Rindu

29.1K 3.1K 273
                                        

"Katanya setiap yang punya rasa pasti punya nyawa, mungkin itu alasannya mengapa setiap laki-laki itu menimbulkan rasa maka nyawa sang lalu akan menunjukkan tanda kehidupannya."

-Ara-

***

"Ara mau diajak kemana Kak?" Randu tiba-tiba menahan langkah Kak Wira dan aku hanya bisa bengong dengan keberanian yang dilakukannya.

"Bukan urusanmu," jawab Kak Wira dengan tatapan serius ke arah Randu.

Keduanya pun saling tatap dan aku yang berada di antara mereka jadi bingung harus berbuat apa. Arsya pun berdiri tepat pada waktunya. Dia berjalan mendekati Randu.

"Ih Randu kamu kepo banget sih. Udah ikut aku aja." Arsya pun menarik Randu keluar kelas entah pergi kemana. Tertinggalah aku dan Kak Wira bersama beberapa anak yang awalnya menonton kami tadi, tapi satu persatu mereka keluar karena kehilangan tontonan.

"Kita ke kantin ya?" ucap Kak Wira merengek padaku dan aku hanya mengangguk tanda setuju terlebih aku malas menanggapi tatapan anak-anak yang masih bertahan di dalam kelas.

Otakku benar-benar oleng, apa lagi saat semua mata memandangku ketika kami berjalan menuju kantin. Awalnya aku terganggu , tapi fokusku beralih pada genggaman tangan itu dan entah kenapa keramaian pun tersamarkan. Seakan aku tak peduli jadi pusat tontonan dan tak peduli jadi bahan omongan. Aku tak takut sebaliknya aku merasa tenang bahkan aman. Benar-benar rasa yang aneh.

Kami pun sampai di kantin sekolah. Tempat yang berada di pojok paling barat sekolahku. Tempat ini bergaya semi outdoor dengan beberapa meja panjang dan kursi plastik yang tertata rapi. Terdapat pula lima penjual dengan menu yang beragam. Bagian yang menarik ada pada beberapa dinding karena terdapat gambar mural karya anak-anak sekolahku. Kata Kak Wira setiap ulang tahun sekolah selalu diadakan lomba mural antar kelas. Jadilah beberapa dinding di sini warna-warni dengan gambar tema kebudayaan Indonesia. Tema yang diangkat tahun lalu. Selebihnya dinding kantin didominasi warna kuning cerah yang memberikan nuansa ceria.

Kak Wira menarikku ke salah satu meja di pojok kantin tepat di sebelah dinding bergambar rumah gadang. Aku duduk di sana dan setelah menawariku beberapa macam jajanan, dia menghilang di antara keramaian kantin. Kesendirian sementara ini menenangkanku hingga aku lelap dalam renunganku.

"Kamu lagi nggak enak badan?" Tiba-tiba suara itu menyelinap masuk di telingaku.

"Nggak kok Kak," jawabku ringan.

"Akhirnya kamu ngomong juga, kirain sakit gigi atau sariawan," sahutnya nyeleneh sambil menaruh semua yang dibelinya. Maklum dari tadi Kak Wira sudah seperti tour guide kantin dan aku hanya terdiam mendengarkannya.

"Aku kan khawatir kamu nggak bisa makan. Apa lagi ini mayoritas manis semua. Oh ya nih minum," katanya sambil memberikan botol minuman yang tutupnya telah dibuka olehnya.

"Aku nggak tau apa yang kamu suka, moga ini cukup deh." Dia memberikan minuman Fruit tea rasa apel. Entah kebetulan atau nggak, tapi minuman itu memang salah satu minuman favoritku.

"Terima kasih, Kak." Aku pun mengambil botol itu dan meminumnya. Rasa teh yang berbaur dengan apel cukup menghibur mulutku yang kering. Rasa manisnya pun membuat mood-ku jadi lebih tenang.

"Oh ya kamu udah deket ma Randu dan siapa itu..."

"Arsya maksud Kakak?"

"Oh iya Arsya, sejak kapan?"

"SD."

"Woah lama ya? Kalian temenan bertiga aja?"

"Nggak awalnya bertiga belas, tapi sekarang tinggal berlima."

Stairways to HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang