Keluarga

32.7K 4.2K 232
                                    

"Rumah Kak Wira?" tanyaku dengan nada kaget yang cukup keras.

"Iya, tadi aku dah kenalan dan dapet restu dari ibu kamu sekarang waktunya kamu kenalan sama mamaku."

"Mamanya Kak Wira?"

"Iya."

Sableng nih bocah. Belum juga ngerasa jadi pacarnya udah dikenalin ama ibunya. Terus aku harus gimana. Perangkap yang luar biasa nih. Aku nggak bisa kabur dan nggak bisa kemana-mana. Aku mati langkah dan mati pikir.

"Mama, tamu spesialnya udah dateng nih."

Kak Wira pun langsung menarik tanganku agar mengikutinya masuk ke rumahnya. Sesaat kemudian sesosok wanita berpakaian cukup modis keluar keluar menyambut kami.

"Halo Ara, akhirnya mama bisa juga ketemu kamu."

Wanita itu langsung memelukku membuatku kaku dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Saya juga senang bisa kenal dan ketemu, Tante," sahutku gagu dengan jantung yang entah kenapa begitu gilanya dia berdetak.

"Jangan panggil tante, panggil aja Mama."

What? Mama? Aku pun hanya tersenyum kaku dan wanita itu sekali lagi memelukku seakan Beliau telah lama ingin bertemu denganku padahal putranya saja aku belum mengenalnya.

"Udah deh Ma bikin aku cemburu, pacar Wira nih." Kak Wira pun dengan penuh canda melepas pelukan mama kepadaku.

"Ih sirik nih, Wira. Ya udah yuk masuk. Mama udah masak spesial jadi Ara wajib makan siang di sini. Oke?"

"Iya, Tante."

"Kok masih Tante sih?"

"Oh maaf, maksud saya Mama," sahutku gagu dan sekilas aku melihat wajah Kak Wira sedikit merah saat aku memanggil mamanya dengan panggilan mama juga.

Mungkin dia pikir aku benar-benar telah menerimanya jadi pacar. Padahal aku masih tidak tahu untuk apa semua ini.

Aku pun masuk ke dalam rumah yang bergaya klasik eropa itu akibat mama yang menggandengku dan langsung menyeretku duduk di meja makan. Aku kaget mendapati meja makan itu penuh dengan beraneka macam makanan.

"Ara punya alergi apa?" tanya mama sambil mengambil piring di depanku dan mengisinya dengan nasi.

"Aksara alergi udang, Ma," jawab Kak Wira segera bahkan sebelum aku bisa membuka mulut.

Tunggu, darimana dia tahu soal itu. Aku pun memandangnya lekat dan dia hanya tersenyum dengan menampakkan lesung pipinya yang tak pernah absen membuatku salah tingkah.

"Bener, Ara?"

"Iya, Ma," jawabku masih gagu karena belum terbiasa dengan panggilan itu.

"Baguslah, semua masakan ini bebas dari udang. Ara harus makan yang banyak ya?"

Aku pun hanya mengangguk.

"Nih cobain ayam bakar buatan Mama, sumpah enak banget." Kata Kak Wira sambil mengambilkan satu potong ayam bakar dan menaruhnya ke piringku. Aku pun hanya tersenyum sebagai sopan santun.

"Nih sambelnya jangan sampai ketinggalan. Favorit aku banget nih." Kak Wira pun mendekatkan hampir semua menu ke piringku dan mempromosikan enaknya.

Aku jadi bingung mau mengambil yang mana. Sungguh, ini meja makan termeriah yang pernah aku tahu bahkan lebih heboh dari meja di restoran masakan padang sekalipun.

"Tapi masakan mama masih kalah loh sama Wira," sahut mama sambil menikmati santap siangnya.

"Kak Wira pinter masak, Ma?" Aku cukup terkejut dan refleks bertanya.

Stairways to HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang