12. Restart

25.4K 1.7K 4
                                    

Haloha Annyeong!
Belum dibilang telat buat up jam segini, kaaann?
Cus! Lanjooottt!

Aturannya masih sama, vote sebelum baca! 🌟🌟🌟
Happy reading! 💕💕💕

***

Nara berusaha membuka matanya yang terasa begitu berat. Cahaya putih membuatnya berulang kali kembali memejamkan mata. Kepala Nara begitu pening, seluruh tubuh rasanya remuk. Yang ia dengar hanya sebuah suara yang berbunyi dalam tempo tertentu.

Dan ketika hidungnya menangkap satu aroma yang sangat dibenci, Nara langsung membelalakkan matanya. Camkan, dia benci aroma rumah sakit.

“Aww!” teriak Nara begitu kepalanya terasa pusing.

Keylan, yang sedang mengerjakan beberapa berkas di meja sudut ruangan, segera berlari menghampiri Nara. Wajah lelahnya kini berubah khawatir.

“Jangan duduk dulu,” Keylan kembali membaringkan tubuh Nara. “Kamu tunggu di sini, saya panggil Dokter Gustav dulu.”

Nara mengangguk menuruti apa yang dikatakan oleh Keylan. Dunianya terasa berputar, seluruh organ dalam Nara terasa diremas begitu kasar. Sebenarnya, apa yang terjadi pada dirinya?

Seingat Nara, malam itu ia telah berhasil mengeluarkan apa yang selama ini ada dalam benaknya. Dia meninggalkan Keylan meski pria itu sudah mengatakan maaf. Setelah mengambil bantal, Nara bergegas menuju kamar Kyra. Baru dua langkah dari pintu, tiba-tiba pandangan Nara memburam. Lalu gelap.

Setelah Dokter Gustav memeriksa organ vital Nara, ia ditinggalkan sendiri di ruang rawatnya. Keylan hanya butuh sekitar satu menit untuk berbicara dengan Dokter Gustav di luar, kemudian kembali ke kamar Nara.

“Mau minum?” tawar Keylan dengan segelas air mineral di tangannya. Dia tersenyum tipis begitu melihat anggukan kecil dari Nara. Dengan penuh ketelatenan, Keylan membantu Nara untuk minum.

“Berapa lama gue nggak sadarkan diri?” tanya Nara sambil mengusap sisa air mineral di bibirnya.

“Tidak lama,” Keylan menyimpan kembali kelas itu. “Hanya dua hari.”

Nara melongo mendengar jawaban dari Keylan. Dua hari? Itu terlalu lama untuk sekedar pingsan. Jangan-jangan, pria yang kini duduk di sampingnya ini mengharapkan Nara tidak pernah bangun.

“Dua kali dua puluh empat jam yang sangat menyiksa saya,” lanjut Keylan.

Nara terdiam menerima sikap lembut Keylan yang tengah menyelipkan anak rambut ke balik daun telinganya. Lalu, tangan Keylan beralih menggenggam jemari Nara dengan penuh kehati-hatian.

Keylan tersenyum penuh rasa bersalah. “Ini salah saya. Dokter Gustav bilang, kamu terlalu banyak pikiran. Tidak seharusnya saya membebani kamu dengan banyak masalah."

Memang, Nara masih teramat kecewa terhadap sikap Keylan. Tapi dia juga tidak terbiasa untuk menyiksa seseorang sampai seperti ini. Tak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Eric tentang luka yang sangat sering Nara berikan kepada Keylan, tetap saja, hati dan memori yang dimiliki oleh Nara saat ini sama dengan memori Nara enam tahun yang lalu. Dia masih orang yang baik.

Membalas senyuman Keylan, Nara balik menggenggam tangan Keylan. “Bukan, ini bukan salah lo.”

Bukan jawaban semacam itu yang diharapkan oleh Keylan. Untuk mengurangi rasa bersalahnya, setidaknya Keylan harus dimaki, diteriaki kata-kata kasar, ditampar. Apa pun itu asal bukan ancaman perpisahan.

“Ra, saya--”

“Kalo lo mau minta maaf, harus bersungguh-sungguh. Jangan ulangin kesalahan yang sama, lalu minta maaf dengan cara yang sama juga.”

Enigma [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang