Haloha Annyeong!
Sekarang udah pada tau siapa Alexandro?Vote doeloe! 🌟🌟🌟
Happy reading! 💕💕💕***
"Pak Anton bisa menunggu saya?" Nara sedikit membungkuk supaya bisa melihat wajah Pak Anton. Tangan kanannya menyangga tangan kiri yang semakin terasa sakit.
"Baik, Nya," Pak Anton mengangguk.
Nara sedikit berlari menuju lobby rumah sakit. Begitu masuk, Nara bisa melihat Dokter Gustav sedang berbicara dengan anak kecil yang sepertinya salah satu pasien di sana. Tidak mungkin Nara meminta Dokter Gustav memeriksanya. Hal itu sudah bisa dipastikan akan berakhir di telinga Keylan.
Baru saja Nara hendak memutar arah, Dokter Gustav justru menyadari kehadirannya. Dokter berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu tersenyum, kemudian berdiri. Nara semakin tidak bisa berkutik saat dokter Gustav berjalan mendekat.
"Selamat pagi, Mrs. Rumenang," sapa Dokter Gustav. Baiklah, Nara tidak bisa lagi menghindar dari orang kepercayaan suaminya itu. "Ada yang bisa saya bantu?"
Nara menggigit bibir bawahnya, antara bingung harus bicara apa sekaligus menahan sakit. "Emm... Tanganku terluka. Keylan memintaku datang kepada Anda."
Jangan hitung sudah berapa kali Nara berbohong hari ini. Dia tidak punya pilihan lain selain berbohong. Jika sudah menyebutkan bahwa Keylan yang memintanya datang, seharusnya Dokter Gustav tidak perlu mengadukan hal lainnya.
Perlahan, Nara menyingkap hoodie super besar yang dikenakannya. Ia tidak bisa tidak meringis negitu tangannya sedikit tertekan dengan kain hoodie. Selanjutnya, Nara menahan nafas begitu melihat bagaimana berantakannya bentuk perban tangannya. Dan pantas saja terasa begitu sakit, ternyata dia kembali mengalami pendarahan.
"Ikut saya."
Meski sedikit tersentak karena tiba-tiba Dokter Gustav menarik tangan kanannya, Nara tetap melangkah mengekori. Nara sedikit heran mengapa Dokter Gustav perlu sepanik dan sekhawatir ini padanya. Ini... berlebihan.
Setelah sampai di ruang kerja Dokter Gustav, Nara diminta berdiri di samping wastafel, sementara Dokter Gustav membuka perban yang sudah tidak berbentuk itu dengan sangat hati-hati. Selanjutnya, Nara mengguyur telapak tangannya dengan air yang mengalir dari kran.
Nara diam-diam memperhatikan kesibukan Dokter Gustav. Mengambil handuk kecil dari lemari kecil, larutan antiseptik dari laci meja kerjanya, lalu terakhir membawa alat jahit. Nara harus mempersiapkan mental.
Kini Nara sudah duduk di blankar, dengan Dokter Gustav di sampingnya. Dengan telaten, Dokter Gustav mengeringkan telapak tangan Nara dan mengusap antiseptik. Terakhir, dia mempersiapkan jarum jahitnya.
Baru saja ujung jarum akan menyentuh kukitnya, Nara menahan tangan Dokter Gustav. "Harus dijahit ya, Dok? Nggak diperban aja gitu?"
"Lukanya lumayan dalam, harus dijahit," ucap Dokter Gustav tegas. Nara menyerah, dia hanya bisa memejamkan matanya sambil meringis begitu benang sudah melewati kulit telapak tangannya. "Saya kurang yakin jika Mr. Rumenang mengetahui keadaan Anda."
"Hum?" Nara hanya mampu bergumam. Matanya benar-benar tertutup sempurna.
"Saya rasa, sesibuk apapun Mr. Rumenang, jika mengetahui keadaan istrinya separah ini, dia akan lebih memilih datang ke rumah sakit daripada bekerja."
Yah, baru saja kebohongan Nara bertahan beberapa saat, kini sudah terbongkar. Sepertinya, Dokter Gustav sudah paham betul dengan karakter Keylan.
"Fokus saja menjahit, saya akan jelaskan nanti," cicit Nara takut jika Dokter Gustav salah mengarahkan jarum jahitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma [Tamat]
General FictionInara hanya gadis biasa berusia 18 tahun yang tumbuh besar di panti asuhan. Tidak ada waktu untuk memikirkan asmara, yang ia tahu hanya bekerja untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Dia merasa memiliki kewajiban untuk membantu ekonomi panti. Tapi t...