Jalan Lain

1.1K 112 2
                                    

Kepergian Mediterania ke tanah air telah sampai pada telinga Prasetya. Ia sedikit menyesali akan hal itu. Bahkan ia tak bisa mengantarkan gadis itu sampai ke bandara membuat pelukan perpisahan untuknya. Semuanya kembali lagi seperti dulu meskipun disini, konteksnya lebih menyebalkan lagi. Tapi setidaknya, kembalinya Medi ke Indonesia membuatnya cukup tenang. Medi akan jauh lebih aman ketika ia bertugas di tanah airnya sendiri. Bahkan gadis itu sudah berusaha dengan sangat ketika ia bertugas di negara orang.

Seperti jadwal yang sudah di tentukan, ini saatnya dia mengajar di sekolah dekat markas Medi dulu di tempatkan. Mungkin ia bisa mampir sejenak ke rumah sakit untuk menemui dokter Naf. Ada sesuatu yang ingin ia tanyakan kepada dokter itu. Mengingat Medi pernah berkata bahwa dokter Naf adalah sahabat karibnya. Tentu dokter Naf tahu apa yang membuat Medi tiba-tiba pulang ke Indonesia. Ia terus saja berpikir. Hingga kelas telah usai, dengan segera Prasetya berlari menuju rumah sakit. Ia berusaha mencari dokter Naf disana.

"Dokter Naf tidak ada disini"

Prasetya membalikkan tubuhnya. Ia mendapati seseorang yang begitu ia kenal. Seseorang yang telah menghilang akhir-akhir ini. Ia begitu mengenal suara itu. Ia begitu mengenal kedua bola mata hijau bak zambrut yang sangat indah. Ilona mulai berjalan mendekati Prasetya. Ada yang berbeda dari gadis itu. Ia tak lagi sama dengan Ilona yang dulu. Tak ada lagi rok selutut yang ia pakai atau gaun-gaun putih yang selalu ia gunakan. Tak ada lagi rambut cokelat panjangnya atau polesan tipis bedak dan gincu di wajahnya. Semuanya telah berubah. Ilona menggunakan pakaian rapi yang begitu tertutup. Ia gunakan penutup kepala untuk menutupi rambutnya.

"Ilona", gumam Prasetya.

"Aku mendengar kabar bahwa dokter Naf ternyata ikut kembali ke Indonesia bersama letnan Mediterania"

"Mereka pergi berdua?"

Ilona mengangguk. Gadis itu tak lagi banyak bicara. Setya tahu alasannya. Ilona telah menjadi seorang biarawati. Terlihat jelas dari caranya berpakaian. Jauh berbeda dengan Ilona yang sebelumnya. Ilona yang ada di hadapannya ini pun terlihat begitu tenang, begitu pendiam. Sangat berbeda dengan Ilona yang sebelumnya begitu ceria dan selalu tersenyum.

"Ilona, kamu.."

"Ya. Aku telah memilih jalanku. Jalanku adalah seorang biarawati. Jika aku tidak bisa mendapatkan cinta dari orang lain, setidaknya aku bisa memberikan cinta untuk orang lain. Benarkan, tuan Setya?"

Setya hanya mengangguk. Ia tersenyum pada gadis itu. Membuat gadis itu ikut tersenyum kepadanya. Dalam benak gadis itu, ia mulai berpikir bahwa jalan yang ia pilih adalah jalan yang paling benar. Rasa egoisnya mulai luntur seketika, ketika ia mulai di baptis untuk menjadi seorang biarawati. Ketika ia mulai di sumpah untuk menjadi seorang biarawati. Ia telah bersumpah untuk memberikan seluruh hidupnya kepada Tuhan, menjadi pelayan Tuhan seumur hidupnya.

"Saya kagum pada Ilona yang saat ini berdiri di hadapan saya. Dia telah memilih jalannya sendiri dengan begitu baik"

"Dan aku juga harus berterima kasih pada pria dihadapanku ini. Sebab, karna dia pikiranku mulai terbuka. Aku mulai bisa berpikir dengan jernih tanpa melibatkan perasaanku dan duniawi. Itu sebabnya aku memilih jalanku sebagai biarawati. Aku bisa membantu orang-orang sakit yang ada disini. Aku bisa membantu anak-anak di sekolah atau bahkan membantu orang-orang yang beribadah kepada Tuhan"

Setya tersenyum. Ia tidak menyangka hari itu membuat Ilona berpikir lebih dewasa. Beberapa orang memang memilih jalan yang berbeda-beda. Biasanya tidak dalam jalan seperti biasanya. Namun justru mereka lah yang bisa berhasil dalam pilihannya sendiri sebab memiliki sebuah keyakinan dan kepercayaan. Kemantapan hati yang begitu kuat. Sehingga mampu menghantarkan dinding kegagalan seperti apapun juga.

Benteng Merah PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang