New POV
Tak lama kemudian kami sudah meluncur menyibak kepadatan Kota Bangkok.
"Jangan memberi harapan pada mereka lagi, aku yang harus menanggung akibatnya nanti! Gara-gara kau, N'May dan P'Bri masih sering menchat aku hanya untuk mengetahui jadwalmu!" sahutku akhirnya setelah beberapa saat kami berkendara dalam keheningan,
"Hehehe... Kau cemburu? Karena aku lebih banyak teman wanita daripadamu?" tanyanya sambil tertawa geli,
"Enak saja! Bukan aku yang jomblo selama bertahun-tahun..." sahutku kesal.
Tay menyalakan radio dan konsentrasi membawa mobil melintasi jalanan ramai kota, sesekali aku melirik ke wajahnya yang tampak serius. Kedua tangannya menggenggam setir dengan erat, sesekali tangan kirinya akan berpindah ke tuas persneling yang ada tak jauh dari posisi pahaku.
Setiap kali dia melakukannya, hatiku serasa diremas karena antisipasi antara takut dan khawatir jemarinya akan menyentuh bahan celana jeansku.Snap...
Aku terkejut kemana pikiranku melayang dan aku terbangun dari lamunan dengan sentakan kepala, membuat Tay melirikku khawatir.
"Ada apa denganmu?" tanyanya,
"Tidak ada..." kataku sambil menggeser kakiku menjauh dari tuas persneling keparat itu.
Namun lagi-lagi mataku kembali mengarah ke tuas itu, dimana sekarang, tangan Tay bertengger di sana. Mobil kami berhenti di tengah kemacetan dan Tay tak segera memindahkan tangannya.
Jemarinya lentik, sesekali dia menggerakkan jari-jarinya mengikuti tulisan di atas kepala tuas, seperti tanpa sadar. Kemudian dia akan menggenggam kepala tuas itu dan memutar-mutar tangannya di sana.
Saat dia melakukan itu sengatan listrik akan menjalar dengan pelan dari tulang ekorku ke kepala dan aku harus menahan dorongan untuk menyatukan kedua pahaku dan memberikan tekanan di sana.
Astaga, aku bukan anak remaja dengan dorongan libodo tidak terkontrol seperti beberapa tahun yang lalu, tapi saat ini aku kesulitan untuk menahan diri agar tidak membawa tanganku ke area pribadiku dan meremasnya.
Merasa millikku sudah setengah tegang dan takut Tay akan menyadarinya, aku pun melepas jaketku dan meletakkannya di pangkuan, menutupi ereksiku yang mulai nampak.
Semua ini dikarenakan ciuman kami semalam. Hanya karena satu ciuman dan semua yang telah kupendam bertahun-tahun muncul kepermukaan dengan kekuatan beberapa kali lebih besar.
"Ada apa denganmu?" tanyanya sambil menoleh padaku sekilas, "Kau terlihat seperti menahan rasa sakit!"
"Aku tak apa... Kemana kau membawaku?" tanyaku,
"Makan malam... Kau belum makan kan?"
"Aku mau pulang saja..." sahutku sambil menatap jalanan dari jendela samping,
"Kau berjanji akan menemaniku ke The Shack minggu kemarin..." katanya mengingatkan, "Temani aku makan malam, setelah itu jika kau masih mau pulang, aku akan mengantarmu pulang!"
Aku tak tahu lagi harus melakukan apa selain menganggukan kepala dengan pelan, karena sat ini kami menuju arah yang berlawanan dengan arah rumahku dan Tay menggunakan nada bicara yang dia gunakan saat dia tak mau dibantah.
Tay POV
"Jika kau tidak ingin kehilangan sahabatmu, kau harus bersikap senormal mungkin!"
Aku terus mengingat-ingat nasehat Off tadi siang saat aku menceritakan kejadian semalam padanya. Baiklah... Aku harus bersikap normal.
Aku menggenggam setir dengan terlalu erat, hingga bisa kulihat buku jemariku memutih karenanya. Aku pun mengingatkan diriku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You Since... Always (TayXNew)
Fiksi PenggemarApa yang terjadi antara Tay dan New? Mereka bersahabat bertahun-tahun, namun kini menjadi sahabat saja tak lagi cukup bagi mereka. Apa yang lebih dari sahabat? Teman tapi mesra? Friend with benefit?