Chapter 23

7.7K 689 2
                                    

Aku baru saja kembali dari ruangan Pak Danu ketika aku melihat sosok Mikhail sedang duduk di sofa besar yang terletak di ruanganku.

Perasaan baru jam 10 sekarang! batinku.
Refleks aku melihat ke jam tangan merah yang kugunakan. Benar saja perkiraanku, waktu menunjukkan pukul 10.15.

"Kamu udah dateng?" tanyaku heran begitu aku masuk ruanganku.
"Iya," jawab Mikhail singkat.
"Emangnya ada perlu apa?" tanyaku hati-hati sambil  menuju sofa kecil dan duduk di situ.
"Oh, kemarin Pak Jery udah kesana kan?" Aku teringat dengan kerjaan pak Jery.
"Udah," sahut Mikhail cepat.
"Trus?"
"Come on, Sa...kamu tau kan kenapa aku dateng ke sini secepat ini," kata Mikhail pelan sambil menatapku dengan tatapan yang menusuk.
Ia meletakkan majalah yang dari tadi dipegangnya.
Mikhail kemudian beranjak menuju ujung sofa dan mendekatiku.
"Aku gak mau kamu lari lagi, Sa!" ujarnya dengan penegasan.
Aku menatapnya," kalau aku kabur, kamu bisa lapor polisi biar aku jadi buronan," candaku.

"Funny!" sindir Mikhail dengan muka marah.

"Udahlah, Sa! Aku tetap akan tunggu disini dan ikut makan siang bareng kamu dan Aldo!" putus Mikhail.

"You just do what you have to do!" perintahnya lagi.
Aku menelan ludah dan mengangguk pelan.
"Aku nyelesain kerjaan dulu ya," kataku sambil beranjak menuju meja kerjaku.
Mikhail tidak menjawab, ia kemudian kembali membaca majalah.

Walaupun aku menatap layar laptop, tapi pikiranku kembali ke beberapa tahun silam.
Saat Mikhail begitu gencar mendekatiku, semakin aku ketakutan. Entahlah aku hanya takut jika apa yang aku harapkan itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Kadang ya aku mikir, Mikhail itu too good to be true.

Menyelesaikan pekerjaan dengan pikiran yang lari-lari dan juga ditunggu Mikhail, sama sekali tidak mudah.
Jadi lebih sering bengongnya, sampai gak terasa sudah pukul 11.25.

Benar saja, gawaiku yang terletak di atas meja berdering. Aku melirik, tertera nama Aldo memanggil.
"Halo," sapaku enggan. Gimana gak enggan, Mikhail menatapku tajam dari sana.
"Oh iya, saya ke sana, Bang!" sahutku cepat dan langsung memutuskan panggilan.

"Ayo, kita makan siang," ajakku pada Mikhail yang memang sudah berdiri dan bersiap pergi.

Sepanjang perjalanan menuju restoran, Mikhail hanya diam. Jadilah aku makin salah tingkah.

Begitupun saat memasuki restoran padang Sederhana, Mikhail tidak berkata sepatah kata pun.
Semakin menambah kebingunganku. Aku celingak celinguk mencari yang mana kira-kira yang namanya Aldo.

Duh, Sa! Kamu kenapa stupid gini mau maksi sama orang yang bahkan kamu gak ingat! Udah gitu malah bikin Mikhail jadi galak begini! gerutuku dalam hati.

Akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Aldo dan mengabari kalau kami sudah datang dan menunggu di dekat kasir.
Tak lama kemudian seorang laki-laki berkacamata dengan perawakan sedang, datang menghampiri kami.
Tiba-tiba Mikhail merangkul pundakku, Aku refleks menoleh ke arah Mikhail. Raut wajahnya sangat tidak ramah.
Aldo semakin mendekat dan bertanya dengan raut muka yang bingung," Sasa ya?"

"Iya," sahutku pelan diiringi dengan anggukan kepala.
"Apa kabar?" tanyanya.
Aldo kemudian mengulurkan tangannya dan aku menyambutnya.
"Kabar baik, udah lama datang ya, Bang?" tanyaku mencoba ramah.
Mikhail berdehem.
Aku menoleh ke arahnya dan sadar kalau aku harus segera mengenalkannya pada Aldo.
"Oh iya Bang, ini Mikhail," kataku.
Mikhail kemudian mengulurkan tangannya yang begitu disambut Aldo, Ia segera berkata," Mikhail, Pacarnya Sasa!"

"What?!" aku gak salah denger nih! bathinku.

Aldo tersenyum kecut.

Oke, sepertinya acara makan siangnya akan aneh banget.

Kali ini, Mikhail benar-benar berubah jadi galak.

Rancangan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang