34. VILLA DI GUNUNG 2

291 28 1
                                    

Aku masih menatap ke arah kamar Ayano ketika Cindy memanggilku dengan mengguncang-guncangkan tubuhku “Hei, Lisa, lu ngapain bengong gitu?” 

“Eh? Ah… enggak apa kok…” jawabku. Sepertinya Cindy tidak menyadari sosok di dalam kamar Ayano itu.

“Nggak usah ngelihatin kamar Ayano begitu kali” godanya, kemudian dia mendekat ke untuk berbisik ke telingaku “nanti malam saja lu nyusup ke kamar Ayano, emang sengaja gua atur supaya lu orang berdua yang di atas” bisiknya.

Aku merasakan wajahku memanas dan menatap Cindy dengan pandangan tidak percaya, sedangkan gadis itu mengedipkan matanya sambil mengacungkan jempol padaku sambil tersenyum penuh arti.

“Haaah?” aku sedikit berteriak karena kaget mendengar kata-kata Cindy itu.

‘Bruk-bruk’ 

Ayano datang tergopoh-gopoh dari arah dapur “Kamu kenapa Lis?” tanyanya.

Aku buru-buru menggeleng “Nggak, nggak ada apa-apa kok, hanya mengobrol dengan Cindy” jawabku sebelum menatap Cindy dengan kesal “Apa-apaan yang kamu bilang?” desisku mengancam.

Cindy menunjukkan muka polosnya sambil pura-pura bingung.

“Aku.nggak.ada.hubungan.apa-apa.dengan.Ayano!!” desisku sambil melirik ke arah Ayano yang sudah menghilang dibalik tembok penghalang ruangan aula dengan dapur.

“Belum!!” jawab Cindy sembari kabur sambil tertawa-tawa genit.

Astaga… mengapa semua orang menyangka kalau kami ini pacaran. Pikirku.

(Well… jujur sih, waktu itu aku sama sekali belum melihat Ayano sebagai boyfriend material. Ayanopun begitu, awalnya dia hanya melihatku sebagai adik kecil yang harus dilindungi. Lagipula selera Ayano waktu itu hanyalah wanita yang terlihat anggun dan dewasa. Jelas bukan cewek galak dan anti dandan sepertiku. Mungkin gangguan dari ‘mereka’ yang terlalu sering membuat otaknya sedikit rusak sehingga saat ini benar-benar hanya fokus ke diriku. Yahh, aku tidak complain soal itu sih, malah mungkin bersyukur. Hahaha)

Aku masih merasakan wajahku masih panas karena komentar Cindy. Ada-ada saja, pikirku sambil mencoba menghilangkan pikiran kalau Ayano dan aku sampai berpacaran. Waktu itu aku berpikir kalau sepertinya aku akan lebih sering bertengkar daripada bermesraan dengannya. Hahahaha..

(Yeah… waktu membuktikan kalau aku salah…)

Butuh waktu semenit untuk menormalkan kembali wajahku. 

Setelah merasa kalau wajahku sudah baik-baik saja, aku berjalan ke arah dapur untuk mencari Ayano dan memberitahukan kepadanya perihal sosok yang kulihat di dalam kamarnya.

Aku menemukan Ayano sedang tengah memasak bersama Diana dan Dewi. Pemandangan yang cukup unik sebenarnya. Karena Ayano sebagai lelaki malahan sedang memberikan petunjuk kepada dua gadis lainnya sedangkan dia sendiri berperan sebagai koki utama.

Dan waktu itu aku tidak menyadari kenapa aku merasa sedikit tidak menyukai pemandangan itu. 

Meskipun begitu, aku tidak melakukan apapun untuk mengganggu mereka. Maksudku, aku hanya merasa tidak suka melihat pemandangan di depanku, tapi karena aku tidak punya cukup alasan untuk mengatakannya, aku memutuskan untuk tidak terlalu mengacuhkannya.

Ayano mendongak menatapku ketika menyadari aku sedang berdiri memperhatikan dia.

“Elisa?” panggilnya “Ada apa?” 

“Nggak kok, baunya harum… jadi aku kemari” jawabku berbohong. Tentu saja, mana mungkin aku mengatakan tentang kemungkinan adanya ‘mereka’ ketika ada orang lain selain Ayano, aku dan Cindy.

[Horror] Diary - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang