Malam Temaram

899 93 2
                                    

*Jangan lupa stel videonya di bagian Rama nyanyi yah 😉

Suara petikan gitar begitu syahdu. Mengalun begitu merdu pada beranda rumah. Rupanya Rama yang tengah memainkannya. Setya mendengarkan sembari menatap langit yang masih terlihat satu dua bintang. Suara merdu Rama juga mengalun. Bersamaan dengan petikan gitarnya yang mengharu biru.

"Kamu pintar nyanyi juga ram"

Tak ada balasan. Pria itu masih sibuk bernyanyi dengan lagunya. Setya pun tak masalah sebab ia tahu apa yang tengah Rama lakukan. Pikirannya masih tentang apa dan mengapa. Tentang rahasia Stephen dan Rebecca mengenai Mediterania. Ah, pertanyaan itu kembali mencuat. Bahkan ia tak mendengar kabar Mediterania lagi. Entah dimana sekarang. Keinginan untuk mencarinya lagi mulai menjadi-jadi. Bukankah terakhir kali Medi berkata ia boleh mencarinya setelah tugas negara selesai ia jalani. Lalu apa lagi. Dia harus mencari Mediterania.

"Saya harus mencarinya lagi"

Jreng!

Petikan terakhir Rama mengakhiri kata-kata Setya. Rama menatap laki-laki yang berdiri disana. Ia menghela napas. Entahlah. Hanya keheranan saja pada Setya. Mengapa ia begitu mencintai Mediterania. Walaupun alasannya sudah sangat gamblang tapi masih tidak bisa di cerna dalam otak laki-laki bermata sipit itu.

"Kau yakin set?"

"Ya"

"Iya sudah sebagai seorang sahabat aku hanya mampu mendukung dan membantumu apabila kau memerlukan"

Setya tersenyum. Ia mengangguk. Mendapatkan sebuah dukungan saja membuatnya begitu gembira. Ia kembali menatapi langit dengan jumlah bintang yang semakin sedikit. Dulu, tempat ini adalah tempat kesukaannya dengan Paman Galih. Sosok ayah yang di gantikan oleh pamannya membuat Setya begitu mencintai sosok Galih. Paman Galih selalu bercerita tentang masa kecilnya. Bagaimana ayahnya selalu mencintai dia meskipun saat itu, dia hadir dengan cacat dan keterbatasan. Cerita-cerita yang terus mengalir dari bahasa tubuh pamannya yang mengantarkan dirinya merasa begitu dekat dengan mendiang sang ayah. Meskipun ia sama sekali belum pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Bahkan, ia tak pernah melihat ayahnya meski hanya sebentar saja dalam hidupnya.

Tak berselang, suara dari bawah sana begitu gaduh. Yah, Setya tahu itu adalah Isbel yang tiba-tiba datang kerumahnya. Ia dapat melihatnya ketika mobil Isbel berhenti di depan rumahnya. Kemudian menurunkan sosok itu. Isbel mungkin sudah masuk ke dalam rumah menyapa bunda yang masih ada di bawah sana. Sehingga menimbulkan suara yang begitu bising. Ia tersenyum simpul gadis itu tak pernah berubah ketika datang kerumahnya. Sedangkan Rama, dia sudah kembali bernyanyi. Memainkan lagu-lagu sendu yang mengharu biru.

Krek!
Knok pintu mulai terbuka. Menampakan seorang gadis cantik yang meringis menatap kedua pria di kamar itu. Setya hanya tersenyum saja. Sedangkan Rama, dia tak berkutik dengan kekasihnya sang gitar kayu. Pria itu memang menyukai musik. Bahkan bisa memainkan berbagai macam alat musik. Gitar, bass, cajon, kibor, piano hingga kecapi mampu ia mainkan.

"Wah bang Rama pintar nyanyi yah", ujar gadis itu.

Setya hanya tersenyum. Mungkin sebentar lagi Isbel akan segera mengacau pada Rama. Gadis itu mulai duduk di samping Rama. Mendengarkan dengan baik dan tenang. Terserah saja. Setya mulai berjalan keluar. Tenggorokannya mulai terasa haus. Mungkin segelas air mampu membuatnya sedikit lebih baik.

Isabella masih menatap Rama. Rama tak berkutik sama sekali. Ia masih sibuk bernyanyi dengan petikan jemarinya yang ajaib. Membuat gadis di sampingnya benar-benar terpukau. Isabella hanya tersenyum. Bahkan gadis itu tidak tahu caranya untuk berhenti tersenyum. Ia bahkan tidak mengira Abang bermata sipit ini bisa bernyanyi dengan sangat baik.

Benteng Merah PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang