12. LAUREN DAN KE TIGA ANAKNYA

465 43 1
                                    

28 February 2011

Diary…

Aku akan menceritakan kepadamu hal yang baru saja terjadi padaku, aku sangat tidak sabar daritadi untuk menuliskan segera kejadian tadi pada lembarmu.

Aku bertemu dengan sahabatku yang sudah lama sekali tidak bertemu. Temanku saat SD dulu.

Awalnya aku diajak oleh Cindy, kamu ingat kan? Teman dekatku dari SD sampai kuliah? 

Iya, dia mengajakku bertemu dengan Lauren, teman SD yang lama sekali tidak pernah kudengar lagi kabarnya.

Berkat Facebook, Cindy bisa bertemu kembali dengan Lauren ini.

Singkat cerita, Lauren mengundang kami untuk merayakan ulang tahun anaknya yang paling bungsu.

Sayangnya, aku dan Cindy berhalangan untuk datang di hari minggu kemarin, karena itu kami baru bisa datang hari ini.

Kami datang menemui Lauren dan keluarganya, sayangnya suaminya sedang bekerja sehingga tidak dapat kami temui saat kami datang.

Saat kami datang, Lauren menemui kami sambil menggendong Stven anaknya. Menurut yang kudengar dari Cindy sebelum kami tiba, Stiven adalah anak Lauren yang keempat. 

Stiven melihat kami dengan penuh penasaran dari gendongan mamanya, sedangkan ketiga kakaknya melihat aku dan Cindy dari atas anak tangga.

“Hai Stiven, umur berapa sekarang” tanya Cindy pada anak itu.

Stiven mengacungkan 4 jarinya. “Pintar” kata Cindy.

“Dia sudah bisa berhitung?” tanyaku pada Lauren.

“Belum sih, belum sampai tahap berhitung, baru mengajarkan angka untuk dihapal olehnya, itupun baru sampai angka 5” jawab Lauren.

“ohh, berarti sudah lumayan juga lho” kataku “Stiven anak keberapa hayo?” tanyaku.

Dia memalingkan mukanya pada kearah tangga kemudian mengajungkan tujuh jari padaku.

“Kok tujuh? Stiven anak keempat” kataku mengoreksi.

Stiven menggeleng dan mengacungkan kembali ketujuh jarinya.

Kali ini giliran Lauren yang mengoreksi anaknya “Stiven anak keempat sayang” katanya sambil memegang satu demi satu jari anaknya “Ko Sandy, Ko Salomo, ci Silvia, Stiven, semuanya empat” hitung Lauren pada anaknya.

Stiven menggeleng keras dan tetap menunjukkan tujuh jarinya sambil menangis keras.

Akhirnya Lauren menyerah dan menggendong anaknya untuk meredakan tangisnya.

“Menurutmu kenapa Stiven mengacungkan tujuh jari tadi Ren?” tanya Cindy ketika kami sudah duduk bersama setelah Lauren menidurkan Stiven pada tempat tidurnya, yang sampai dia hampir tertidur masih mengacungkan tujuh jarinya sambil merengek.

“Entahlah, yang pasti gue bahkan belum ngajarin Stiven untuk ngitung sampai tujuh lho” katanya.

“Mungkin kakak-kakaknya kali yang mengajari” usulku.

“Enggak mungkin, koko sama cicinya barengan gue pas ngajarin Stiven, kita semua baru ngajarin sampai lima kok”

“Ngomong-ngomong, Ren, kok lu gak ngenalin anak-anak lu yang lain ke kita?” ingat Cindy

Aku juga setuju dengan Cindy.

“Yah, kalian sih datangnya hari Senin, kalau kemarin aja bisa ketemu lha, laki gua juga ada. Lah hari Senin begini, anak-anak gue masih belum pulang sekolah kali, justru sebentar lagi jam 10 gue mau jemput”

[Horror] Diary - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang