Dokter Nafisah

1.3K 107 1
                                    

Bus-bus berjalan dengan begitu perlahan. Namun pasti menuju pada tempat yang menjadi tujuan utama. Setya menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Dia menatap tanah yang begitu gersang. Ia tak percaya telah berada disini. Berada pada tanah yang kala itu di pijak oleh ayahnya. Ia tak percaya ada disini. Ia akan segera bertemu dengan Mediterania. Rindunya telah membuncah. Ingin ia memeluk gadis manis itu. Menggenggam tangannya erat-erat dan tak akan pernah ia lepaskan lagi.

"Berdebar?", Tanya Rama yang duduk di sampingnya.

Prasetya tersenyum. Ia bahkan tidak mengetahui jika ia harus pergi bersama-sama dengan sahabatnya ini. Sungguh kebetulan yang amat luar biasa. Mereka selalu di pertemukan dalam sebuah tugas negara. Ada sebuah kerusuhan yang terjadi di perbatasan tanah ini. Membuat Indonesia harus menambah jumlah personil sekaligus menarik mundur mereka yang tidak mampu lagi mengemban tugas. Bahkan satu diantaranya telah gugur di Medan tugas. Pilu memang. Tapi apa daya, mereka adalah seorang tentara. Yang mau menaruhkan seluruh jiwa raganya. Mau menjadi tembok dari benteng merah putih yang kokoh nan agung.

"Bahagia?", Tanya pria itu sekali lagi.

"Sangat..."

Rama tersenyum. Begitupun Prasetya. Kemudian kembali terdiam. Hingga bus telah sampai pada markas tentara Indonesia. Sebuah bangunan yang lumayan tua. Namun cukup bagi mereka untuk melindungi diri. Mereka mulai turun. Para pasukan khusus dengan baret biru yang gagah di kepala. Dada-dada bidang yang begitu sempurna ketika membusung. Tubuh-tubuh tinggi dengan lengan yang begitu kekar. Mereka siap untuk menjadi benteng terdepan ini. Benteng terdepan untuk menjaga perdamaian dunia. Mereka telah siap untuk itu.

Penyambutan para kesatria Garuda yang baru datang, berlangsung dengan bahagia. Kapten Simon menjadi pemimpin dari mereka semua. Setya mengedarkan seluruh pandangannya. Ia melihat Simon disini, namun gadis itu tak kunjung ia temukan. Apakah ia tengah berada di medis cube? Atau tengah berada di suatu tempat? Entahlah. Ia mencari-cari pemilik dua manik mata yang begitu bening. Sebening lautan Mediterania. Secantik namanya Mediterania. Dimanakah dia berada?

"Pasukan yang baru datang, silahkan kalian pergi pada barak yang telah di siapkan. Bersihkan diri dan pakaian kalian kemudian pergi ke medis cube guna mencek segala riwayat kesehatan"

Perintah satu telah di keluarkan. Para kesatria itu mulai pergi menuju barak yang telah di siapkan untuk mereka. Setya masih berdiri ditempatnya. Ia masih berharap gadis itu datang untuk menemuinya. Sungguh, ia ingin sekali bertemu dengan Mediterania. Ia ingin memeluknya meski hanya sekali saja. Ia ingin melepas rindunya sekarang juga.

"Dia telah di pindahkan pada pos dua", kata Simon.

Setya membelalakkan kedua matanya. Ia tak bisa berkata lagi. Jarak dari pos satu dan dua cukup jauh. Mungkin bisa dikatakan jarak perbatasan antar kota. Entahlah. Ia tak mengerti. Perasaannya bercampur tak karuan. Ia tak mengerti mengapa dadanya begitu sesak. Ia tak bisa mengontrol deru nafas. Seakan begitu menggebu. Seakan tak bisa bernafas dengan normal. Begitu pula dengan jantungnya. Ia pun berdetak begitu lambat. Seakan memang telah ada yang menghilang dari dirinya. Entah apa. Yang jelas, ia merasakan begitu kecewa. Kecewa yang begitu hebat.

"Pergilah ke barak dan mulai lakukan yang saya perintahkan"

"Siap kapten!"

Setya mulai berjalan. Memasuki barak yang di peruntukkan bagi dirinya. Ia terduduk di atas ranjang. Tatapannya kosong. Dia begitu kuat tapi mengapa hatinya sangat lemah. Bahkan dia mengutuk dirinya akan hal itu. Rama menatapnya. Pria itu menghampiri Setya.

"Kenapa bersedih? Bukankah ini impianmu?"

"Ya"

"Lantas kenapa?"

Benteng Merah PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang