Setelah membantu mama merapikan meja makan dan dengan bantuan Mbok Atmo, asisten rumah tangga di rumah ini, semua pun kembali seperti semula. Aku berjalan ke arah ruang tamu dan mendapati Kak Wira tertidur di salah satu sofa.
"Semalem Wira nggak bisa tidur, mungkin gugup buat kenalan sama ibunya Ara dan ngenalin kamu ke Mama."
"Kak Wira bisa gugup juga ya, Ma?"
"Emang menurut Ara, Wira kayak gimana orangnya?" Pertanyaan jebakan, hampir saja aku mengeluarkan uneg-unegku.
Sadar Ara, ini mamanya Kak Wira bukan ibumu.
"Kak Wira menurut saya adalah orang yang sangat percaya diri." Itulah jawaban terbaik yang bisa aku ungkapkan.
"Lebih ke arah nggak tahu malu sih." Sahut mama yang sontak membuatku tertawa tanpa sadar.
"Woah bener berarti omongan Mama."
"Maaf, Ma," jawabku masih dengan tawa yang belum juga bisa diredakan.
"Tapi jujur Mama seneng, Wira bisa pacaran sama Ara."
Ini apa lagi sih? Aku berharap ada satu orang di dunia ini yang bisa berada di pihakku yang menentang hubungan ini, tapi sepertinya itu hanya harapan kosong belaka.
"Mungkin kamu nggak tahu Ara, tapi Wira sering banget cerita soal kamu. Mama pikir dia cuman ngada-ngada, tapi waktu Mama lihat Ara secara langsung Mama jadi percaya semua omongannya Wira. Mama jadi ngerti kenapa dia jatuh cinta sama kamu sebegitunya." Mama pun menyentuh pipiku lembut sambil tersenyum, entah kenapa ada rasa trenyuh yang tiba-tiba datang menghampiri hatiku.
Aku benar-benar bisa merasakan kasih sayang Mama dan tiba-tiba air mata mengalir di pipiku. Aku juga tidak paham apa alasannya.
"Loh kok Ara malah nangis." Mama jadi panik melihatku bercucuran air mata.
"Maaf, Ma. Saya memang cengeng." Kataku sambil berusaha melepaskan pipiku dari sentuhan tangan mama dan mencoba menghapus air mata dengan kedua tanganku.
Namun tangan mama lebih dulu menghapusnya dan mama langsung menarikku masuk ke pelukannya. Rasa hangat yang makin membuatku nyaman dalam tangisan.
"Ara mau janji sama mama?" tanya mama sambil menepuk punggungku lembut.
"Janji apa, Ma?" jawabku sambil melepaskan pelukan mama yang malah membuatku larut dalam tangis.
"Janji mau jaga Wira bareng-bareng sama Mama?"
Aku harus gimana ini? Aku telah berhasil membuat pasungku sendiri.
"Maaf Ma, tapi Ara tidak bisa berjanji untuk itu." jawabku terus terang.
"Kenapa, Ara?"
"Ara tidak bisa menjamin apa pun yang akan terjadi di masa depan, mungkin Ara hanya bisa menjanjikan untuk berusaha sebisa Ara untuk membantu Mama menjaga Kak Wira." Mama pun tersenyum dengan jawabanku.
"Kamu terlalu bijak untuk anak seusiamu Ara."
Aku pun hanya bisa tersenyum dan lagi-lagi kepalaku meminta untuk digaruk.
"Kebanyakan baca buku kayaknya, Ma," jawabku asal.
"Oh iya mumpung Wira lagi tidur, ikut mama yuk!"
"Kemana. Ma?"
"Ke ruang rahasia Mama, pasti kamu bakal suka."
Sebelum aku mengatakan kesediaanku, tanganku telah ditarik Mama untuk mengikutinya. Semesta pun tidak akan mensangsikan kalau mereka anak dan ibu. Perangainya sangat mirip. Aku dibawanya masuk ke sebuah ruangan yang cukup tersembunyi di rumah ini.
"Selamat datang di ruang rahasia mama," ucap mama sambil membuka sebuah pintu yang terdapat di dalam sebuah lemari.
Sepertinya mama suka sekali film-film tentang agen rahasia sampai-sampai ruang rahasianya pun begini. Tersembunyi dan penuh misteri.
Aku pun melangkahkan kakiku masuk mengikuti langkah mama dan betapa terkejutnya aku saat mendapati sebuah ruangan yang sangat luas di balik pintu yang cukup kecil itu. Hal yang lebih membuatku terkejut yaitu ruang rahasia mama tak lain adalah sebuah perpustakaan. Tidak sembarang perpustakaan sebab jumlah bukunya bahkan lebih banyak dari perpustakaan yang pernah aku temui dan koleksinya lebih lengkap dari toko buku. Ya, banyak buku yang sudah tidak dicetak lagi. Rak-rak buku, aroma buku, ini benar-benar luar biasa.
"Ini semua koleksi milik Mama?" tanyaku tanpa sadar masih dengan kekaguman yang tak bisa aku sembunyikan.
"Iya, tapi pasti nggak sebanyak yang ibumu punya kan?"
"Nggak, Ma. Ini luar biasa." Aku pun kehilangan kemampuan untuk menutup mulutku.
"Kamu suka?"
"Suka sekali," jawabku sumringah.
"Kalau gitu mulai sekarang semua ini milik Ara juga."
"Maksud Mama?"
"Iya, buku-buku di sini mulai hari ini akan jadi milik Mama dan Ara. Maklum Wira nggak terlalu suka buku sastra seperti ini. Oh iya Mama waktu pertama dengar nama lengkap Ara cukup takjub."
"Kenapa, Ma? Aneh ya?"
"Unik, itu dari nama-nama penulis Indonesia kan?"
"Iya, penulis-penulis favorit kedua orang tua saya. Bapak memang bukan orang sastra seperti ibu, tapi pecinta sastra juga dan kecintaan inilah yang dulu menyatukan mereka, Ma. Ara bisa lahir deh karena itu."
"Seperti cerita novel saja," sahut mama yang membuat kita tertawa geli.
"Kalau tidak salah itu diambil dari tiga nama penulis ya?" tanya mama.
"Iya, Ma."
"Aksara Marga Widjaja Ananta Toer, Marga itu diambil dari Marga T. Widjaja dari Mira Widjaja atau lebih beken dengan nama Mira W dan yang terakhir sudah sangat jelas," timpal mama mengutarakan pendapatnya.
"Pramoedya Ananta Toer," kataku dan mama bersamaan.
"Karena itu saya lebih suka dipanggil Aksara, Rara atau pun Ara. Menurut saya itu yang paling pantas. Saya belum bisa dibandingkan dengan ketiga penulis hebat tersebut."
"Kamu calon penerus mereka," jawab mama dengan nada keyakinan yang cukup mengitimidasiku sehingga kata amin pun terlontarkan begitu saja.
Mama pun mengajakku berkeliling dan aku makin tak bisa berkutik. Ini sangat luar biasa. Aku benar-benar merasa beruntung bisa berkenalan dengan mama. Aku seperti menemukan seorang sahabat yang mirip denganku dari hobi, cara memandang sebuah karya bahkan cara berpikir sekali pun. Aku sangat nyaman bercakap-cakap dengan mama bahkan aku telah menyayangi mama dengan begitu cepatnya. Namun kenyataan bahwa aku tak mengenal Kak Wira dan berbohong datang ke sini sebagai pacarnya membuatku jadi menyesal. Rasa tidak enak itu pula yang telah berhasil memberi jarak antara aku dan mama. Mama terlalu baik, haruskah aku mengakui siapa aku sebenarnya. Haruskah aku menceritakan kisah yang seasli-aslinya?
***
Halooo semuanya...
Masih pada semangat untuk ngikutin cerita ini kan? Soalnya yang nulis mulai tumbang kena flue, moga kalian tetep sehat dan makin heboh jadi aku bisa ketularan semangat kalian.
So, jangan ragu-ragu buat komen, kasih koreksi karena aku sering typo, share ke teman-teman kalian dan vote ya. Karena komen kalian semangat luar biasa buat aku, bintang dari kalian adalah harapan tak terbatas buat aku dan antusiasme kalian tak lain napas dari kelangsungan cerita ini.
Tunggu kelanjutannya hari Rabu ya. Kalau ada yang komen tentang kenapa aku updatenya dikit-dikit karena sengaja biar kalian tetap setia. Gimana lagi rasa penasaran kalian tuh nyawa dari tulisan ini. Jadi sabar ya...
Makasih banyak, tetep jaga semangat kalian dan yang paling penting jaga kesehatan ya jangan kayak aku kesenengan ujan-ujanan jadinya malah demam. Hhheee....
P.S.I Love you
Prilda Titi Saraswati
Instagram: @prildasaraswati
Wattpad: prildasaraswati
KAMU SEDANG MEMBACA
Stairways to Happiness
Novela JuvenilSurat cinta tugas MOS membawa dunia Ara yang tenang menjadi tak beraturan sebab kakak kelas yang namanya baru diketahuinya beberapa jam lalu dengan seenak udel menerima cintanya. Padahal tulisan itu hanya sebuah coretan biasa yang tidak ada maksud a...