41• Kehilangan

20.8K 1.1K 314
                                    

"lihat mereka seperti kakak beradik bukan?" Ucap Afa saat menatap punggung Asya dan Keina pergi

Alex mengangguk membenarkan ucapan Afa, Alex pun berpikir sama seperti apa yang di ucapkan oleh Afa

"Tapi mas bagaimana dengan Asya? Apa dia akan menerimaku? Dia sangat tidak suka berbagi bukan? Lalu apa kau akan tetap menikahi ku?" Tanya Afa tiba-tiba membuat Alex berhenti menyuapkan nasi yang ada di sendirinya.

Alex diam memikirkan ucapan Afa, benar! Apa Asya akan menerimanya? Itu yang di pikirkan oleh Alex. Tapi bukankah Asya sendiri yang meminta Afa dan Keina untuk tinggal disini.

"Aku akan bicara dengan Ola nanti setelah dia pulang mengajar. .ayo lanjutkan sarapannya jangan sampai anakku kelaparan gara-gara ibunya susah makan" kata Alex sambil mendorong piring kearah Afa.

Skip>

Asya berjalan berdampingan dengan Keina, dia berjalan dengan santai dengan sesekali tersenyum bila ada yang menyapanya, sedangkan Keina dia menunduk saat berjalan, di sekolah Keina memang menjadi murid pendiam tak banyak bicara.

"Sya!" Panggil Yasa di depan Asya

Asya tersenyum dan langsung berlari menubruk Yasa yang dengan siap ditangkap oleh Yasa.

"Pagi kak" sapa Asya girang

"Pagi juga yank" sapa balik Yasa dengan senyum manis hanya untuk Asya seorang.

Keina berdiri di belakang Asya dia melihat senyum Yasa yang sangat-sangat manis membuat siapa saja pasti akan meleleh

"Sya aku duluan ke kelas" pamit Keina yang di jawab anggukan oleh Asya.

"Ada apa?" Tanya Yasa menatap mata Asya yang dipenuhi dengan kegelisahan di dalamnya

Yasa menarik tangan Asya ke arah perpustakaan berada

"Cerita!" Tuntut Yasa

Mata Asya mulai memerah menahan tangis semua yang dia rasakan tadi pagi ingin sekali dia ungkapkan kepada Yasa.

"Sekertaris papa hamil" cicit Asya dengan tubuh yang mulai bergetar.

Yasa merengkuh tubuh Asya dalam pelukannya menyalurkan kehangatan di dalamnya

"Suth!! Jangan menangis OK! Asya yang Yasa kenal gak cengeng seperti ini. . Diamlah ada aku disini" Yasa mulai menenangkan Asya dengan lembut

"Jadi apa yang akan kamu lakuin sekarang? Apa kamu akan mengijinkan om Alex menikah dengan sekertaris atau kamu menyuruh sekertaris om Alex untuk aborsi agar om Alex tidak tanggung jawab?" Tanya Yasa yang seperti memberi pilihan untuk Asya

Asya terdiam di dalam hatinya pun dia bertanya-tanya seperti itu. Tidak mungkin dia tega membunuh bayi yang belum melihat dunia, mungkin dia pisicopat di dunia gelap yang membunuh tanpa ampun, tapi percayalah dia tak akan tega menghabisi nyawa bayi. Entah itu bayi musuh nya sendiri ataupun bayi orang lain.

"Aku gak tau" jawab Asya dan memeluk Yasa kembali dia tak ingin Alex menikah lagi, tapi sepertinya itu tak akan terjadi karena sekarang Alex tengah menghubungi pengacaranya untuk menyiapkan pernikahannya bulan depan.

Deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg

Suara detak jantung Asya yang berpacu sangat cepat membuat nyeri di dadanya kambuh lagi, berusaha mati-matian menahan sakit agar Yasa tidak mengetahui apa yang dia alami sekarang.

Dia tak ingin di pandang kasihan oleh orang lain, dia tak ingin Yasa meninggalkan nya dalam ke adaan seperti ini, dia sangat takut untuk kehilangan Yasa, cukup dia mulai kehilangan papa yang sangat dia sayangi.

"Kak udah bel mending kakak masuk kelas dulu" ujar Asya dengan menahan sakit

Yasa mengangguk patuh dia tak melihat bagaimana Asya menekan dadanya untuk meredakan nyeri yang sangat amat sakit.

Yasa mulai berjalan pergi setelah memberi kecupan singkat untuk Asya.

Sedangkan Asya berusaha untuk tidak teriak, agar tak ada yang tau bahwa dirinya tengah kesakitan.

Namun sepertinya harapannya kandas saat ketua OSIS sekolahnya datang memeriksa perpustakaan untuk mengetahui apa masih ada murid yang belum masuk kelas, tapi yang dia dapatkan Asya yang tengah menahan kesakitan.

Pandangan Asya mulai buram dia melihat Raka yang berjalan ke arahnya hingga kesadarannya terenggut.

Dengan sigap Raka menangkap tubuh Asya, namun posisi mereka yang pasti membuat orang salah paham.

Raka mengendong Asya bridal style menuju mobilnya untuk di bawa ke rumah sakit, karena saat pagi seperti ini biasanya UKS belum buka.

Skip>

"Jangan katakan kepada siapapun apa yang Lo ketahui barusan!!" Peringatan Asya kepada Raka saat keluar dari rumah sakit

"Kenapa? Penyakit yang lo derita bukan penyakit enteng yang dapat sembuh kapan saja, kenapa Lo gak kasih tau kepada keluarga Lo dan juga Yasa!?" Tanya Raka

Raka telah mengetahui penyakit Asya saat dia bertanya kepada dokter tadi.

"Gue gak mau di tatap kasihan oleh siapapun. .gue masih mau hidup bebas seperti sekarang tanpa di kurung dalam sangkar emas lagi. . Gue gak mau Yasa ninggalin gue saat tau keadaan gue. . Biar gue nanggung ini sendiri, toh cepat atau lambat pasti gue bakal mati" jawab Asya tenang seperti tidak ada beban di dalam hidupnya

"Kenapa Lo gak kemoterapi? tidak dapat menyembuhkan Lo secara total tapi dapat melemahkan penyakit yang Lo derita"

"Buat apa gue kemoterapi jika setiap hari gue tetap kesakitan, dan mulai kehilangan memori gue. . Gue mulai lupa tentang masa kecil gue"

Raka hanya diam dia tak tau harus berbicara apa lagi, Asya sangat keras kepala dalam hal ini

"Apa Lo gak kasihan jika Yasa mengetahui semuanya setelah Lo gak ada? Apa Lo gak ingin buat kenangan yang lebih banyak bersama Yasa, untuk Lo simpan dalam hati Lo? Apa Lo mau dengan mudah melupakan semuanya tanpa ada usaha untuk mengingatnya? Setidaknya dengan terapi lo bisa membuat kenangan bersama orang yang Lo cintai agar Lo bisa menyimpan dalam hati Lo"

Perkataan Raka sukses membuat Asya terdiam, dia membenarkan ucapan Raka,dia sangat ingin membuat kenangan yang indah bersama Yasa untuk dia simpan dalam hatinya.

"Jadi? Lo mau kan menjalani kemoterapi?" Tanya Raka

Asya terdiam sesaat dan mengangguk

"Tapi Lo harus temenin gue hanya Lo yang tau tentang ini" ucap Asya yang langsung di jawab dengan anggukan oleh Raka

Dalam hati Raka dia sangat senang Asya menyetujui saran dokter yang memeriksanya.

Skip>

Asya pulang ke kediaman saat sore menjelang, wajahnya masih sama pucat sangat terlihat jika dia sedang sakit saat ini.

"Ola kamu sudah pulang?" Tanya Alex yang berada di ruang keluarga bersama Afa dan Keina.

Asya hanya mengangguk lemah dan berjalan ke arah papanya, duduk di samping Alex

"Kamu sakit, princess?" Tanya Alex menyentuh dahi Asya

"Badan kamu panas sekali papa panggil dokter Arkan Ok" kata Alex mengambil ponselnya yang ada di atas nakas.

"Gak usah pa. . . Asya cuman kecapean. . Ya udah Asya mau istirahat dulu" kata Asya mencegah Alex menghubungi Dokter Arkan.

"Ola apa papa boleh menikahi Tante Afa?" Tanya Alex membuat Asya menghentikan langkahnya.

Asya berbalik menatap papanya datar.

"Papa sudah tau apa jawaban Ola. Papa gak usah minta ijin sama Asya toh papa sudah mempersiapkan semuanya untuk bulan depan" jawab Asya dan berjalan melanjutkan langkahnya menuju lift untuk ke lantai tiga dimana kamar dan barang-barang nya berada.


Bersambung...


By:Ryana

Asya (REVISI✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang