43. KETIKA AYANO SAKIT

243 33 0
                                    

Kadang aku merasa aneh… tapi aku juga berterima kasih karenanya…

Sekali lagi semenjak Ayano berperan sebagai ‘pelindung’ku dalam hal yang berhubungan dengan ‘mereka’, kadang aku merasa ada pertentangan dalam hatiku..

Satu sisi, aku merasa bersalah karena membuat Ayano menjadi terlibat seperti ini…

Di sisi lainnya, Ayano jadi berubah apabila berkaitan dengan ‘mereka’. Dia jadi lebih berkepala dingin dan lebih protektif dari sebelumnya. 

Dan ketika dia sakit, malah semakin menakutkan…

Tidak, aku tidak berbicara mengenai kenyataan kalau pada saat Ayano sakit, otomatis aku jadi tidak memiliki ‘pelindung’ lagi. Bukan, bukan karena alasan itu. Tapi karena kemampuan Ayano menjadi sedikit tidak terkontrol sehingga mengakibatkan rasa horror lainnya yang sama sekali tidak terbayangkan olehku.

===

Ayano tumbang karena kelelahan ditambah dengan demam tinggi yang membuatnya harus berbaring seharian. 

Aku merawatnya seharian, masalahnya dia tidak mau pergi ke rumah sakit karena dia tidak mau mengambil resiko pergi kesana dan membahayakan aku selama dia tidak bisa menjadi ‘pelindung’ku.

Inilah yang aku kurang sukai… rasa-rasanya memang akhir-akhir ini aku juga terlalu bergantung pada Ayano untuk menutup sebagian kemampuan ‘mata’ku. Sayangnya penutupan itu juga menghilang saat dia sakit saat ini.

Kengerian yang kualami dimulai ketika Ayano terbangun sekitar jam enam sore. 

“Uhh…” keluhnya sambil membuka matanya. 

“Ko? Koko kenapa?” tanyaku khawatir “Apa koko haus?”.

Ayano menggeleng “Nggak” 

“Lalu?” 

“Berisik sekali ya…” 

Aku mendengarnya dengan heran. Karena selain suara hujan yang turun dengan derasnya di luar, hampir tidak ada suara apapun lagi. Dan Ayano adalah tipe orang yang bisa tidur walaupun ada orang bernyanyi di sampingnya.

Dia adalah seseorang yang bisa tidur bagaikan batangan kayu.

“Berisik apa ko? Hujannya memang deras sih” kataku.

“Bukan.. bukan suara hujan”

“Lalu?”

“Suara ketukan itu ganggu banget” 

Aku rasa saat itu mataku melotot dan wajahku menunjukkan ekspresi kebingungan. Plus sedikit rasa takut.

“Ketukan? Ketukan apaan ko?” 

“Kamu nggak denger? Tuh… tok…tok….tok….” Ayano mengatakan hal itu sambil mulai tertidur kembali.

“Ko?” panggilku “Nggak ada yang ngetuk-ngetuk ah” bisikku dengan sedikit takut.

Ayano menatapku dengan matanya yang mulai menutup “Ya udah… mungkin ‘mereka’ lagi, nggak apa… sepertinya kamu nggak ada diganggu…” katanya semakin pelan.

“Lagipula oma Elly lagi jagain kamu juga…” bisiknya sambil mulai memejamkan matanya.

Aku terkejut. Oma Elly? Ulangku dalam hati. Oma Elly sudah meninggal beberapa bulan lalu. Apa Ayano sedang mengingau?

“Oma Elly ko?” bisikku, tidak yakin apakah Ayano sudah tidur atau belum.

Ayano mengangguk “Di belakang kamu… sama satu nenek lagi…..”

Spontan aku memutar tubuhku ke belakang. Tentu saja tidak nampak apapun, tidak nampak juga sosok nenek Elly yang disebutkan oleh Ayano. Dan komentarnya mengenai satu nenek lagi membuatku bertambah bingung dan takut.

[Horror] Diary - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang