Luka

18.4K 2.4K 334
                                        

Aku terluka...

Akibat pertikaianku dengan masa lalu dan masa sekarang

Ketika dua-duanya kompak menghantam

Remuklah rasa hangat yang menenangkan

Tertinggalahku dalam ketakutan

Maka jangan salahkan

Bila aku perlahan meninggalkan

-Ara-

***

"Randu, ngapain kamu di sini?" kataku saat mendapati Randu telah menungguku di tempat biasanya Kak Wira menjemputku les.

"Kak Wira minta tolong aku buat ngejemput kamu," jawab Randu dengan nada yang mencurigakan. Aku tahu dia sedang mencoba menyembunyikan sesuatu.

"Kak Wira kemana emang?" ucapku untuk menintrogasinya.

Randu hanya diam bahkan terlihat sekali dia salah tingkah. Aku tahu pasti sudah terjadi sesuatu. Aku menanyakan pertanyaan yang sama, tapi dengan nada yang lebih tegas. Tetap Randu mencoba menghindar.

"Kalau kamu nggak mau jawab, bawa aku ke tempat Kak Wira sekarang," sahutku dengan nada memaksa.

"Sorry Ra, tapi aku harus nolak permintaan kamu itu. Mending kamu pulang."

Kami bertengkar beberapa kali sampai akhirnya Randu mengalah dan membawaku ke daerah sekolah. Sebuah tempat yang tak pernah aku datangi sebelumnya. Kalau tidak salah ini di bagian belakang sekolah.

Tepat saat motor Randu berhenti, aku langsung turun, memberikan helm yang aku kenakan kepadanya dan masuk ke tempat itu. Aku menemukan banyak kakak kelas yang jujur aku hanya mengenal wajahnya. Mereka teman Kak Wira. Hal yang membuatku sedikit sedih adalah keadaan mereka yang jelas-jelas menunjukkan kemungkinan beberapa waktu lalu mereka berkelahi.

Semua orang memandangku aneh. Karena ini pertama kalinya aku ke sini. Ke tempat yang lebih angker dari kantin waktu jam pulang sekolah. Akhirnya setelah berjalan beberapa saat aku menemukan Kak Wira. Dia duduk di salah satu kursi yang berada di dalam ruagan. Tempat yang mungkin lebih tepat disebut gudang karena keadaannya yang kotor dan cukup reot. Dia nampak asyik memainkan Rasta dan terlihat Kak Lona sedang berusaha mencari perhatiannya dengan menawarkan diri mengobati luka di wajahnya.

"Kak Wira...," kataku saat sudah berada tepat di depan pintu ruangan reot itu.

"Aksara?" kata Kak Wira panik sambil menutupi wajahnya dan aku melototinya sebagai tanda kekecewaanku dengan apa yang telah dilakukannya.

Aku memberanikan diri masuk ke ruangan itu dan ku tarik tangan yang awalnya menutupi wajahnya. Sontak lebam itu pun menampakkan diri di beberapa bagian wajah dan tangannya. Kak Wira masih menjauhi tatapanku. Bercak merah yang masih segar di ujung bibir kirinya membuatku geram.

Aku yang terbawa emosi memilih meninggalkannya menuju sekolah. Aku yakin jalan kecil yang berada di kanan pintu ruangan ini akan membawaku masuk ke gedung sekolah. Sebuah langkah mengikutiku dengan kecepatan yang langsung bisa menyusulku. Langkah kaki Kak Wira. Dia menarik tanganku, aku berhenti dan dengan terpaksa harus melihat muka penuh lebam itu sekali lagi.

"Kamu mau kemana Aksara?" tanyanya dengan masih menghindari tatapanku.

"Pulang," jawabku datar.

"Aku anterin ya?"

"Nggak usah, aku bisa sendiri." Tiba-tiba wajah itu terseyum, "kok Kak Wira malah senyum?"

Stairways to HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang