7. Menyesal

28.8K 1.4K 10
                                    

Sudah dua hari dan kondisi Vero tak ada perkembangan. Suhu tubuhnya turun ketika pagi hari tapi begitu siang sampai malam selalu tinggi. Vero juga hanya berbaring, tidur, makan, minum obat, dan kembali tidur.

Kiara benar-benar khawatir dan bingung. Biasanya Vero sakit hanya satu hari dan dengan istirahat langsung kembali fit. Pertama kalinya setelah menikah Vero sakit dan membuatnya kelabakan seperti ini.

"Vero? Makan dulu yuk?" Kiara menepuk pelan pundak Vero yang sedang tidur membelakanginya. "Aku gak laper." Jawab Vero kembali mengeratkan selimutnya sampai ke pipi. "Kalau gak mau makan kita ke rumah sakit biar pake infus makannya." Ujar Kiara sambil meletakkan mangkuk sup yang ia bawa sedari tadi keatas meja.

Vero langsung berbalik dan menarik tangan Kiara yang baru saja akan pergi. "Iya aku mau makan tapi jangan ke rumah sakit." Kiara tak menyahut dan hanya mengambil mangkuk diatas meja dan mulai menyuapi Vero.

Selesai dengan makanan Vero, Kiara mengganti baju tidurnya dengan pakaian kasual. Vero memicingkan matanya begitu melihat Kiara keluar dari walk in closet nya. "Mau ngapain?" tanya Vero dengan nada manja. "Kita ke rumah sakit." Jawaban Kiara langsung membuat Vero menutupi wajahnya dengan selimut.

"Kita periksa aja Ver, kalau gini terus aku gak tau kamu kenapa, aku kan bukan dokter." Kiara mendekat dan menarik selimut Vero. "Pokoknya aku gak mau kesana." Vero kali ini menutup wajahnya dengan bantal.

"Kalau kamu gak mau ke rumah sakit aku gak mau ngurusnya!" ancam Kiara. "Kok gitu? Kan kamu istri aku ya harus ngurusin aku lah!" sahut Vero. Wajahnya terlihat marah begitu ia menyingkirkan bantalnya. Kiara menghela napas, "Ya kalau kamu mau diurusin sama aku tapi gak nurut aku nya harus gimana?" balasnya.

Vero terdiam, wajahnya melunak. "Maaf," Vero langsung memeluk Kiara setelahnya. "Yaudah kita ke rumah sakit."

..

Kiara mendengar penjelasan dokter di hadapan mereka dengan sangat serius. Tak melewatkan satu pun kata yang diucapkan oleh pria yang berumur sekitar limapuluh tahunan itu. "Sudah minum obat?" tanya dokter bernama Josh itu. "Sudah, aku kasih terus kok." Jawab Kiara melirik Vero sekilas. "Obat yang kemarin saya kasih?" Kiara terdiam berusaha mengingat, "Sudah juga, tanya aja sama Vero." Tunjuk Kiara.

"Gimana Ver? Diminum gak obatnya?" tanya Dokter Josh sedikit menurunkan kacamatanya. "U-udah kok." Jawab Vero gelagapan. "Gak di taruh di bawah bantal toh?" ujar Dokter Josh dengan nada menggoda. Mendengar itu Kiara langsung membelalak. "Ver?"

Vero menggigir bibir bawahnya sambil menunduk tak berani menatap Kiara. "Di bawah bantal apa di bawah kasur Ver?" "Di bawah kasur Uncle."

Pria yang berprofesi sebagai dokter itu adalah paman Vero dari pihak Ibu, tahu betul kalau Vero sangat membenci obat dan segala macam cara akan dilakukan agar obat itu menghilang dari hadapannya.

"Maksud kamu apa?" Kiara berdiri dan menatap Vero tak percaya. "Maaf," 

"Kamu ini ngajak ribut terus gak capek apa?" tegas Kiara. 

"Sudah sudah, Kiara, Vero memang begitu, Uncle tau kalian sudah pacaran hampir lima tahun dan menikah, tapi soal ini mungkin kamu belum tau. Vero selalu sepeti itu, maafkan saja." Ujar Dokter Josh. Kiara menghela napas lalu kembali duduk dan berbincang sebentar dengan Dokter umum di hadapannya itu.

"Yaudah Uncle, kita pamit dulu ya." Kiara menghampiri Vero yang duduk di sofa di ujung ruangan. "Ayo pulang." Kiara menarik tangan Vero lalu mengggenggam jemarinya. "Uncle, pulang ya." Dokter Josh hanya mengangguk sambil tersenyum, memberi kode kepada Vero kalau semuanya akan baik-baik saja.

Setelah Kiara duduk di belakang kemudi, wanita itu memijat pelipisnya yang terasa sedikit sakit. "Semuanya Ver?" Vero sedikit terkejut lalu menggeleng. "Aku minum yang pagi tapi gak semua." Jawab Vero. 

"Kenapa gak diminum sih? Kamu pikir aku seneng liat kamu tiduran doang di kasur?" 

"Aku, maaf," cicit Vero tak berani mengeluarkan kalimat lain. "Aku udah maafin kamu! Udah! Gak usah maaf terus, gak ada gunanya toh obatnya tetep kamu buang." ujar Kiara sambil menyalakan mesin mobilnya.

Vero langsung menatap Kiara begitu wanita itu menyelesaikan kalimatnya. "Ya kenapa sih? Aku minta maaf doang salah mulu, kamu lagi datang bulan apa gimana marah-marah terus?" 

"Vero!"

"Kamu pikir aku seneng tiduran doang di kasur? Kamu pikir aku gak kesakitan? Mama aja gak pernah marah sama aku.." 

"Ya itu Mama kamu! Dia udah biasa sama kelakuan gak jelas kamu ini!" 

"Gak jelas? Kamu yang gak jelas! Aku gak suka ya dipaksa-paksa!"

Kiara berusaha tenang mengendarai mobilnya, air matanya sudah menggenang di balik kelopak matanya. "Aku gak ngerti ya Kiara, kenapa kamu malah berubah setelah nikah? Kamu gak pernah tuh marah-marah ke aku, gak pernah lawan aku, gak pernah ngomel dan selalu sayang sama aku.. tapi abis jadi istri kenapa galak kayak gini coba, nyesel aku." Kiara menggenggam erat kemudi berusaha menahan tangisnya.

"Nyesel? Yang mau nikahin aku ya kamu! Kenapa malah kamu yang nyesel hah?! Aku dulu sebagai pacar kamu ya gak pernah lah ngatur kamu! Tapi sekarang kamu suami aku! Ya berarti kamu itu sepenuhnya punya aku!" balas Kiara.

Vero berdecak, "Terserah kamu! Dasar gak pengertian!"

"Ini itu salah kamu! Kenapa kamu malah marah ke aku sih?!"

"Ya kamu duluan yang mancing aku, kan bisa.."

"Oke, kamu emang bener Ver, selalu!" Kiara tiba-tiba menepikan mobilnya membuat Vero langsung kebingungan. "Ngapain kamu?" tanya Vero.

Kiara tak menjawab dan hanya mengangkat tasnya juga ponselnya. "Pulang sendiri sana! Aku capek!" Kiara keluar dari mobil dan berjalan cepat di trotoar. "Kiara!" Vero keluar dari mobil dan hanya menatap Kiara dengan jengah. "Oke! Itu mau kamu kan? Terserah!" Vero pergi ke pintu kemudi dan masuk ke dalamnya.

Menjalankan mobilnya dengan cepat melewati Kiara yang masih berjalan di sana.

Tanpa sadar Kiara mengepalkan tangannya menatap mobil Vero yang sudah melaju kencang melewatinya.

My Spoiled Husband

My Spoiled Husband [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang