Chapter 21

5.2K 310 6
                                    

Tay POV

Shiaaa…. Shia…. Apa aku membuatnya menangis? Batinku panik.

“New… Newwie… Are you okay? Kamu baik-baik saja? Beb… Lihat aku, please!!” mohonku padanya sambil membelai sisi wajahnya.

Aku hanya bisa berharap dia tidak terlalu kesakitan saat ini. Penisku masih terbenam di dalam tubuhnya.

Sepersekian detik aku kehilangan diriku saat merasakan New menggeliat di bawahku. Gerakannya membuat penisku terasa begitu nikmat, hingga aku hilang kendali dan membenamkan diriku dalam tubuhnya dengan satu sentakan.

Walau aku berniat untuk melakukannya perlahan, tapi niat tinggal niat saja. Otakku tak bisa diajak berpikir logis ketika logika tenggelam oleh hasrat.

Aku dengar seks antar pria pertama kali akan terasa sangat sakit untuk bottom. Itulah kenapa aku selalu ragu untuk melakukan ini padanya. Aku mencoba mempersiapkannya sebaik mungkin, tapi rupanya dia masih kesakitan karenanya.

Aku bisa melihat matanya mengerjap terbuka dan aku begitu lega saat tak melihat kesakitan di matanya. Dia hanya terlihat… Bingung.

“New, are you okay?” tanyaku padanya,

“Not sure… Tapi sepertinya... Urgh... aku baik-baik saja…” sahutnya pelan,

“Aku akan coba bergerak, okey?!” kataku,

“Tunggu seben… ARGHHHH…” dia mencoba mendorong dadaku menjauh, tapi saat aku kembali mendorong diriku masuk ke dalam tubuhnya, New tak bisa menahan erangan yang keluar dari mulutnya,

“Enak?”

“Argh… Iya… Taaay… Oh God… Tay. Jangan… terlalu cepat… Aku tak bisa bernapas!”

Aku mengingat-ingat sudut yang kuambil saat menyentuh titik prostatnya dengan jariku tadi saat mempersiapkannya. Dan aku pun mengambil sudut yang sama dengan penisku. Begitu aku menyentuhnya, New memekik dan melempar kepalanya ke belakang.

Tangannya meremas seprai dengan erat hingga aku bisa melihat buku jarinya memutih dan yang terdengar dari mulutnya hanyalah erangan dan desahan.

“New… Argh New… Thi rak…”

“Chan rak Khun mak… Chan rak khun…”

Aku terus mengatakan aku mencintainya sambil menciumi wajah dan bibirnya ketika aku memompa pinggulku keluar masuk tubuh New di bawah sana.

Aku bisa merasakan penis New berkedut lagi di bawah genggaman tanganku dan kedua tangan kekar New merengkuh tubuhku saat sekali lagi, penisnya menyemprotkan sperma melumuri dada dan perut kami. Dan saat dia mengalami ejakulasi, lubang belakangnya berkontraksi seolah memeras dan memijat penisku, membuatku ejakulasi juga di dalam tubuhnya.

Tubuhku ambruk di atas tubuh New yang sama lemasnya. Kami hanya berpelukan dalam diam dengan irama napas kami yang tak beraturan sebagai latar belakang dan debur ombak yang terdengar hingga ke dalam kamar.

“Itu adalah seks terbaik yang pernah kurasakan…” sahutku dengan suara pelan di telinganya kemudian memberi New ciuman di telinganya,

“Itu adalah seks pertama yang kau lakukan…” ralatnya pelan,

“Uhm…” aku tak berani mengiyakan karena takut dia menyadari aku berbohong,

“Tay?” aku mencium rasa curiga saat dia tiba-tiba menegang di bawahku, “Aku bukan yang pertama?”

“Kau yang pertama yang berhasil membuatku ejakulasi karena sex… Saat itu aku tak bisa melakukannya sampai akhir.” sahutku sambil minggir dari atas tubuhnya dan merebahkan diriku di sampingnya,

“Apa maksudmu?” tanyanya menoleh padaku,

“Aku mencoba melakukannya dengan wanita, awalnya aku bisa mengeras tapi kemudian aku tak bisa melanjutkannya karena teringat padamu dan aku merasa bersalah pada wanita itu. Aku tak bisa menyelesaikannya. Kami berhenti di tengah jalan…” jelasku padanya, “Maaf New…”

“Hei… Kau tak perlu minta maaf! Aku tahu… 6 tahun bukan waktu yang sebentar untuk menjalani cinta sepihak…" katanya menenangkan,  dia juga meraih tanganku dan meremasnya lembut, "Aku juga melakukan hal yang sama bukan?! Mencoba lari dari perasaan ini dan menjalin hubungan dengan beberapa wanita. Apa kau membenciku karena itu?”

“Tidak New… Aku sudah bilang padamu bukan… Aku ingin kamu bahagia, bahkan jika itu bukan bersamaku. Saat itu aku juga berpikir mungkin kamu akan lebih bahagia dengan salah satu dari mereka. Tapi tak apa. Aku yang akan membahagiakanmu sekarang!” sahutku sambil tersenyum, membawa tangannya yang memegang tanganku ke depan bibirku dan mengecupnya mesra.

“Tay… Aku haus! Kau membuatku teriak-teriak terus…” wajahnya semakin merah saat melihat aku mencium tangannya.

Aku menoleh ke samping ranjang. Di meja samping tempat tidur ada botol sampanye di dalam ember es dan 2 gelas kosong di sampingnya.

“Aku pasti akan merekomendasikan hotel ini kepada teman-temanku…” sahutku sambil tertawa geli,

“Mungkin pada Off dan Gun?” tanya New sambil tertawa,

“Tentu saja...” sahutku, merasa sangat senang karena melihat tawanya.

Aku bangkit dari ranjang dan menuang sampanye pada satu gelas dan memberikannya pada New yang masih setengah berbaring di atas tempat tidur. Kemudian aku berjalan ke kamar mandi dan membasahi handuk tangan dengan air hangat. Setelah itu membawanya kembali ke dalam kamar.

“Apa yang kau lakukan?” tanyanya saat melihat aku merangkak mendekati tubuhnya,

“Membersihkanmu…” sahutku,

“Aku bisa melakukannya sendiri…” katanya cepat,

“Kau tidak mungkin bisa berdiri dan ke kamar mandi sekarang…” kataku sambil tersenyum padanya,

“Berikan aku handuknya!” tuntutnya padaku, dan kemudian memanggil namaku sambil menggeram saat aku masih tak mau memberikan handuk itu padanya, “Tay…”

“Biarkan aku melakukannya!” tukasku serius,

“Ba be nie?!” sahutnya sambil merebut handuk di tanganku dan kemudian membersihkan dada dan perutnya yang terkena sperma, kemudian dengan wajah memerah membersihkan pintu belakangnya yang belepotan lube, “Sialan kau Tay! Kau datang dengan persiapan bukan?! Kau begitu yakinnya akan mendapatkanku malam ini, hah?”

“Sebenarnya bukan aku yang merasa yakin…” sahutku, “Nammon…”

“Apa maksudmu?”

“Nammon yang memberiku beberapa sachet travel pack lube dan kondom. Dia sangat yakin aku akan membutuhkannya malam ini… Tapi dia hanya punya beberapa biji untuk stok…” kataku sambil menunjukkan tumpukkan kondom di tanganku,

“Kau tidak akan menggunakan semua itu malam ini! Kau mau membuatku tidak bisa berjalan besok?” pekiknya tak percaya melihat sisa kondom dan lube yang masih beberapa bungkus,

“Tidak semuanya…” sahutku pelan, “Bagaimana kalau satu lagi? Kita harus membiasakanmu, bukan?”

“Diam kau sialan…” sahutnya sambil melempar bantal ke mukaku dan aku hanya menangkapnya dan tertawa memperhatikan wajahnya yang memerah karena malu.

Loving You Since... Always (TayXNew)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang