Makan Malam

970 95 0
                                    

Beberapa bulan kemudian

Tok...

Tok...

Tok...

Suara pintu di ketuk dari luar. Namun masih ada jawaban. Tentu saja, rumah yang di ketuk begitu luas. Lenggang. Sepi. Seakan-akan tak pernah ada manusia yang berada didalamnya. Sekali lagi bunyi ketukan pada pintu kayu terdengar lagi. Kemudian lagi. Hingga saling menyahut. Jangan tanyakan tentang bel atau apapun di depan rumah. Rumah sebesar itu bahkan tidak memiliki bel rumah. Hingga tamu yang datang harus mengulanginya beberapa kali.

"Sebentar", sahut suara dari dalam rumah.

Krek!

Knok pintu mulai terbuka. Menampilkan seorang wanita paruh baya yang kini sudah mulai menua. Terlihat jelas dari keriput-keriput tipis di wajahnya. Namun senyum serta wajahnya masih sama seperti dahulu. Masih sangat cantik. Adriana tersenyum mendapati seseorang yang kini berdiri di hadapannya. Ia terperangah hingga tak bisa berkata apapun kecuali hanya senyum dan tangisan yang kini mengekspresikan perasaannya.

"Bunda...", Ujar laki-laki yang berdiri di depannya.

Tanpa pikir panjang, Adriana seegera memeluk putranya. Betapa ia sangat merindukan Prasetya. Tak pernah habis doa yang ia panjatkan untuk sang putra. Berharap suatu hari anaknya akan pulang lagi. Berharap kejadian bertahun-tahun silam tak akan pernah terulang. Dia pernah merasakan kehilangan yang sangat banyak. Berkali-kali dalam hidupnya. Untuk saat ini, ia tak ingin lagi merasakan kehilangan. Itu cukup menyesakkan. Membuat sakit yang begitu dalam. Tanpa ada obat ampuh untuk membuatnya sembuh. Yah, itu adalah rasa dari kehilangan.

"Saya tepati janji kan bunda"

Adriana hanya mengangguk. Lidahnya begitu kelu. Ia bungkam tak bisa bicara. Jawaban atas doanya selama ini telah terdengar. Telah di kabulkan. Siang dan malam ia hanya berdoa agar anaknya pulang lagi. Agar putranya datang kembali. Dan benar, Allah tak akan pernah tidur. Ia selalu mendengarkan doa hamba-Nya. Meskipun tak langsung bisa di kabulkan. Ada beberapa cara Allah untuk mengabulkan doa hamba-Nya. Pertama, Ia berikan langsung apa yang di minta, sebab Allah tahu orang itu sangat membutuhkannya. Kedua, Ia penuhi yang di minta namun harus ada usahanya, sebab Allah ingin melihat betapa sabar dan gigihnya kita berusaha dan berdoa. Ketiga, Ia yang sengaja tidak mengabulkan apa yang menjadi doa kita, sebab Allah tahu rencana yang lebih baik daripada apa yang kita minta.

"Ayo masuk nak, pamanmu belum sempat pulang selama kamu pergi jadi bunda sendiri di rumah bersama mbok Rati saja. Terkadang Isabella yang menemani bunda"

"Bunda..."

"Iya sayang

"Maaf, tidak bisa menemani bunda"

Adriana tersenyum. Ia menyentuh pipi Prasetya. Wajahnya begitu mirip dengan mendiang sang suami. Tak ada bedanya. Bahkan tubuh mereka sama gagahnya. Ia yakin sekali andai Setya suaminya masih hidup dan melihat anak laki-laki nya sekarang ini, dia akan bangga dengan Prasetya yang ada di hadapan Adriana. Bahkan ia sendiri sangat bangga dengan anaknya. Sifat keras kepala, bebal, dan semua yang menyebalkan dari seorang Aryandra Prasetya kini menjadikannya seorang yang begitu hebat.

"Tidak masalah. Bunda bangga dengan kamu. Mungkin ayah juga, sangat. Ayah sangat bangga sama kamu nak", katanya. Adriana tersenyum.

"Oh bunda... Ini kenalkan kawan saya. Namanya Rama, saya lupa untuk memberi tahu bunda. Ini yang selalu saya ceritakan pada bunda", tambah Setya. Ia hampir lupa pada Rama yang ikut bersamanya.

Rama memang sengaja menginap beberapa malam di rumah Setya. Ada beberapa keperluan yang harus ia urus sebelum ia kembali ke kampung halamannya. Itu sebabnya Setya menawarkan diri pada Rama untuk ikut bersamanya tinggal di rumah. Lagi pula rumahnya cukup luas. hanya untuk menampung Rama saja pasti tidak akan membuatnya atau bundanya kerepotan. Adriana menatap Rama. Senyumnya kembali mengembang.

"Oh ini nak Rama yah", ujarnya.

"Iya Tante", katanya. Rama mencium punggung tangan Adriana.

"Jangan panggil Tante, panggil bunda"

"Iya bunda"

"Nah, ayo sekarang kita masuk. Anak-anak bersih-bersih bunda siapkan makanan. Setya antar Rama ke kamar tamu di sebelah kamarmu"

"Iya Bun, saya antar dia"

"Rama, betah-betah di gubuk kami ya nak"

"Ah iya bunda terima kasih banyak sudah mau mengizinkan saya tinggal sebentar"

"Ah iya sama-sama jangan sungkan-sungkan"

Kedua pria itu mulai melenggang menuju tangga. Setya tampak menjelaskan setiap detail rumah itu. Sedangkan Rama juga sibuk mendengarkan penjelasan Setya. Ia juga sibuk bertanya ini dan itu. Adriana menatap mereka berdua. Rasanya hari ini begitu bahagia untuknya. Ia bisa bertemu lagi dengan anaknya setelah sekian lama. Rumah ini pun terasa lebih bernyawa. Tidak sesuram, sesepi sebelumnya.
____________________________________

Suara sendok dan garpu bertalu. Namun tidak hanya itu saja. Makan malam kali ini sungguh luar biasa. Meja makan di penuhi rasa gembira. Suara tawa juga menggema. Serta cerita demi cerita yang terus mengalir tiada hentinya. Baik Setya maupun Rama asik menceritakan apapun yang mereka lalui di sana. Begitu juga Adriana yang tak mau kalah. Ia juga banyak menceritakan pengalamannya tentang Lebanon yang ia lalui bersama almarhum suaminya.

"Jadi saat bunda sakit kala itu ayahmu yang selalu menunggu bunda. Tapi bukan ayahmu saja ada juga Sersan Linus, sersan Yuwono dan paman. Ah banyak lagi"

"Bunda sepertinya terlalu cantik saat muda sehingga banyak laki-laki yang menjaga", coleteh Rama. Hal itu membuat mereka mulai tertawa bersamaan.

"Tidak lah. Sersan Linus itu temannya ayah Setya. Dia itu ayahnya Mediterania, kamu pasti tahu Mediterania kan kalo benar sahabatnya Setya"

"Ah tentu tahu bunda. Gadis manis yang bisa membuat pria di sampingku ini cinta mati kan?", Sontak hal itu semakin membuat Adriana dan Rama tertawa terpingkal-pingkal.

Namun tidak untuk Prasetya. Gurat wajahnya begitu serius. Ia terdiam sejak candaan-candaan yang di berikan Rama. Ada sesuatu yang ia pikirkan. Tentang sebuah teka-teki yang perlu ia bedah.

"Bunda, saat ayah gugur saksi mata kejadian itu sersan Yuwono?"

"Iya"

"Setelah itu apa dia masih tugas?"

"Bunda tidak tahu nak, tapi yang bunda tahu dia masih di sana hingga dua sampai tiga tahun entahlah. Bunda juga tidak pernah bertemu dengannya lagi"

Ia terdiam. Mungkin peristiwa yang di alaminya ada hubungannya. Semuanya seperti rentetan sebuah benang. Pertemuannya dengan Medi, mengantarkan dia mengenal seorang sersan Linus. Meskipun hanya keluarganya saja. Yah, dia sempat berkunjung ke rumah Medi, singgah dan mendapatkan banyak cerita mengenai seorang sersan Linus sahabat ayahnya.

"Bunda... Kak Setya pulang yah?", Teriak sebuah suara yang tiba-tiba masuk.

Suara yang tidak asing untuk Setya. Yah, itu suara Isabella. Suaranya masih ia ingat. Meskipun sudah lama tidak bertemu. Isabella melonjak kegirangan. Dia tak menyangka Setya kembali setelah sekian lama pergi. Banyak yang berubah dari gadis itu. Yah, seiring berjalannya waktu, Isabella tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.

"Itu Isabella adik kau yang kau ceritakan dan kau kasih fotonya padaku?", Tanya Rama lirih. Setya mengangguk.

"Kenapa di foto dan aslinya sangat berbeda. Dia cantik sangatlah"

Setya hanya terdiam. Adriana segera menyambut Isabella. Mengajaknya makan bersama malam. Malam ini, sangat berarti bagi mereka semua. Adriana mendapatkan keceriaan dengan hadirnya mereka. Isabella mendapatkan kebahagian karna dapat memecah rindunya. Rama mendapatkan sebuah keluarga baru yang mana ia bisa di terima sangat baik oleh mereka. Tanpa melihat fisiknya yang lebih mirip dengan kebanyakan orang China. Sedangkan Setya, ia tengah mendapatkan sebuah teka-teki baru yang ingin ia ungkap kebenarannya.

Benteng Merah PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang