4. Arah Pulang

40.5K 2.9K 25
                                    

Haloha Annyeong!
Apa kabar semuanyaaa?
Ada yang mau ditanyakan?
Boleh, nanti gw jawab

Bintangnya duluu! 🌟🌟🌟
Happy reading! 💕💕💕

***

Keylan di mata Nara?

Sebagai bos, Keylan sempurna, jika tidak memiliki hobby marah-marah tidak jelas padanya. Dia bisa berteriak hanya dengan mengetahui bahwa Nara telat makan siang. Melihat Nara sekedar mengobrol saat berpapasan dengan Farid saja, Keylan melayangkan ancaman potong gaji. Gaji lumayan, makan terjamin, mudah berbaur. Intinya, Keylan adalah bos impian selain hobby-nya itu.

Sebagai pria? Nara tidak pernah menilai Keylan dari sudut itu. Tapi satu yang pasti, Nara menolak Keylan sebagai masa depannya. Bukan semata-semata karena usia mereka yang terpaut jauh di mata Nara. Tapi juga karena perbedaan keduanya yang sangat kontras di mata manusia.

Dan lihatlah bagaimana mati kutunya Nara saat ini. Dia lebih memilih untuk memperhatikan jalanan daripada dekorasi mobil mewah yang ia naiki. Tangan Nara juga tak ada hentinya menarik-narik ujung baju yang dibelikan oleh Keylan. Dan Nara berterima kasih pada pria itu dengan membelakanginya sekarang. Dia enggan untuk melirik Keylan karena tahu pria itu sedang menatapnya lekat-lekat.

Bohong jika Nara mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Jantungnya berdegup tidak karuan dari tadi. Bagaimana tidak, setelah datang dan mengaku sebagai suami sah Nara dan dilengkapi dengan pembuktian buku nikah satu minggu yang lalu, Keylan menghilang bagai ditelan bumi. Lalu kembali datang sekitar dua jam yang lalu hanya untuk menjemput Nara dari rumah sakit. Hari ini, Nara diperbolehkan pulang.

"Leher kamu pegal, Ra," tukas Keylan memecah keheningan.

Keylan benar, leher Nara benar-benar sakit saat ini bahkan sudah kesemutan dari tadi. Sedikit demi sedikit, Nara menggerakan lehernya ke kiri dan ke kanan. Benar-benar sedikit demi sedikit, karena Nara tidak mau Keylan mengetahuinya. Tapi justru pria itu sedang menahan tawa.

Suara pekikan Nara terdengar begitu Keylan menarik tubuhnya sehingga mereka benar-benar menempel. Nara bahkan ikut mengerjapkan mata saat tak sengaja saling pandang dengan Pak Anton lewat kaca spion.

"Kenapa mesti duduk di ujung kalo saya bisa peluk kamu?" Keylan melingkarkan tangannya ke pinggang kecil Nara.

"B... Bos, jangan gini," Nara mencoba melepaskan diri.

"Biar saja, mumpung tidak ada Kyra."

Bukannya mendengarkan apa yang Nara katakan, Keylan justru meletakkan kepalanya di kepala Nara setelah sedikit bergeser. Nara bisa melihat pantulan Keylan yang memejamkan mata. Meskipun tidak memiliki perasaan khusus, tetap saja, apa yang dilakukan Keylan saat ini sangat tidak baik untuk kesehatan jantung.

Tidak seperti menerima Kyra yang mengaku sebagai anaknya, entah mengapa, menerima Keylan berbeda. Nara belum bisa. Ya, hanya belum, karena Nara tahu bahwa suatu hari dia harus menerima Keylan sebagai suaminya. Bukan karena Keylan begitu mustahil untuk bisa menikahi Nara, buktinya sekarang Keylan terlelap sambil memeluk tubuh rampingnya. Tapi karena semuanya masih tidak masuk akal untuk Nara.

Mata Nara mebelalak begitu mobil yang ditumpanginya memasuki halaman sebuah bangunan mewah. Benar-benar mewah, sampai Nara mengira bahwa bangunan itu adalah Istana London. Rumah itu bergaya klasik dengan cat putih bersih. Lampu mewah berukuran besar tambak begitu kontras karena cahaya terangnya. Tiang berbentuk spiral tampak menopang bangunan itu dengan gagahnya. Dan marmer putih bergaris hitam menambah keanggunan rumah itu. Dan satu yang paling membuat Nara jatuh cinta adalah, taman bunga depan rumah yang hanya disinari lampu temaram.

Enigma [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang