29 - Klakson Pagi

351 28 2
                                    

Alea memandang Raka sejenak. Selama di perjalanan Alea dan Raka tidak saling bicara. Raka hanya fokus pada jalanan dan sesekali melempar pandangannya ke jendela saat berhenti di lampu merah. Alea menghela napasnya, kenapa ia harus mengenal pria keras kepala sepertinya. Alih-alih bertanya apakah Raka marah padanya, ia malah lebih memilih diam saja dan membiarkan Raka fokus mengemudi terlebih dahulu.

Setelah dua jam di perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di depan rumah Alea. Raka mematikan mesin mobilnya, namun tidak membuka kunci pintu mobil sportnya. Jangankan Raka, Alea pun enggan turun dari mobil ini.

"Kalau marah, bilang. Gak usah diam aja kayak gitu" Ucap Alea pada cowok yang sedang menatap lurus ke depan.

"Lo tahu gue marah, gue mau lo jangan pernah ketemu sama bokap nyokap gue lagi!"

"Alasannya?"

"Pokoknya kalau gue bilang jangan ya jangan!"

Alea pun menautkan alisnya. "Lo pikir lo siapa sampai seenaknya aja ngelarang gue tanpa alasan yang jelas?"

Raka menggenggam erat setir. "Elo gak ngerti, Alea"

"Emang apa yang harus gue ngertiin? Dengar ya, kalau lo ngerasa punya masalah sama bokap nyokap lo, terserah! Tapi jangan bawa-bawa gue buat ikut gak suka dan gak berhubungan baik sama mereka juga! Gue berhak menilai orang. Lagi pula gue gak punya masalah apapun sama bokap nyokap lo dan gue merasa baik-baik aja selama berkomunikasi sama mereka. Jadi apa masalah lo pake larang-larang gue segala, hah?"

"Kalau lo masih dekat-dekat sama mereka, secara gak langsung mereka bakal suruh lo buat terus-terusan maksa gue komunikasi sama mereka dan gue gak suka itu!!"

"Siapa yang maksa sih? Gak ada yang maksa gue, Raka. Oke, maaf tadi gue udah maksa lo buat makan malam di rumah dan pamit sama nyokap lo. Tapi apa gue salah kalau gue menghormati orang yang punya rumah dengan makan bersama di rumahnya dan pamit sebelum gue pulang? Mereka itu orang tua, gue cuma lakuin sesuatu yang biasa gue lakuin, sama kayak lo kalau lagi ada di rumah gue. Gak mungkin kan lo main datang dan pergi tanpa salam ke bokap nyokap gue?"

"Tapi elo maksa gue, padahal elo tahu posisi gue itu kayak gimana! Kondisi keluarga gue itu beda sama kondisi keluarga lo, Alea!!" Sergah Raka.

"Ya makanya tadi gue minta gak usah anterin gue pulang kalau lo gak mau pamit dulu sama tante Mira! Gue mau cari aman, gak mau kena imbas kualat dari lo! Jadi jangan pernah larang-larang gue, gue gak punya masalah apapun sama ortu lo!!" Ucap Alea.

Raka tercekat, lagi-lagi alasan Alea itu yang membuatnya tidak bisa menyangkal lagi. Ia terpaksa menuruti Alea karena ia tidak ingin gadis itu pulang sendirian atau terkena imbas kualat darinya. Benar, gadis di sampingnya ini tidak ada hubungannya dengan masalah keluarganya dan tidak berhak ikut merasakan rasa benci yang dimilikinya juga.

Alea membenarkan posisinya menghadap Raka.

"Bukannya waktu itu lo bilang lo mau mereka selalu ada di rumah? Lo gak lihat? Mereka udah ada di rumah kan? Terus apa yang lo lakuin tadi? Malah sok cuek! Gue paham lo masih sakit hati karena peristiwa yang terjadi di masa lalu, tapi lo juga gak bisa kayak gini terus, Raka. Elo tahu kan di agama kita gak boleh marahan lama-lama? Coba deh buang gengsi lo jauh-jauh kalau mau semuanya jadi lebih baik"

Raka menyandarkan kepalanya di badan kursi kemudi seraya memencet tombol untuk membuka kunci pintu mobilnya tanpa menoleh dan mengatakan apapun pada Alea.

Alea menatapnya tak percaya, ia paham maksud Raka membuka kunci pintu mobilnya itu apa. Ia pun langsung keluar dari mobil sport itu dengan perasaan kesal setengah mati.

Baru tiga langkah Alea berjalan, ponsel yang digenggamnya bergetar menampilkan sebuah pesan.

From: Si Kambing Bangkotan Berbulu Domba

Friend For SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang