36. Ribut Lagi

12.3K 734 66
                                    

Hanya butuh 15 menit yang seharusnya 30 menit untuk tiba di rumah. Tangan Vero terlihat gemetar ketika membuka pintu utama. Ia berlari kecil menuju kamar Kiara. "Sayang?!" ujar Vero bersamaan dengan tangannya yang membuka pintu kamar berwarna putih itu.

"Kamu udah pulang?" suara penuh semangat terdengar di telinga Vero. Pria tinggi itu tidak percaya melihat bahwa sang istri ternyata baik-baik saja disana. "Kamu gapapa hah? Kata Bi Mila tadi kamu jatuh terus pendarahan!" ujar Vero mendekat dengan khawatir.

Kiara tersenyum lebar, "Enggak, aku cuma becanda. Tadi aku bilangin ke Bi Mila buat telpon kamu biar kamu cepet pulangnya terus kita bisa langsung jalan-jalan."

Raut wajah Vero berubah, yang tadinya khawatir jadi berubah emosi. Amarahnya mendadak memuncak. "Kamu pikir kayak gitu bisa dijadiin becandaan? Kamu udah gila ya? Gak lucu Kiara! Aku bahkan hampir lukain orang-orang dijalan karena khawatir sama kamu, dan ternyata kamu bohong?!" Kiara yang tadinya sudah bersiap memeluk Vero langsung melangkah mundur karena terkejut.

"Kalau tadi aku kecelakaan gimana? Kamu mau hal kayak gitu kejadian? Inget ya, ini udah keterlaluan. Kalau mau bercanda jangan gini Ki!" Kiara menggigit bibir bawahnya, tak berani melawan.

Vero menarik dasinya sedikit agar mengendur lalu keluar dari kamar itu. Ia tak mau menyakiti Kiara lebih. Ia hanya tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Kiara. Wanita itu menjadi terlalu kekanakan.

"Vero, aku minta maaf. Aku salah," ujar Kiara menyusul Vero keluar dari kamar dengan tergopoh-gopoh memegangi pinggang belakangnya. Vero menghela napas, "Jangan ganggu aku dulu, jalan-jalannya kita undur." ujar Vero menepis lengan Kiara yang melingkar di pinggangnya. "Sayang," panggil Kiara berusaha menahan Vero yang mulai naik ke lantai atas. Sayang sekali ia tidak bisa mengikuti karena takut untuk naik tangga.

Dengan langkah berat Vero masuk ke kamar utama untuk mengganti baju kerjanya yang sudah penuh keringat. Setelah itu ia beralih ke ponselnya, segera mencari kontak sang sekretaris untuk menggantikan pekerjaannya terlebih dulu.

"Vero? Kamu gak mau temenin aku tidur siang?" tanya Kiara berteriak dari bawah tangga. Vero yang tengah merebahkan tubuhnya diatas kasur hanya menghela napas, ia masih emosi mengenai kejadian tadi. "Vero? Sayang!"

Terpaksa Vero keluar dari kamar, memandang Kiara yang ada di ujung tangga. "Kenapa?" tanya pria itu sengaja memakai kacamata kerjanya agar terlihat sedang mengerjakan sesuatu. "Aku mau tidur siang sama kamu," ujar Kiara dengan senyum manisnya. "Tidur sendiri aja, aku mau ngerjain laporan."

"Sebentar aja, temenin aku sampai tidur kalau udah kamu balik lagi keatas, gak bisa?" tanya Kiara hati-hati, pertama kalinya Vero menolak untuk menemaninya. "Enggak, udah sana balik ke kamar." ucap Vero berlalu kembali masuk kedalam kamar utama.

Kiara berdecak, "Aku gak mau tidur siang kalau gak sama kamu!" pekiknya dengan sengaja. Ia pergi menuju dapur dan mengambil beberapa camilan dari dalam kulkas. "Dasar laki-laki, kalau istrinya udah jelek, gendut, gamau lagi sayang-sayang!" gerutu Kiara sambil menyalakan televisi.

Vero yang sebenarnya masih di pintu menghela napas, sepertinya berpura-pura mengambil minum bisa jadi cara untuk melihat apa yang dilakukan ibu hamil yang seharusnya tidur siang itu.

Mendengar langkah kaki, Kiara menoleh lalu kembali tersenyum. "Sayang, ini makanan kamu ada di aku semua. Sini temenin aku," ucap Kiara. Vero menggeleng, "Makan aja, aku cuma mau ngambil minum."

"Aku gak tidur siang kalau gak sama kamu." ujar Kiara yang tiba-tiba sudah menghalangi jalan Vero. "Yaudah kalau gak mau, aku gak maksa kan?" Kiara langsung cemberut, matanya berkaca-kaca. "Tungguin aku lima menit aja gak bisa? Aku langsung tidur Ver, janji." Vero menggeleng, menatap Kiara dengan datar.

Kiara melempar bungkus snack yang sedari tadi ia bawa ke arah Vero. "Dasar jahat! Aku marah sama kamu!" ujar Kiara sambil berjalan menuju kamarnya. Belum juga sampai ia ke pintu kamar, suara Vero terdengar, "Terserah kamu." Kiara menoleh, menatap Vero yang tengah menyandarkan tubuhnya di kulkas memperhatikannya.

Tangisan wanita itu pecah seiring ia berjalan masuk ke kamar. Kiara juga tidak tahu kenapa ia begini, padahal ia dulu sangat senang jika Vero tidak mengganggunya. Tapi entah kenapa belakangan ini ia selalu ingin dekat dengan pria itu. Tidak mau pisah. Makanya ia mudah marah jika Vero jauh. Apalagi sekarang Vero sudah berubah, ia jadi semakin dewasa setelah dinasehati oleh Argen waktu itu. Tidak ada lagi Vero yang manja, sekarang ia yang manja pada suaminya itu.

Beberapa menit menangis sambil duduk bersandar di kasur, suara pintu terbuka membuat Kiara menghentikan tangisnya. "Vero?" Kiara langsung tersenyum melihat Vero yang ternyata membuka pintu kamarnya. Tangisnya benar-benar berhenti ketika Vero duduk disampingnya. "Cepetan tidur aku tungguin." ujar Vero sambil memangku laptop yang ia bawa. Kiara dengan cepat mengangguk dan merebahkan tubuhnya menghadap kearah Vero.

"Tidur Kiara," ucap Vero karena Kiara tak kunjung tidur padahal sudah hampir sepuluh menit. Kiara mendongak, menatap wajah Vero. "Sambil peluk, aku gak bisa tidur kalau kamu gak peluk." Vero menghela napasnya lalu meletakkan laptopnya di meja samping kasur.

Ikut merebahkan dirinya dan merapatkan tubuhnya dengan Kiara. "Kamu gak mau deket aku karena aku sekarang gendut ya? aku jelek ya?" gumam Kiara mengusap wajah Vero. "Heem, kamu susah dipeluknya." jawab Vero bermaksud untuk bergurau namun naas nyatanya kini tubuhnya sudah terdorong jatuh ke lantai akibat tendangan dari wanita yang tengah mengandung anaknya itu.

Ringisan terdengar dari bibir Vero. Matanya menatap Kiara yang dengan santainya kembali merebahkan diri dan memunggunginya. "Gimana sih kok malah di tendang, cuma becanda elah." Gumam Vero kembali naik ke kasur langsung memeluk Kiara dari belakang. 

><
My Spoiled Husband

My Spoiled Husband [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang