa laluku. Ya Berliana ya Lucia. Ada pelajaran apakah yang hendak Tuhan berikan padaku,ya?

Pak Danu mengamatiku dan kembali berkata," Mungkin besok kamu sebaiknya janjian saja dengannya. Karena sepertinya dia begitu terdesak."

Aku mengangguk dan menyahut," Baik, Pak. Nanti akan saya hubungi bu Lucia untuk janjian besok."

Pak Danu manggut-manggut dan kemudian bertanya,"Masih ada yang belum jelas?"

"Sudah jelas, Pak," jawabku pasti.

Ya iyalah sudah jelas kalau aku akan tambah pusing.

Semangat, Sasa!

Rancangan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang