Ternyata Berbeda

1.7K 116 0
                                    

Suara adzan dhuhur mulai berkumandang. Seperti yang lainnya, Setya mulai pergi ke masjid untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Dilihatnya sosok yang sangat ingin di lihatnya setiap saat. Medi berdiri di samping masjid. Entah apa yang ia lakukan disana. Seakan mencari-cari seseorang. Mata mereka mulai beradu. Sesungging senyum terukir diwajah cantiknya. Ah sangat cantik.

"Deksu!", Teriaknya.

"Siap kaksu!",teriak beberapa orang termasuk Setya.

"Kau yang disana, kemari sebentar!", Katanya sembari menunjuk Setya.

"Siap!"

Setya mulai berlari kecil menuju Medi. Medi mulai berjalan sedikit menjauh dari masjid. Setya mengikutinya di belakang. Tepat di sebuah pohon ia berhenti. Ia menghadap persis pada Setya. Menatap kedua manik mata itu. Medi mulai tersenyum.

"Maaf sikapku tadi"

"Sikap yang mana?"

"Saat memanggilmu"

"Tidak ada yang salah. Kamu adalah seniorku"

Medi kembali tersenyum. Ingin sekali dalam hatinya memeluk lelaki yang ada dihadapannya. Ia harus ia telan mentah-mentah hal itu. Ia tak bisa memeluknya dengan erat. Bahkan menggenggam tangannya saja harus menunggu situasi yang benar-benar mungkin.

"Jadi? Ada apa?", Tanya Setya.

"Hanya ingin bertemu. Itu saja"

Setya tersenyum. Kemudian mengacak rambut Medi membuat gadis itu mulai terbahak. Entahlah menyenangkan sekali waktu bersamanya. Ia mulai mencubit kedua pipi gadis itu. Medi memang tinggi. Tapi tetap saja ia lebih tinggi daripada tinggi gadis itu. Membuat Medi terlihat begitu kecil dihadapannya.

"Tunggu aku", kata Setya sembari menatap kedua manik mata Medi. Tangannya ia biarkan pada kedua bahu Medi.

"Tunggu apa?"

"Lulus dari pendidikan"

"Setelah itu"

"Tunggu aku"

"Tunggu apa?"

"Menghabiskan masa tugasku"

"Setelah itu?"

"Aku akan melamarmu"

Kedua pipi Medi mulai bersemu merah. Jantungnya berdetak begitu kencang. Darahnya berdesir. Kupu-kupu di dalam perutnya seakan ikut menari-nari. Entahlah ia tak tahu apa yang terjadi padanya yang jelas ia mengerti ia bahagia.

"Setya..."

"Ya"

"Aku berdoa, Tuhan akan menjatuhkan cintaku sejauh-jauhnya padamu"

"Dan aku berdoa, kamu yang akan selalu mendampingi aku di manapun aku pergi"

"Hmm sudah. Ini", kata Medi sembari memberikan sebuah buku pada Setya.

"Apa ini?"

"Untukmu. Simpan saja, semua tentangku ada disana. Pergi, kamu harus sholat kan?"

"Ayo sekalian"

"Hmmm tidak"

"Kenapa?"

"Set.. aku katolik"

"Oh okay"

"Kamu... Menyesal?"

"Tidak. Kalo gitu, aku solat dulu ya"

Medi mengangguk. Setya mulai melenggang menjauh dari Medi. Memang ada yang sedikit mengganjal dalam benaknya. Ia berhenti. Sekali lagi menatap Medi yang ada disana. Gadis itu tampak tersenyum. Ah indah sekali. Ia ikut tersenyum kemudian melenggang menuju masjid. Ia harus bersuci terlebih dahulu. Jarak iqomah sebentar lagi. Ia harus bergegas segera. Menghapus segala Hadad dari dirinya dengan cara berwudhu.

Benteng Merah PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang