Malam ini hujan turun. Rintiknya membuat bunyi. Hawanya mulai semerbak. Membawa dingin yang menelusup melalui pori-pori kulit. Tidak terlalu deras. Hanya rintik saja. Namun semuanya terasa suram. Kelam. Nafisah masih setia menunggu Medi di sampingnya. Ia tetap terjaga meski kantuk kini menyerang dirinya. Tubuh kecil itu sangat lelah sebenarnya. Selepas selesai bertugas ia bergegas menjaga Medi.
Ia menghela napas. Menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Ia masih menatap Mediterania. Lama tak berselang, matanya semakin berat. Kantuk terus menyerangnya. Hingga akhirnya gadis itu menyerah. Ia pasrah pada mimpi yang membawanya pergi.
Jauh di sisi lain, Medi tengah berdiri. Ia seperti Medi yang dulu. Gadis cantik yang pemberani. Masih ia gunakan seragam lorengnya. Rambutnya pendek sebahu. Berkibas tertiup angin. Sebuah cahaya tampak begitu menyilaukan. Membuat matanya begitu silau. Ia menyipitkan matanya. Masih menatap ke depan siapakah gerangan.
"Medi...", Panggil seorang pria.
Medi mulai mencari dimana gerangan suara itu. Lamat-lamat ia mencari. Hingga seseorang muncul di hadapannya. Betapa terkejutnya dia. Di hadapannya berdiri seorang pria gagah berkulit hitam. Pria yang bahkan tidak pernah ia temui di alam nyata. Namun sering ia berjumpa dengan pria itu di alam mimpi.
"Papa!", Pekiknya.
Ia bahagia bukan main. Linus tampak tersenyum mendapati anak gadisnya yang tumbuh dengan sangat luar biasa. Bahkan air bening hampir saja terjatuh di pipinya yang tegas itu. Medi tak pernah bermimpi tentang hal ini. Mimpinya bertemu papa nya selalu terjadi namun dalam mimpi, dia masih seorang gadis kecil. Bukan seperti sekarang ini.
"Papa bangga dengan kau. Putri papa telah tumbuh begitu membanggakan"
"Aku ingin pergi bersama papa"
"Tunggu sebentar lagi. Pikirkan baik-baik apakah tugasmu telah selesai atau masih ada yang ingin kamu selesaikan"
Medi terdiam. Ia mulai berpikir tentang apa yang di katakan papanya. Satu demi satu memorinya mulai terbuka. Ketika ia kecil dan hanya mama yang ia punya. Ketika hanya ada beberapa orang yang peduli dan mencintainya. Ketika ia merasakan cinta pertama. Semuanya bergulir bagai putaran film. Tugasnya telah selesai. Bahkan ia lelah dan ingin menyerah. Ia ingin kembali kepada Tuhannya. Ia tak kuat menahan rasa sakit ini. Pikirannya kembali melayang pada ia yang sekarang. Bagaimana tentang jarum suntik yang setiap hari ia rasakan. Atau tentang obat-obatan yang harus ia minum. Sebuah ruangan yang menjadi kawannya saat ini. Ia ingin meninggalkannya. Kembali pada peraduan yang abadi.
"Aku ingin di peluk Tuhan seperti papa"
"Yakinkah"
"Ya papa. Aku ingin menjadi anak Tuhan yang patuh. Aku ingin kembali pada Bapa. Aku telah menjemput papa untuk mengantarku ke surga. Ayo kita pergi"
Medi mulai menggenggam tangan Linus. Meyakinkan papa nya untuk bersiap pergi bersama. Ia telah siap meninggalkan semua yang ada. Ia bahkan telah rela Tuhan mengambil hidupnya sekarang juga. Masing-masing orang telah mempunyai tujuan hidup sendiri. Medi telah berada di puncak tujuannya lahir ke dunia. Dan mungkin ini adalah saatnya dia kembali pada sang pencipta. Melaporkan tugasnya bahwa dia telah selesai.
"Medi! Medi!", Teriak seseorang.
Medi berhenti. Ia menatap siapa yang memanggilnya dalam kabut putih. Lamat-lamat bayangan seorang laki-laki mulai terlihat. Dia adalah Prasetya. Laki-laki itu berlari dengan kencang. Ia benar-benar takut akan kehilangan. Sungguh, dia tak ingin kehilangan Mediterania untuk yang kedua kalinya.
"Saya mohon jangan pergi!", Ujarnya.
"Aku harus kembali. Selamat tinggal"
Medi mulai berjalan kembali. Ia tak memperdulikan pria itu. Hatinya telah mantap. Ini memang telah menjadi pilihannya. Menjadi tujuan akhir hidupnya. Ia rela dengan semua yang akan ia tinggalkan. Setya masih di sana masih memanggil nama Mediterania. Tapi gadis itu masih saja berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benteng Merah Putih
RomanceSebelum baca silahkan baca cerita "ANTARA LEBANON" Aryandra Prasetya memiliki cita-cita suci untuk meneruskan perjuangan mendiang ayahnya Serma Setya Susanto yang gugur dalam tugas perdamaian di Lebanon. Lalu bagaimanakah perjuangan Setya muda mener...