Gapura pintu gerbang akademi militer terlihat begitu kokoh. Corak hijau tua yang begitu kental memberikan kesan gagah pada gapura disana. Satu-satu siswa yang masuk berbaris dengan rapi. Tertata dengan kompi yang telah dibagi. Mereka mulai memasuki dunia baru. Dunia yang akan mereka rasakan suka dukanya dengan bayaran yang begitu mahal. Bayaran untuk tertutup dengan dunia luar. Para putra putri negeri yang akan di didik, di tempa hingga memiliki mental baja. Setya menyunggingkan senyumnya. Ia busungkan dadanya begitu bangga. Bagaimana tidak, hari ini mimpinya menjadi kenyataan. Ia berada diantara mereka yang akan menjadi pasukan tentara republik Indonesia. Sebuah sesuatu yang patut ia banggakan.
Menjadi seorang tentara tidaklah mudah. Ia harus berani perih, berani menghadapi resiko apapun. Tapi itulah impiannya. Berdiri dengan pakaian loreng yang gagah dan sepatu PDH yang mengkilap. Impian yang selalu ia junjung sedari kecil, melanjutkan perjuangan sang ayah menjadi seorang tentara. Sebenarnya Setya pernah mendaftarkan dirinya sendiri pada tes-tes Bintara dan tamtama. Namun semuanya gagal. Ia gagal masuk dengan semua tes-tes itu. Bukan Setya namanya jika berkecil hati dengan kekalahannya. Justru pemuda itu makin ambisius untuk mengejar cita-citanya di Akmil setelah gagal menjadi Catam dan Cabin.
"Diantara kalian semua apakah ada yang menyesal?!"
"Siap! Tidak!"
"Sekali lagi, diantara kalian semua apakah ada diantara kalian yang ingin pulang?!"
"Siap! Tidak!"
"Kalian akan di didik menjadi kesatria negara. Di didik dengan mental baja, apakah kalian sanggup?!"
"Siap! Sanggup!"
"Adakah diantara kalian yang ragu?!"
"Siap! Tidak!"
"Baiklah. Setelah ini, kalian akan pergi ke barak masing-masing. Bawa barang-barang kalian sendiri tidak boleh dibantu siapapun. Mengerti?!"
"Siap! Mengerti!"
Setelah dibubarkan, siswa-siswa disana mulai memunguti barang-barang yang mereka bawa. Bukan satu dua atau tiga tas saja. Banyak sekali. Semuanya terisi penuh dengan barang-barang bawaan mereka. Mereka harus mengangkutnya dengan sekali angkutan saja tidak lebih. Terlebih jarak barak dan lapangan tempat mereka berkumpul saat ini cukup dibilang lumayan. Mereka mengikuti instruksi dengan tertib. Menuju barak yang di tunjukkan oleh para pelatih masing-masing. Setya mulai memasuki baraknya bersama rekannya yang lain. Semua tempat tidur sudah disiapkan untuk mereka. Sudah ada nomor yang mengidentitaskan diri mereka.
"Ini adalah barak kalian. Jaga kebersihan barak kalian demi kenyamanan bersama. Mengerti?!", Kata salah seorang pelatih itu.
"Siap! Mengerti!"
"Setelah ini kalian boleh istirahat untuk membereskan barang-barang yang kalian bawa. Satu jam lagi kalian harus bersiap ke lapangan. Mengerti?!"
"Siap! Mengerti!"
Pelatih itu mulai meninggalkan barak. Semua orang didalam terlihat lemas. Lunglai. Melelahkan sekali. Setya terduduk di ranjangnya sembari membereskan barang-barang yang ia bawa. Ia tak ambil pusing dengan semua yang alami hari ini. Beberapa dari rekan satu baraknya memang mengeluh. Baru hari pertama saja rasanya sudah sangat melelahkan.
"Hei! Hei!"
Suara itu terdengar beberapa kali. Setya menghentikan aktivitasnya. Ia dengarkan kembali suara itu. Seakan ada yang tengah memanggilnya namun entah siapa. Sekali lagi, suara itu terdengar. Setya membalikkan tubuhnya. Ia dapati seorang pria berkulit hitam disana tengah tersenyum. Giginya rapi sekali, putih bersih. Senyumnya juga amat manis.
"Dari mana?", Kata pria hitam itu.
"Saya?", Tanya Setya.
"Memang Beta tanya siapa kalo bukan se?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Benteng Merah Putih
RomanceSebelum baca silahkan baca cerita "ANTARA LEBANON" Aryandra Prasetya memiliki cita-cita suci untuk meneruskan perjuangan mendiang ayahnya Serma Setya Susanto yang gugur dalam tugas perdamaian di Lebanon. Lalu bagaimanakah perjuangan Setya muda mener...