Namanya Kinaya Putri. Orang-orang biasa memanggilnya Naya, dengan rambut panjang yang selalu digerai dan netra coklat yang menghiasi kedua bola matanya. Kakaknya, Rehan, hanya berbeda satu tahun diatasnya.
Kehidupan keluarganya sama seperti keluarga kebanyakan, berkumpul bersama ketika makan, berusaha untuk selalu terbuka, dan saling mengerti satu sama lain. Walaupun kadang sikap Naya dan Rehan seperti anjing dan kucing.
Hari ini, hari pertamanya belajar efektif di sekolah barunya, ia menginjakkan kakinya di bangku Sekolah Menengah Atas, di kelas sepuluh MIPA 3. Setelah seminggu dia melewati Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Dia satu sekolah dengan Kakaknya, di SMA Negeri Harapan Bangsa. Setelah seminggu ini dia hanya bertemu kakak-kakak OSIS dan para panitia penyusun acara.
Sekarang, semua murid sudah masuk, artinya ia akan bertemu dengan kakak kelasnya yang lain, semua murid kelas sepuluh hingga kelas dua belas.
Tidak harus dibangunkan dan malas seperti biasanya, pagi ini ia bangun tidur dengan giat segera mandi dan menuju ruang makan.
“Pagi Bunda!” sapa Naya, tersenyum ramah kepada Mamanya.
“Pagi Anak cewek Bunda!” Bunda balas menyapa sambil membereskan meja makan.
“Ko gue ga disapa?” tanya Rehan.
“Dih mau banget ya disapa gue?”
Rehan tidak menjawab ucapan Naya, ia tidak ingin mengganggu paginya yang indah dengan berkelahi bersama adiknya. “Nyebelin banget bocah.”
“Ayah mana, Bun?” Naya bertanya setelah menyadari bahwa Ayahnya tidak ada di meja makan, tidak seperti biasanya.
“Ayah berangkat duluan, ada urusan di kantor, urgent katanya.” Bunda menjelaskan sambil terkekeh.
Naya hanya ber-oh-ria, tidak perlu dijelaskan kembali, ia sudah mengerti. Akhir-akhir ini Ayahnya seperti super sibuk sekali.
Ia segera melahap nasi goreng buatan Bundanya, rasanya tidak pernah mengecewakan, lezat seperti biasanya. Bunda memang paling jago perihal masak-memasak, apalagi untuk keluarganya, lengkap ditaburi bumbu cinta dan kasih sayang.
Dalam beberapa menit, sarapan yang dimakan Naya tandas tak tersisa. Ia lalu meminum susu yang sudab disiapkan oleh Bundanya.
Sedangkan Rehan, ia belum selesai menghabiskan sarapannya, wajar saja karena dirinya selalu menambah porsi makan.“Abang ayo berangkat!” ajak Naya membereskan seragamnya yang lumayan kusut, kemudian menggendong tasnya.
“Bentar dong, sabar. Gue belum selesai makan.” Rehan menjawab sambil tetap menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
“Lama banget dah, kata gue sih mending lo bawa aja bakulnya ke sekolah.”
Sebuah ide terbersit dipikiran Naya, yang langsung membuat Rehan mendelik, “Palalo!”
Naya kemudian terkekeh melihat respon dari Kakaknya. Bunda yang melihat dan mendengar percakapan kedua anaknya hanya menggeleng pelan, sebuah senyuman terukir di bibirnya.
“Yaudah Bunda, Naya sama Abang pergi dulu ya.” Naya kemudian mencium tangan Bundanya dan berlalu menuju pintu depan.
“Iya hati-hati ya, semangat sekolahnya.” Bunda mengusap kepala Naya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALVARMA [TAHAP REVISI]
Teen FictionKinaya Putri, perempuan berambut panjang dengan netra coklat dan bulu mata lentik yang menghiasi kedua matanya, ambisi dan perasaannya yang tulus ia tunjukkan sepenuh hati. Berbanding terbalik dengan Alvino Mahesa, laki-laki bernetra hitam yang akr...