"Pull back please! Pull back please!"
Suara walkie talkie itu terus terdengar. Namun tidak di dengarkan oleh seorang pria yang tengah sibuk memainkan perangkat bom di dalam sebuah gedung. Gedung yang selalu ia injak beberapa bulan lalu. Ia tak rela gedung itu hancur. Bom itu bukanlah bom biasa yang hanya mampu menghancurkan sebuah bangunan belaka. Bahkan bom itu mampu menghancurkan hingga radius 100 meter. Ia tak ingin mereka semua menjadi korban. Ia telah mencintai orang-orang itu.
"Pull back! Pull back! Are you hear me! Pull back! Pull back please!"
Setya tak perduli. Nyawa sekian banyak orang ada di tangannya. Apapun yang terjadi ia harus bisa menjinakkan bom itu. Setidaknya ia bisa meminimalisir ledakannya. Biar tidak banyak orang yang akan menjadi korban. Namun walkie talkie nya terus berbunyi. Ia mulai geram. Ia raih walkie talkie nya. Ia matikan begitu saja.
"Sebentar lagi sebentar lagi", gumamnya.
Waktunya tak lama lagi. Ia hanya memiliki beberapa detik lagi. Ia tau ajalnya telah dekat. Tak mungkin lagi dia keluar dari gedung itu. Untuk terakhir kalinya, Setya bersujud di lantai.
SUBHAANAKALLAHUMMA RABBANAA WABIHAMDIKA ALLAHUMMAGH FIRLII. Maha Suci Engkau, ya Allah! Tuhanku, dan dengan pujiMu. Ya Allah! Ampunilah dosaku. Beberapa kali ia menyerukan bacaan itu dalam sujudnya. Setya mulai berlari keluar dari gedung. Sorak Sorai orang-orang terdengar dari kejauhan melihat Setya keluar dari gedung itu. Tidak! Tidak keluar namun hampir. Pria itu masih di dalam gedung, hanya saja telah berada di ambang pintunya. Hanya beberapa langkah lagi.
BOOM!!
BOOM!!Suara itu bergema begitu saja. Tubuh Setya terpelanting begitu jauh. Teriakan orang-orang di sana masih terdengar. Sayup-sayup kepalanya terasa sangat sakit. Lintasan sejarah dalam hidupnya mulai di putar. Ayah ibunya, adiknya, dan Adriana semuanya bagaikan lintasan film yang tengah ia saksikan.
Ya Allah apakah ini tanda-tanda maha kuasa-Mu atas seorang yang amat Engkau cinta. Prajurit itu terkulai. Beberapa dentuman masih terus bersua. Begitu memekakkan. Serka Yuwono berlari begitu kencang. Ia tak peduli orang-orang yang mencegahnya. Ia melintasi daerah itu. Di angkatnya tubuh lemah Setya di punggungnya.
Darah mulai herkucur menetes di tubuh Serka Yuwono. Ia tau betul darah siapa yang menetes itu. Setya, pria itu pasti sangat menyedihkan. Pria itu menurunkan tubuh Setya di zona yang dinyatakan aman. Hampir saja matanya terpejam.
"Bangun! Bangun!", Bentak Serka Yuwono.
Ia tampar pipi Setya sedikit keras. Tapi sepertinya pria itu benar-benar mati rasa. Hampir seluruh tubuhnya mulai berubah warna merah darah. Matanya masih terbuka lebar. Bibirnya ingin bicara tapi rasanya sulit sekali. Rasa sakit telah menyelubunginya. Tinggal menunggu Izrail menyelesaikan tugasnya maka pulanglah satu lagi hamba Allah.
"Bangun!!!!", Teriak Serka Yuwono.
Sekali lagi pria itu berteriak-teriak. Matanya mulai meneteskan bulir air mata. Setya sempat tersenyum beberapa detik. Hingga akhirnya prajurit itu menghembuskan napas untuk terakhir kalinya. Serka Yuwono menangis begitu tersedu. Bahkan hampir orang-orang yang berkumpul disana. Ibu Rukma jatuh pingsan, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Indonesia kembali kehilangan satu prajurit terbaiknya, Sersan Kepala Setya Susanto telah berpulang.
____________________________________Yuni berjalan dengan cepat. Ia cari menantunya di sudut rumah. Matanya sembab oleh air mata yang terus mengalir. Berita kematian Setya telah berada di tangan keluarga Susanto. Bahkan Dwi Susanto tengah mengurus kepulangan jenazah putranya itu. Yuni menatap nanar seorang wanita yang tengah duduk berdua di taman dengan putra keduanya. Ia berlari sekencang yang ia bisa. Di peluknya erat-erat menantunya.
"Kenapa ma?", Tanya Adriana terheran.
"Sabarkan hatimu nak"
Deg!
Jantung wanita itu mulai berdetak tak beraturan. Perasaannya mulai gelisah. Entah mengapa. Sebenarnya sejak dari kemarin malam ia merasakan sesuatu yang ganjil. Tapi tetap saja ia tepis perasaannya selalu."Ma", katanya lagi.
Yuni melepaskan pelukannya. Ia hapus kasar bulir air yang masih membasahi pipinya. Adriana masih terheran. Yuni memberikan sebuah surat di tangannya, bersamaan dengan sebuah kalung dog tag. Ia tahu betul apa yang ada di tangannya.
"Dog tag siapa ini ma?"
Yuni tak menjawabnya. Dada Adriana mulai berkecamuk. Tangannya bergetar begitu hebat. Betapa terkejutnya dia akan apa yang ia baca pada dog tag ditangannya. Nama suaminya Setya Susanto.
"Allah! Allah! Allah!"
Yuni segera meraih tubuh itu. Hampir saja Adriana terjatuh. Di dudukannya wanita itu pada kursi yang semula di dudukinya. Wanita itu mulai menangis. Meraung sejadi-jadi. Bagaimana mungkin suaminya tercinta meninggalkannya sendiri. Bahkan dia belum melihat anaknya yang masih dalam kandungan Adriana.
"Sabar nak, sabar sayang"
"Ma, Setya kembali kan? Dia berjanji pada saya"
"Adriana..."
"Kenapa tidak ia tepati janjinya ma! Seharusnya tiada pernah saya percaya! Seharusnya... Seharusnya... Dia tidak pergi!"
"Adriana..."
Rasanya sesak sekali. Adriana tak mampu bisa berkata-kata. Air matanya terus turun tak ingin terhenti. Tentu ia tau ia tak boleh seperti itu. Tentu ia mengerti bagaimana hukumnya menangisi seseorang yang telah tiada. Namun hati kecilnya terus menolak. Lelaki yang paling ia cintai, lelaki yang paling mencintainya kini harus pergi untuk selamanya.
Wanita mana yang ingin di tinggal mati suaminya. Wanita mana yang mau menjadi seorang janda. Tapi itulah resiko menjadi seorang istri dari tentara, apapun yang terjadi harus di terima. Itulah resiko menjadi istri tentara, harus siap jika suami pulang nama.
"Ma antar saya ke bandara ma"
"Jenazahnya baru akan pulang besok sayang"
"Saya mohon ma saya mohon. Saya ingin menunggui suami saya sampai pulang. Saya ingin menantinya terakhir kali ma. Saya mohon ma. Saya mohon"
Tak ada daya dan upaya lagi. Adriana semakin meronta. Menangis sejadi-jadinya. Rasanya sakit sekali ketika melihat seseorang yang begitu kita cinta meninggalkan kita untuk selamanya. Tapi itulah hukum alamnya semua yang bernyawa pasti akan kembali ke asalnya.
____________________________________
Jakarta, 09.10 WIB
Tepat pukul sembilan lebih sepuluh pagi, sebuah peti mati keluar dari pesawat. Sebuah penghormatan terakhir di ajukan kepada prajurit negara Indonesia yang gagah berani itu. Adriana menatapnya dengan nanar. Setelan hitamnya berkibas tertiup angin. Hari ini ia melihat suaminya pulang meskipun tidak lagi bernyawa. Sesekali ia mengusap air matanya yang tak sengaja jatuh. Telah ia kuatkan untuk tidak menangis tapi rasanya sangat mustahil.
Yuni masih setia berdiri di samping Adriana. Wanita itu masih merangkul bahu menantunya. Adriana menunduk. Sesekali mengusap perutnya yang kini sudah sangat besar. Sesekali juga mengusap pipinya yang basah.
"Ayah pulang sayang. Dia prajurit hebat untuk bangsa ini. Jadilah seperti dia suatu hari nanti, menjadi perisai untuk bangsamu", gumamnya.
Tbc
Maaf kalo jelek atau tidak sebagus yang pertama. Tapi saya akan berusaha demi para readers mohon bantu komen dan vote 🙏
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Benteng Merah Putih
RomanceSebelum baca silahkan baca cerita "ANTARA LEBANON" Aryandra Prasetya memiliki cita-cita suci untuk meneruskan perjuangan mendiang ayahnya Serma Setya Susanto yang gugur dalam tugas perdamaian di Lebanon. Lalu bagaimanakah perjuangan Setya muda mener...