"kau benar mau menemuinya set"
"Ya"
"Aku perlu ikut?"
"Tidak perlu. Kamu jemput Isbel saja di kampus yah. Oiya Ram"
"Apa?"
"Tolong jaga Isbel dengan baik. Dia adik saya. Jangan pernah sakiti dia"
"Siap komandan!"
Mereka berdua mulai terkekeh. Setya mulai berlari menuju mobilnya. Tak beberapa lama kemudian, mobil itu melaju melesat pada jalanan yang senggang. Hari ini, ia harus pergi menemui Nafisah. Entah dimana gadis itu, ia akan mencari. Tak beberapa lama, ia telah sampai pada tujuannya. Setya segera turun. Ia berlari kecil menuju rumah sakit. Berharap Nafisah ada disana.
"Ada apa bapak?", Tanya seorang resepsionis. Kala Setya mendatanginya dengan wajah yang tegang.
"Jadwal dokter Naf"
"Maaf bapak. Dokter Nafisah sedang mengambil cuti"
"Oh begitu. Ya sudah terima kasih"
"Sama-sama bapak"
Setya mulai keluar dari rumah sakit. Ia mulai termenung. Akan dimana dia menemukan Nafisah. Ia mulai duduk di bawah pohon rindang. Udaranya begitu sejuk. Angin semilir mulai menyambutnya. Rasa kantuk mulai menyerangnya. Namun ia tahan sejadi-jadinya. Ia mencoba memejamkan mata beberapa saat. Bayangan Mediterania yang berubah menjadi sosok Nafisah kembali menggelayut. Kini ia paham. Medi dan Nafisah adalah dua orang yang seperti satu. Jadi, pasti mereka memiliki sebuah kesamaan yang sama. Setya mulai berpikir apa yang Medi suka.
"Medi... Taman.. yah, taman"
Setya mulai bangkit. Seakan ada gairah baru yang membangkitkan dirinya. Ia mulai berlari. Masuk kedalam mobilnya kemudian melajukannya dengan kencang. Ia harus bertemu dengan Nafisah secepatnya. Pikirannya mulai merambat. Bagaimana nanti dia harus merangkai kata. Atau bagaimana nanti ketika Nafisah berdiri di hadapannya. Rasanya begitu kaku. Tapi ia yakin tentang apa yang akan ia katakan pada Nafisah. Ia berhenti di taman kota.
Matanya mulai menelusup jauh kesana kemari. Sudut demi sudut taman ia jajaki. Berharap gadis mungil itu ada disana. Duduk atau sekedar berjalan. Namun tidak ada. Taman terasa begitu sunyi. Mungkin ini bukan hari libur yang mana kala ia datang bersama Medi, akan terasa begitu sesak. Ia kembali masuk kedalam mobilnya. Memutar otaknya dalam-dalam kemana lagi ia harus pergi. Kini dirinya mulai mengutuk seorang diri. Seharusnya ia membawa serta Rama atau Isabella. Tapi sudahlah, semuanya sudah terlambat.
"Nafisah... Dimana kamu...", Ujarnya pada diri sendiri.
Ia kembali mengingat apa yang Medi suka. Hingga ia berpikir bahwa dia harus pergi ke tempat yang banyak di sambahi anak kecil. Yah, Medi suka anak-anak. Dan tak jauh berbeda dari itu, Nafisah mungkin juga mencintai makhluk-makhluk kecil itu. Ia pergi ke beberapa panti asuhan, tempat bermain, atau dimanapun itu. Namun hasilnya nihil. Tak ada satupun tempat yang bisa ia temukan dimana Nafisah berada. Ia menghela napas. Rasanya lelah sekali.
Setya menatap arlojinya. Jam disana menunjuk pukul setengah dua belas siang. Ia harus segera mencari tempat ibadah untuk bersujud pada Tuhannya. Ia mulai mengemudikan mobilnya. Hingga berhenti di sebuah masjid dengan halaman yang luas. Jam telah menunjukkan pukul setengah dua belas lewat. Seharusnya sudah terdengar adzan dari dalam masjid. Ia mulai bergegas melangkah ke dalam. Mencoba melihat apakah ada penghuni disana atau tidak. Tak berselang lama, suara adzan dari bocah laki-laki mulai menggema. Terlantun begitu indah. Beberapa anak-anak mulai keluar dari masjid. Tawa mereka juga terdengar begitu riang di barengi dengan langkah-langkah kecil yang amat ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benteng Merah Putih
RomanceSebelum baca silahkan baca cerita "ANTARA LEBANON" Aryandra Prasetya memiliki cita-cita suci untuk meneruskan perjuangan mendiang ayahnya Serma Setya Susanto yang gugur dalam tugas perdamaian di Lebanon. Lalu bagaimanakah perjuangan Setya muda mener...