Di dalam kamarnya yang temaram, Raka duduk bersandar di kepala ranjang seraya memandangi wallpaper ponselnya. Ia menjadikan foto yang ia potret diam-diam saat Alea sedang makan di kamarnya hampir tiga bulan yang lalu sebagai wallpaper ponselnya. Sudut bibir Raka tertarik, namun itu tidak berlangsung lama karena hatinya yang berbunga-bunga seketika lenyap tergantikan amarah bercampur bingung.
Raka seorang artis, idola yang dikagumi oleh banyak orang. Entah Raka harus menyesal atau bersyukur atas pilihan profesinya itu. Raka sadar, menjadi artis berarti sama saja merelakan gerak-gerik dan privasinya diusik oleh orang lain.
Saat itu, saat dimana jantungnya selalu berdetak lebih cepat setiap kali ada di dekat Alea, Raka sadar akan hatinya yang mulai luluh pada gadis itu. Tentu dalam kata lain Raka tahu bahwa ia mulai jatuh hati pada gadis yang selisih tiga tahun dengannya itu. Raka menyadarinya namun ia pun teringat dengan perjanjian di atas materai bahwa ia harus terus berdekatan dengan Angel agar popularitas mereka meningkat, Raka bisa saja mengabaikan dan meyakinkan Alea tentang hal itu tetapi Raka juga tidak ingin gadis itu terlibat lebih jauh dengan dunianya, dunia hiburan dan juga kehidupannya yang kelam. Raka ingin melindunginya. Ia ingin Alea menjalani hidup yang nyaman tanpa merasa terusik. Ia ingin Alea bahagia.
Angel melirik tas selempang perempuan di atas sofa.
"Ada yang lagi jenguk kamu?"
"Maksudnya?"
"Kamu lagi dijenguk sama cewek?"
Raka tertegun ketika Angel menunjuk tas selempang milik Alea dengan dagunya.
"Itu tas temanku"
Angel menatap Raka dengan tatapan intimidasi. Raka pun menghela napasnya. "Serius, dia itu cuma teman aku"
"Aku harap kamu jujur sama ucapanmu. Ribet urusannya kalau sampai Pak Hadi tahu"
Raka memutar bola matanya "Silahkan aja kalau dia mau tahu,orang emang cuma teman kok"
"Oke, aku pegang ya omongan kamu"
Raka terdiam. Lalu mengangguk setuju.
Raka tersenyum kecut. Ah, ia sungguh lupa memberi hadiah untuk Angel karena sudah memperingati hingga membuatnya mengambil langkah tegas pada Alea.
Lantas bagaimana dengan Raka saat ini? Tidak bisa berbuat apapun, ia putus asa. Kesepian dan kegalauan seakan menelannya hidup-hidup. Keadaan keluarganya masih sama seperti biasa, papinya sudah lama sulit ditemui, maminya semakin jarang pulang karena sedang persiapan membuka toko kue di Surabaya mengikuti jejak teman-temannya yang sesama artis, sedangkan Vanno? Raka tidak pernah menyalahkan Vanno atas kesepiannya di rumah mewah berlantai tiga ini karena Vanno pun sama menyedihkannya dengan dirinya. Dan hari ini ia baru saja bertengkar dengan adiknya itu, padahal sebelumnya ia pun tidak pernah bertengkar sehebat itu dengan adiknya, namun hari ini Raka merasa Vanno terlalu mencampuri urusannya hingga membuat amarah Raka pun membuncah. Ia bahkan sampai memukul adiknya, sesuatu yang belum pernah ia lakukan sejak mereka beranjak dewasa.
Raka meneteskan air matanya.
"Gue gagal jadi panutan buat Vanno, Alea" Lirih Raka pada foto Alea di ponselnya. Kini butir-butir air mata pun berjatuhan. Ia terisak.
Di sisi lain, Vanno melihat kakaknya dari pintu kamar yang sedikit ia buka. Amarahnya pun kini berganti dengan rasa iba. Ia menutup pintu itu dengan hati-hati dan menjauh dari sana dengan pikiran-pikiran rumit di kepalanya. Tidak lama kemudian ia kembali ke lantai satu dan menemukan bi Inem sedang memungut puing-puing ponselnya yang malang.
"Bi, boleh gak Vanno pinjam HP bibi? Buat jaga-jaga aja soalnya Vanno mau pergi dulu dan kayaknya pulangnya agak lama"
"Oh, ya udah sebentar ya, den" Bi Inem pun mengambil ponselnya di dapur dan kembali lagi membawa Android jadulnya. "Ini, den"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend For Secret
Romance"Bikin malu aja!" Gumam Alea yang ternyata sampai terdengar di telinga cowok itu. Siapa pun di dunia ini pasti akan bahagia jika bertemu dengan artis terkenal. Minta selfie, minta berjabat tangan, minta tanda tangan. Yah, minimal stalking atau seke...