21 - Kacau

368 31 0
                                    

Boleh diputer dulu buat yang gak tahu lagu Good Boy nya GD x Taeyang, ini versi remixnya yang aku maksud di cerita aku ini.

.

.

Raka duduk di salah satu meja. Menikmati bir seraya memandangi orang-orang menari mengikuti irama musik yang ia yakini itu adalah lagu Kpop. Ya, DJ di klub itu memang sedang memutar lagu Good Boy milik GD x Taeyang yang diaransemen sendiri dengan sedemikian rupa. Raka memegang kepalanya. Alea. Seketika nama itu teringat jelas hingga membuat kepalanya terasa sakit.

Raka menyandarkan tubuhnya ke badan sofa. Menutup matanya seraya menjambak rambutnya frustasi. Matanya kembali terbuka. Ia terpaku melihat seseorang di hadapannya hingga genangan air di mata pun terasa akan tumpah membasahi pipinya. Raka langsung merengkuh tubuh orang yang sudah dirindukannya selama hampir tiga bulan itu.

"Elo...lo ngapain ada di sini? Tempat lo bukan di sini, Lea"

"Anjir!! Lepasin gue! Sadar, woy! Gue Vanno, adik lo!" Vanno mencoba terlepas dari pelukan kakaknya itu, namun Raka malah semakin erat memeluknya.

"Ayo, pulang! Lo gak boleh ada di tempat jelek kayak gini, Lea" Raka bangkit dengan terhuyung dan menarik tangan Vanno, namun satu bogeman Vanno layangkan pada wajah mulus Raka. Raka yang tidak siap pun tersungkur ke sofa.

"Berhenti berhalusinasi!! Sadar, bang, mau sampai kapan lo kayak gini, hah?!"

Raka mengerjapkan matanya lalu memegang sudut bibirnya yang berdarah. Kesadarannya sudah kembali rupanya.

"Gak usah peduliin gue" Ucapnya dingin seraya membenarkan duduknya di sofa dan kembali meminum sisa birnya. Vanno langsung menyambar gelas itu dan menaruhnya kembali dengan kasar hingga tumpah.

"Pulang!" Perintah Vanno seraya menatap kakaknya dengan tajam. Raka hanya diam membuang pandangannya ke arah lain.

"Pulang kagak lo!"

Raka terkekeh. Matanya sudah tampak sayu efek alkohol. "Gue bilang enggak, ya enggak!! Anak kecil tahu apa sih lo, hah?!"

Habis sudah kesabaran Vanno.

"Oke, kalau lo masih mau ada di tempat kotor ini! Tapi jangan salahin gue kalau gak lama kemudian Azalea yang bakal seret lo keluar dari sini" Kemudian Vanno mengeluarkan ponselnya. Raka langsung menoleh dan merebut ponsel milik cowok yang masih berseragam SMA itu, namun gagal karena kalah cepat dengan gerakan tangan adiknya.

"Siniin HP lo, cepat!"

"Kenapa, hm? Takut? Lo masih mau ada di sini kan? Ya udah, duduk lagi aja sana. Santai. Nikmatin aja minuman lo yang gak berguna itu" Vanno mengetikan sesuatu di ponselnya.

"Oke, oke! Gue pulang!" Raka beranjak membayar minumannya lalu keluar dari klub mendahului Vanno.

Raka dan Vanno tiba di kediaman mereka. Jangan tanya siapa yang mengemudikan mobilnya karena tentu saja bahaya sekali jika Raka yang melakukannya, jadi Vanno lah yang mengemudikan mobilnya sementara mobil milik kakaknya ia tinggalkan di klub dan menyuruh pak Parjo-supir di keluarga Raka- untuk membawa pulang mobil itu.

Tadi saat baru pulang sekolah Vanno mendapat telepon dari manager Raka yang menanyakan kebaradaan kakak satu-satunya itu padanya dengan nada yang tidak bisa dianggap santai. Setelah menerima telepon itu pun Vanno langsung melajukan mobilnya. Ia tahu kemungkinan keberadaan kakaknya saat ini dimana. Sudah sejak dua bulan yang lalu setelah beberapa kali Raka pulang ke rumah dengan setengah sadar dan sempoyongan, Vanno diam-diam membuntuti dan memperhatikan kakaknya itu dari kejauhan. Keadaan Raka yang kacau hampir setiap hari membuat Vanno berpikir, kakaknya itu tidak bermain dengan wanita nakal sama sekali selama di klub, namun ada satu nama yang sering disebut-sebut setiap kali Raka tak sadar, yaitu Azalea. Vanno sudah hapal betul dengan nama itu, meskipun ia tidak tahu seperti apa rupa gadis itu.

Vanno membopong Raka sampai masuk ke dalam rumah. Namun tiba-tiba saja Raka berontak dan membuat Vanno terdorong hampir tersungkur.

"Jangan pernah ikut campur lagi urusan gue!" Ucap Raka seraya menunjuk tegas adiknya.

"Bang, kalau lo gak macam-macam gue juga gak bakal ngelakuin hal sekasar tadi ke elo! Apa sih gunanya senang-senang di klub lihatin orang-orang joget doang sambil minum-minum kayak orang bego?!"

"Anak ingusan kayak lo gak bakal ngerti urusan gue! Jangan pernah ganggu hidup gue lagi!!" Raka pun melangkahkan kakinya dengan gontai menuju kamarnya. Hingga di anak tangga kedua ia menghentikan langkah kakinya.

"Lo punya nomer Alea?"

"Bukan urusan lo" Ucap Vanno tak acuh.

Raka langsung menghampirinya dan melayangkan pukulan pada adiknya itu. Untuk pertama kalinya, ya, ini pertama kalinya Raka memukul adiknya, sama seperti Vanno saat di klub tadi.

Raka menarik kerah seragam Vanno.

"Lo punya nomer HP Alea, iya?! Sejak kapan?!" Ucap Raka, geram. Teriakannya hingga menggema di setiap sudut rumah mewah bertingkat tiga yang sepi ini. Vanno hanya diam menatap mata Raka yang sama berkilatnya dengan matanya.

"Jawab, sialan!" Raka kembali mendaratkan bogem ke wajah adiknya itu. Bi Inem yang sedari tadi ada di dapur pun sampai keluar dan menghampiri mereka dengan histeris.

"Apaan sih, hah?  Emang kalau gue punya, kenapa? Kalau gak punya juga kenapa? Lo mau pukul gue? Pukul aja terus, bang! Pukul!"

"Astaghfirullah, adeeenn! Aduuuhh. Udah den, jangan berantem" Ucap Bi Inem berusaha melerai.

Raka meraba seragam Vanno, merogoh saku guna mendapatkan ponsel adiknya. Hingga dalam sekejap ponsel itu hancur, layarnya yang retak bak akar serabut pun bukti seberapa kerasnya Raka membantingnya ke lantai.

"Bang!" Vanno terbelalak, terkejut dengan sikap kakaknya yang seakan tampak asing baginya.

"Jangan coba-coba hubungin Alea, ngerti lo?!"

"Lo tuh kenapa sih, hah?! Pulang ke rumah sempoyongan, bikin keributan di klub, kabur dari lokasi syuting, dan sekarang lo marah cuma gara-gara nomer cewek, lo hancurin HP gue! Oke, gue gak peduli amat sama HP gue yang lo rusakin, tapi kenapa lo berubah kacau kayak gini bang?!! Gue ngerasa asing lihat lo yang sekarang ini, kemana abang yang selalu jadi panutan gue, hah? Kemana?!!"

Raka tidak mempedulikan ocehan adiknya itu dan hanya berbalik melangkah menuju kamarnya di lantai dua.

"Woy! Gue belum selesai ngomong!" Ucap Vanno, ia ingin mengejar dan balas menghajar kakaknya, namun bi Inem terus saja menahannya. Ia menatap punggung Raka yang kian menjauh. Benar-benar menjauh. Vanno ingin tertawa saja rasanya. Hidupnya kini tambah hancur dan kesepian. Kakaknya yang selama ini ia sayangi dan begitu ia percaya kini seakan pergi menjauh meninggalkannya. Miris. Satu hal yang pasti, keadaan keluarganya benar-benar sudah hancur sekarang.

Vanno membanting tubuhnya ke sofa, mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat seraya menatap lantai dengan tajam. Ia merasa kehilangan sosok kakak dari dalam diri Raka, kakaknya kini berubah menjadi orang yang kacau dan tanpa arah. Vanno merasa ditinggalkan. Pikiran-pikiran buruk sangka pun kini menyeruak pada satu subjek. Semua ini karena gadis itu, batinnya. 

.

.

*****

Makasih yaa udah baca storyku.

Jangan lupa tinggalin komentar dan vote nya loh ya! Hehehe.

Ririn Irin.

Bogor, 9 Maret 2019

Friend For SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang